Selasa, 16 Oktober 2018

SEPERTI JALAN IKAN


Semua bencana yang terjadi di bumi kita ini, tidak terjadi dengan sendirinya. Selalu ada sebab musababnya. QS. Al Ankabut[29] ayat 40 di bawah ini bisa menjadi refleksi.

“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya. Maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan. Dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”

Antar komponen struktur bumi ini saling mempengaruhi. Itulah sistem tertutup yang Allah ciptakan. Semuanya saling terkait membentuk keseimbangan. Sekecil apa pun perubahan yang terjadi, menyebabkan pergeseran pada komponen yang lain.

Saling terkait seperti sebuah jala ikan yang dibentangkan kencang. Jika salah satu benang pada jala itu ada yang putus, maka akan terjadi perubahan bentuk secara keseluruhan. Begitulah kondisi bumi.

Contoh kongkretnya adalah gempa. Gempa yang pernah menimpa Aceh misalnya, telah menimbulkan ketidakstabilan pada wilayah berikutnya. Maka, beberapa waktu kemudian, gempa tersebut merembet ke sepanjang pantai selatan pulau Jawa. Terus bergerak sampai ke Indonesia Timur.

Pola itu bisa kita lihat juga pada gempa yang terjadi di Lombok, NTB baru-baru ini. Dengan korban meninggal dunia mencapai 436 jiwa. Tak lama kemudian, terjadi lagi gempa yang lebih besar di Palu, Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah yang meminta korban 2.045 jiwa. Lantas merembet ke Jawa Timur, tepatnya di Situbondo. Menewaskan 3 orang.

Dalam sejarah bencana tsunami dunia, kawasan lautan Hindia pada dasarnya bukan termasuk kawasan yang rawan tsunami. Justru kawasan lautan Pasifik yang paling sering. Kemudian Atlantik. Karenanya, sistem deteksi tsunami di kawasan ini tertata dengan baik. Negara-negara di kawasan lautan Hindia merasa tidak perlu memasang alat berharga jutaan dolar itu, sebab dianggap tidak efektif. Tapi anehnya, ternyata di kawasan inilah justru muncul gelombang tsunami terbesar dalam sejarah manusia yang paling mengerikan. Ya, gempa Aceh Desember 2004 itu memakan korban lebih dari 280 ribu jiwa.

Kebanyakan bencana tsunami lainnya terjadi di wilayah Pasifik. Tahun 1782 terjadi gelombang tsunami di Laut China Selatan yang menelan korban jiwa 40.000 orang, serta ribuan rumah hancur. Pada 1883 muncul tsunami akibat letusan gunung Krakatau yang korbannya lebih dari 36.500 jiwa. Tahun 1868 bencana yang sama melibas Chilie dan menewaskan sekitar 25.000 orang.

Meski begitu, pantai di wilayah Atlantik pun pernah diterjang oleh tsunami. Tepatnya pada 1775 terjadi gempa bumi di Lisbon. Gempa ini menyebabkan tsunami yang menghajar pantai Portugal, Spanyol dan Afrika Utara. Korbannya tak kurang dari 60.000 orang. Gelombangnya mencapai ketinggian 7 meter di laut Karibia.

Daerah itu beberapa kali dihantam tsunami. Tapi dalam skala yang lebih kecil. Sejak 1498 terjadi 37 kali tsunami yang menelan korban sekitar 9.500 orang. Tsunami besar lainnya muncul dengan gelombang raksasa pada tahun 1999 di laut Marmara, dekat Turki setelah gempa Izmit.

Bagaimana dengan polusi? Ya, polusi di suatu wilayah pun akan sangat berpengaruh pada kualitas atmosfer bumi secara keseluruhan. Ketika hutan Kalimantan terbakar, asapnya menyengsarakan tak hanya orang Kalimantan. Tapi juga semua negara tetangga.

Saat gunung Krakatau meletus tahun 1883, selain memunculkan tsunami yang menelan korban 36.500 jiwa di pantai ujung barat pulau Jawa, asapnya membumbung tinggi sampai terlihat dari daratan Eropa dan Amerika.

Ketika penduduk bumi banyak yang menggunakan gas Freon dan pengisi tabung semprot dengan gas perusak Ozon, maka lapisan ozon di bagian atas atmosfer rusak. Diamati dari luar angksa, lapisan Ozon di atas kutub selatan menjadi lubang sangat besar.

Dampak pemanasan global tersebut menjadi merembet. Yaitu, pergeseran mekanisme iklim di bumi. Pergerakan angin menjadi lebih liar dari biasanya. Hawa panas dan dingin lebih sering muncul di wilayah-wilayah empat musim sehingga memakan korban lebih banyak. Mekanisme hujan pun menjadi kacau. Sehingga menimbulkan berbagai banjir bandang dalam skala luas.

~ Salam ~

IG        : saifulislam_45
FB       : Berpikir Bersikap Beraksi
 : Ahmad Saiful Islam
Twitter : @tipkemenangan
 : @MotivasiAyat
Blog    : tipkemenangan.blogspot.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...