Alhamdulillah,
hari Jum’at 9 November 2018 ini kita bertemu lagi dengan bulan Rabiul Awal 1440
Hijriyah. Kita sangat senang, karena di bulan tersebut bayi kecil yang
diberkahi terlahir ke dunia. Kelak bayi itu diangkat oleh Allah menjadi
rasul-Nya yang terakhir untuk menuntun umat manusia pada jalan keselamatan. Jalan
kesuksesan dan kebahagiaan dunia akhirat.
Namanya
Muhammad bin Abdullah. Beliau lahir pada 570 Masehi di Mekah dan wafat pada 632
Masehi di Madinah, pada usia 63 tahun. Beliau adalah sosok yang sangat luar
biasa. Tidak hanya cerdas, tapi juga akhlaknya yang baik. Sebuah kepribadian
yang unik. Kehebatannya bukan hanya diakui oleh kaum Muslimin. Non Muslim pun
kagum dengan kiprahnya.
Maka,
wajar banyak orang yang mengenangnya. Mencintainya. Insya Allah selama ada
waktu dan ruang, umat manusia akan senantiasa mengingat namanya. Meneladaninya.
Bersholawat kepadanya. Menceritakan tentang hidup dan kehidupannya. Dengan lisan
dan tulisan. Dengan media audio visual. Dan seterusnya. Sampai kehancuran
semesta ini, yang disebut kiamat.
Cara
memperingatinya pun bermacam-macam. Itu seperti ekspresi kecintaan pada sang
rasul. Di Madura, Jawa Timur, dikenal tradisi Muludhen. Warga di Kabupaten
Padang Pariangan, Sumatera Barat, mempunyai Tradisi Bungo Lado yang berarti
bunga cabai. Ada tradisi Ngalungsur Pusaka di Garut, Jawa Barat. Masyarakat Loram Kulon, Jati, Kudus, Jawa
Tengah melakukan kirab Ampyang di depan Masjid Wali.
Di
Mojokerto, Jawa Timur, ada tradisi Keresen. Di Keraton Cirebon, Maulid Nabi
diperingati dengan tradisi Panjang Jimat. Pada zaman kesultanan Mataram saja, sudah
ada Maulid Nabi yang dikenal dengan sebutan Gerebeg Maulud. Dan di Cikoang,
Takalar, Sulawesi Selatan juga ada sebuah tradisi menyambut Maulid Nabi, yaitu
Maudu Lompoa Cikoang.
Penulis
sendiri memilih, lebih senang memperingati Maulid Nabi itu dengan cara mengenal
beliau melalui buku-buku sejarah yang ditulis oleh para cendekiawan. Tak kenal,
maka tak sayang. Kata pepatah. Nah, membagikan kisah beliau melalui media tulis
inilah semoga membuat kita cinta dan sayang kepada beliau dengan sebenar-benar
cinta. Buka cinta ikut-ikutan—hanya dengan ikut tradisi-tradisi yang disebut di
atas. Bukan pula cinta yang buta.
Tahun
lalu, Robiul Awal 1439 Hijriyah, kita sudah ‘melihat film’ kelahiran Muhammad
bayi, masa anak-anak, remaja, sampai Muhammad dewasa awal. Nah, untuk tahun
ini, sebulan ke depan, insya Allah kita akan melanjutkan melihat hidup sosok
istimewa tersebut saat beliau pertama kali mendapat wahyu dan seterusnya.
Semoga
ini bisa menambah cinta kita kepada kekasih Allah tersebut. Allohumma sholli
‘ala habibina Muhammad…
~
Salam ~
IG : saifulislam_45
FB : Berpikir Bersikap Beraksi
: Ahmad Saiful Islam
Twitter
: @tipkemenangan
:
@MotivasiAyat
Blog : tipkemenangan.blogspot.com
HOW TO LOVE MUHAMMAD SAW
Alhamdulillah,
this Friday November 9th, 2018 we can meet again with the month of Rabiul Awal
1440 Hijriyah. We are very happy, because in that month a blessed little baby
was born into the world. Later the baby is appointed by God to be His last
messenger to guide mankind on the path of salvation. The road to success,
happiness of the world and the hereafter.
His
name is Muhammad bin Abdullah. He was born in 570 AD in Mecca and died in 632
AD in Medina, at the age of 63 years. He is a very extraordinary figure. Not
only smart, but also good morals. A unique personality. His greatness is not
only recognized by Muslims. Non Muslims were amazed by their work.
So,
naturally many people remember and love him. God willing, as long as there is
time and space, they will always remember his name, imitate him, bless him, and
tell about his life. With oral and written. With audio visual media. Etc. Until
the destruction of the universe, which is called Judgment.
How
to remember him also varies. It was like an expression of love for the
messenger. In Madura, East Java, known as the Muludhen tradition. Residents in
Padang Pariangan Regency, West Sumatra, have the Bungo Lado Tradition which
means chili flowers. There is a tradition of Ngalungsur Pusaka in Garut, West
Java. The people of Loram Kulon, Jati, Kudus, Central Java do the Kirab Ampyang
in front of the Wali Mosque.
In
Mojokerto, East Java, there is the Keresen tradition. In the Cirebon Palace,
the Mawlid Prophet was celebrated with the tradition of Panjang Jimat. In the
days of the Mataram Sultanate, there was the Birthday of the Prophet known as
Gerebeg Maulud. And in Cikoang, Takalar, South Sulawesi, there is also a
tradition of welcoming the Birthday of the Prophet, namely Maudu Lompoa Cikoang.
The
author himself choses, preferring to commemorate the birthday of the Prophet by
knowing him through history books written by scholars. Not know, then not love.
The proverbs say. Well, sharing his story through this writing media, hopefully
making us love him with true love. It's not love going along - just by
following the traditions mentioned above. Nor is blind love.
Last
year, the Early Robiul 1439 Hijriyah, we had seen ‘films' birth of Muhammad
baby, childhood, adolescence, until Muhammad was an early adult. Well, for this
year, a month ahead, God willing, we will continue to see the life of this special
figure when he first received revelation and so on.
Hopefully
this can add to our love for the lover of Allah. Allohumma sholli ‘ala
habibina Muhammad ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar