Jumat, 09 November 2018

CARA MENCINTAI MUHAMMAD SAW


Alhamdulillah, hari Jum’at 9 November 2018 ini kita bertemu lagi dengan bulan Rabiul Awal 1440 Hijriyah. Kita sangat senang, karena di bulan tersebut bayi kecil yang diberkahi terlahir ke dunia. Kelak bayi itu diangkat oleh Allah menjadi rasul-Nya yang terakhir untuk menuntun umat manusia pada jalan keselamatan. Jalan kesuksesan dan kebahagiaan dunia akhirat.
Namanya Muhammad bin Abdullah. Beliau lahir pada 570 Masehi di Mekah dan wafat pada 632 Masehi di Madinah, pada usia 63 tahun. Beliau adalah sosok yang sangat luar biasa. Tidak hanya cerdas, tapi juga akhlaknya yang baik. Sebuah kepribadian yang unik. Kehebatannya bukan hanya diakui oleh kaum Muslimin. Non Muslim pun kagum dengan kiprahnya.
Maka, wajar banyak orang yang mengenangnya. Mencintainya. Insya Allah selama ada waktu dan ruang, umat manusia akan senantiasa mengingat namanya. Meneladaninya. Bersholawat kepadanya. Menceritakan tentang hidup dan kehidupannya. Dengan lisan dan tulisan. Dengan media audio visual. Dan seterusnya. Sampai kehancuran semesta ini, yang disebut kiamat.
Cara memperingatinya pun bermacam-macam. Itu seperti ekspresi kecintaan pada sang rasul. Di Madura, Jawa Timur, dikenal tradisi Muludhen. Warga di Kabupaten Padang Pariangan, Sumatera Barat, mempunyai Tradisi Bungo Lado yang berarti bunga cabai. Ada tradisi Ngalungsur Pusaka di Garut, Jawa Barat.  Masyarakat Loram Kulon, Jati, Kudus, Jawa Tengah melakukan kirab Ampyang di depan Masjid Wali.
Di Mojokerto, Jawa Timur, ada tradisi Keresen. Di Keraton Cirebon, Maulid Nabi diperingati dengan tradisi Panjang Jimat. Pada zaman kesultanan Mataram saja, sudah ada Maulid Nabi yang dikenal dengan sebutan Gerebeg Maulud. Dan di Cikoang, Takalar, Sulawesi Selatan juga ada sebuah tradisi menyambut Maulid Nabi, yaitu Maudu Lompoa Cikoang.
Penulis sendiri memilih, lebih senang memperingati Maulid Nabi itu dengan cara mengenal beliau melalui buku-buku sejarah yang ditulis oleh para cendekiawan. Tak kenal, maka tak sayang. Kata pepatah. Nah, membagikan kisah beliau melalui media tulis inilah semoga membuat kita cinta dan sayang kepada beliau dengan sebenar-benar cinta. Buka cinta ikut-ikutan—hanya dengan ikut tradisi-tradisi yang disebut di atas. Bukan pula cinta yang buta.
Tahun lalu, Robiul Awal 1439 Hijriyah, kita sudah ‘melihat film’ kelahiran Muhammad bayi, masa anak-anak, remaja, sampai Muhammad dewasa awal. Nah, untuk tahun ini, sebulan ke depan, insya Allah kita akan melanjutkan melihat hidup sosok istimewa tersebut saat beliau pertama kali mendapat wahyu dan seterusnya.
Semoga ini bisa menambah cinta kita kepada kekasih Allah tersebut. Allohumma sholli ‘ala habibina Muhammad…

~ Salam ~

IG        : saifulislam_45
FB       : Berpikir Bersikap Beraksi
 : Ahmad Saiful Islam
Twitter : @tipkemenangan
 : @MotivasiAyat
Blog    : tipkemenangan.blogspot.com

HOW TO LOVE MUHAMMAD SAW

Alhamdulillah, this Friday November 9th, 2018 we can meet again with the month of Rabiul Awal 1440 Hijriyah. We are very happy, because in that month a blessed little baby was born into the world. Later the baby is appointed by God to be His last messenger to guide mankind on the path of salvation. The road to success, happiness of the world and the hereafter.
His name is Muhammad bin Abdullah. He was born in 570 AD in Mecca and died in 632 AD in Medina, at the age of 63 years. He is a very extraordinary figure. Not only smart, but also good morals. A unique personality. His greatness is not only recognized by Muslims. Non Muslims were amazed by their work.
So, naturally many people remember and love him. God willing, as long as there is time and space, they will always remember his name, imitate him, bless him, and tell about his life. With oral and written. With audio visual media. Etc. Until the destruction of the universe, which is called Judgment.
How to remember him also varies. It was like an expression of love for the messenger. In Madura, East Java, known as the Muludhen tradition. Residents in Padang Pariangan Regency, West Sumatra, have the Bungo Lado Tradition which means chili flowers. There is a tradition of Ngalungsur Pusaka in Garut, West Java. The people of Loram Kulon, Jati, Kudus, Central Java do the Kirab Ampyang in front of the Wali Mosque.
In Mojokerto, East Java, there is the Keresen tradition. In the Cirebon Palace, the Mawlid Prophet was celebrated with the tradition of Panjang Jimat. In the days of the Mataram Sultanate, there was the Birthday of the Prophet known as Gerebeg Maulud. And in Cikoang, Takalar, South Sulawesi, there is also a tradition of welcoming the Birthday of the Prophet, namely Maudu Lompoa Cikoang.
The author himself choses, preferring to commemorate the birthday of the Prophet by knowing him through history books written by scholars. Not know, then not love. The proverbs say. Well, sharing his story through this writing media, hopefully making us love him with true love. It's not love going along - just by following the traditions mentioned above. Nor is blind love.
Last year, the Early Robiul 1439 Hijriyah, we had seen ‘films' birth of Muhammad baby, childhood, adolescence, until Muhammad was an early adult. Well, for this year, a month ahead, God willing, we will continue to see the life of this special figure when he first received revelation and so on.
Hopefully this can add to our love for the lover of Allah. Allohumma sholli ‘ala habibina Muhammad ...




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...