Rabu, 05 Maret 2014

MASAK BELI INGUS? AH, YANG BENAR AJA!



Sorang budayawan, penyair, penulis, dan pewarna mindset kebanyakan orang disegala kalangan, dan juga terkenal dengan kiai nyentrik, Emha Ainun Nadjib menulis dalam sebuah bukunya Kiai Bejo, Kiai Untung, Kiai Hoki: “Sekulerisme dan industrialisme tidak relevan terhadap martabat, derajat, akhlak, dan akidah. Tidak ada agenda dalam sekulerisme dan industrialisme yang menyangkut semua itu.”
“Ini negara sekuler, Pak Haji. Jangankan joget Inul, berzina pun tak apa-apa. Boleh atau tidak menjadi kafir tak ada undang-undangnya. Bersikap munafik juga boleh-boleh saja. Negara ini tidak keberatan kalau kita mengkhianati Tuhan. Tuhan bukan subyek utama. Tak ada Tuhan pun negara ini tak keberatan...”
“Industri tidak berpikir baik atau buruk, akhalaqul karimah atau sayyiah. Industri tidak ada kaitannya dengan Tuhan, surga dan neraka. Industrialisme bekerja keras dalam skema laku atau tak laku, marketable atau tidak marketable, rating tinggi atau rendah. Bad news is good news. Kalau yang laku ingus, jual ingus. Kalau yang ramai di pasar adalah Inul, jual Inul. Dan Pak Haji adalah figur yang juga sangat marketable—industri selama ini. Sekarang Pak Haji harus membuktikan kesaktian bahwa musik Pak Haji akan tetap marketable meskipun minus joget dan sensualitas.”
Inilah fenomena yang berhasil dipotret oleh Cak Nun. Kalau orang sudah mindsetnya hanya dunia alias no God, maka yang ada hanyalah mencari keuntungan sebesar-besarnya untuk perut sendiri. Dulu memang begitu. Kini, khususnya di Indonesia lain. Apalalagi setelah muncul banyak buku beredar yang mengulas tentang kecerdasan ketiga, Spiritual Quotient. Memisahkan antara dunia dan akherat merupakan sebuah kecacatan dalam hidup. Sebuah fitrah manusia itu akan tenang, bahagia ternyata setelah dia menemukan meaning! Dan bukan semata-mata materi.
Secara teoritik, semua orang bisa ngomong apa itu sekulerisme. Tapi, apakah itu cocok dengan fenome Indonesia sekarang? Tulisan Cak Nun ini merupakan “sentilan” halus dari seorang kiai “abang-poteh” yang sering mencicipi tidak hanya “susu” tapi juga “kopi” kehidupan. Hanya orang “mbetik” yang tahu orang mbetik!
Ketika orang telah lepas dari rel agama, dan kadung diselimuti oleh popularitas dan uang, maka dia bisa melakukan sak ena’e udele dewe. Narkoba jadi halal, sex bebas jadi boleh bahkan gak gaul kalau gak ngesex, korupsi menjadi hobi, dan seterusnya. Arti manusia itu binatang yang berakal. Kalau sudah akalnya tidak berfungsi, masih pantaskan dia disebuh manusia?
Saya yakin, kritikan Cak Nun yang halus ini, sebenarnya karena dia sayang dengan negara ini. Walaupun jelas-jelas ini diklaim sebagai negara sekuler. Memang presiden, gubernur, wali kota dan seterusnya, tidak bisa berbuat banyak menyangkut nilai dan moral. Tapi saya yakin para wakil rakyat itu juga tidak ingin ini menjadi negara sekuler. Untuk membuat negara aman, sejahtera, mereka hanya membuat Undang-Undang, namun tidak bisa menghukum secara pasti. Presiden juga manusia! Rasanya pendidikan PPKN dan Akhlak mesti digalakkan di negeri ini. Oknum pengusaha dan politisi yang lacur main kucing-kucingan kalau soal Undang-Undang. Bahkan Undang-Undangnya dimanipulasi dan dibuat mainan. Wajar dong, ini adalah hukum manusia. Bukan hukum Tuhan. Mungkin, mereka bisa mempermainkan Undang-Undang, tapi mereka pasti tidak akan bisa mempermainkan Tuhan. “Bodoh amat, wong gue ateis”, jawab mereka.
Menurut saya yang banyak mewarnai kehidupan bangsa kita adalah media. Sekarang adalah pertarungan gagasan (gambar, kata-kata, dsb) lewat media: internet, TV, radio, koran dan lain sebagainya. Saya juga menyayangkan kalau tujuan utama media hanyalah uang sebagaimana digambarkan oleh Cak Nun. “Bad news is good news. Kalau ingus laku, jual ingus.”
Solusinya? Kontrol diri, sibukkan diri dengan karya yang menandingi bahkan mengungguli mereka. Tidak perduli mereka menggelontorkan sampah pada akal pikiran kita. Kalau ada filternya, pasti aman dan gak usah khawatir lagi. Melakukan pendekatan dengan para ateis itu, tidak mempan pakek agama. Jadi, pakek akal sehat saja! Agar Tuhan tidak dikhianati lagi oleh mereka, walaupun pasti Tuhan tidak akan pernah merasa dikhianati, maka tugas Anda untuk terjun dalam perang ide, produk dan media!
sumber foto: entertainmentgeek-jimmy.blogspot.com
 

NB: Silahkan IZIN kepada penulis di: ahmadsaifulislam@gmail.com (085733847622), bila berminat menerbitkan artikel-artikel di blog resmi ini. Terimakasih, Salam Menang…J) Yuk diskusi juga di @ipoenkchampion, dapatkan kultweet yang menyegarkan intelektual, emosional dan spiritual.
Bisa follow juga @MotivasiAyat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...