Minggu, 18 November 2018

TAWARAN DARI QURAISY

PERINGATAN MAULID 8 – 1440 H

Masuknya Hamzah pada Islam itu membuat kafir Quraisy semakin ragu untuk mengganggu Nabi. Sementara, mereka menganggap pergerakan Nabi itu akan meruntuhkan kedudukan tinggi mereka di kalangan bangsa Arab.
Mereka pun sepakat untuk mengubah taktik dan mengikuti saran yang diajukan oleh seorang Bani Abd al Syams, ‘Utbah bin Rabi’ah. “Mengapa aku tak menghadap Muhammad. Dan menawarkan sesuatu yang mungkin dia mau menerimanya? Asalkan dia mau mengentikan kecamannya terhadap kita, kita akan penuhi apa pun yang dia inginkan!”
‘Utbah menawarkan diri untuk tugas itu. Ia adalah sosok yang lebih ramah, lebih cerdas, dan dapat bekerja sama dibandingkan kebanyakan orang Quraisy. ‘Utbah juga tak lain adalah cucu ‘Abd Syams, saudara Hasyim. Ia pun segera meninggalkan majlis dan segera menemui Nabi di dalam Ka’bah.
Kepada Nabi ‘Utbah berkata, “Putra saudaraku. Engkau berasal dari suku yang mulia dan garis keturunan yang terhormat. Tapi sekarang, kau membawa masalah besar bagi kaummu. Engkau telah memecah belah kekerabatan mereka. Mencerca cara hidup mereka. Mencela agama dan tuhan-tuhan mereka. Serta mengkafirkan nenek moyang mereka.
“Sekarang, dengarkan saranku. Mungkin engkau berkenan menerimanya! Jika kau menginginkan kekayaan, kami bersedia mengumpulkan semua harta kekayaan kami untukmu sampai engkau menjadi orang terkaya di antara kami. Jika engkau mencari kemuliaan, kami akan mengangkatmu sebagai pemimpin kami. Kami tidak akan memutuskan perkara apa pun tanpa persetujuanmu.
“Jika engkau ingin menjadi raja, kami bersedia menobatkan dirimu sebagai raja kami. Jika engkau merasa tidak sanggup membebaskan diri dari gangguan setan yang menghampirimu, kami akan panggilkan seorang tabib. Berapa pun besarnya biaya yang harus kami tanggung.”
Setelah ‘Utbah selesai berbicara, Nabi menjawab, “Sekarang dengarkan aku hai Abu al Walid! Nabi lantas membacakan ayat yang baru saja beliau terima: ayat tentang wahyu itu sendiri, penciptaan langit dan bumi, tentang para nabi dan kaum yang mengingkari ayat-ayat Allah serta akibat buruk pengingkaran itu, serta kaum beriman yang dijanjikan perlindungan para malaikat di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Nabi menutup pembacaannya dengan, “Dan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya adalah malam dan siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan jangan pula pada bulan. Tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu menyembah hanya kepada-Nya (QS.41:37).” Beliau langsung bersujud, lalu berkata, “Engkau telah mendengarkan apa yang kuucapkan, hai Abu al Walid! Sekarang, semuanya terserah padamu!”
Ketika ‘Utbah kembali pada teman-temannya, mereka terkejut melihat ekspresi wajahnya. “Apa yang telah terjadi padamu, hai Abu al Walid?” tanya mereka. “Aku telah mendengarkan pernyataan yang tidak pernah kudengar sebelumnya. Kalimat itu bukanlah untaian puisi, demi Tuhan, juga bukan sihir atau ramalan.”
“Hai kaum Quraisy,” lanjut ‘Utbah, “Dengankanlah aku dan lakukan apa yang kukatakan. Janganlah kalian menghalangi lelaki ini. Biarkan dia. Karena demi Tuhan, kata-kata yang kudengarkan darinya akan diterima sebagai berita besar. Jika bangsa Arab mengalahkannya, kalian akan terbebas darinya berkat pihak lain. Tapi jika dia menaklukkan bangsa Arab, kedaulatan kalian akan menjadi kedaulatan kalian juga, kemuliaannya akan menjadi kemuliaan kalian juga, dan kalian akan menjadi orang yang paling beruntung.”
Ada salah seorang di antara mereka yang belum puas. Ia mengajak teman-temannya untuk mengundang Nabi untuk berbicara dan berdebat. Nabi pun mendatanginya sambil sangat berharap mereka bersedia menerima kebenaran. Tapi harapannya pudar. Mereka mengulangi lagi tawaran yang telah disampaikan ‘Utbah.
Dengan mantap Nabi menjawab, “Aku tidak mencari harta kekayaan. Tidak menginginkan kemuliaan di antara kalian. Tidak berhasrat menjadi raja kalian. Tetapi, Allah mengutusku sebagai rasul-Nya dan menurunkan kitab suci-Nya kepadaku. Aku diperintahkan supaya penyampaikan kabar gembira dan peringatan kepada kalian. Karena itulah, aku sampaikan ajaran Tuhanku dan nasihat baikku kepada kalian. Jika kalian mau menerima apa yang kubawa, kalian pasti beruntung di dunia ini dan di akhirat nanti. Tetapi jika kalian menolak ajaranku, aku akan bersabar menanti keputusan Allah di antara kita.”
Mereka menanggapi begini, “Mintalah kepada Tuhanmu agar bukit-bukit yang mengelilingi kami ini digeser, sehingga tanah kami menjadi datar, serta sungai-sungai mengalir seperti di Suriah dan Irak. Mintalah kepada Tuhanmu agar nenek moyang kami dihidupkan kembali, termasuk Qushay, sehingga kami dapat bertanya apakah yang kau katakan itu benar atau dusta.
“Atau jika tidak, mintalah sesuatu untuk memenangkan dirimu sendiri. Mintalah kepada Tuhanmu agar mengutus malaikat yang akan membuktikan kebenaran kata-katamu dan memastikan kebohongan kami. Dan mintalah kepada-Nya untuk memberi taman-taman, istana, emas, dan perak, sehingga kami dapat mengetahui ketinggian martabatmu di sisi Tuhanmu.”
Dengan tegas Nabi menjawab, “Aku tidak mau meminta semua itu kepada Tuhan. Aku tidak diutus untuk itu. Tuhan mengutusku untuk memberi peringatan dan kabar gembira.”
Mereka terus berusaha menjatuhkan Nabi. “Kami mendengar bahwa seorang di Yamamah, bernama Rahman, sudah mengajarkan semua in kepadamu. Kami tidak akan percaya kepada Rahman!” kata mereka lagi.
Nabi tetap diam. Mereka terus saja melanjutkan, “Kini kami bersumpah di hadapanmu,Muhammad! Demi tuhan, kami tidak akan membiarkanmu tenang. Kami tidak akan tinggal diam sebelum kami dapat menundukkanmu atau engkau membinasakan kami!”
Di antara mereka ada yang menambahkan, “Kami tidak akan mempercayaimu sampai engkau menunjukkan kepada kami Tuhan dan para malaikat sebagai bukti.” Setelah mendengarnya, Nabi bangkit.
Saat Nabi beranjak hendak meninggalkan mereka, Abd Allah, putra Abu Umayah dari Bani Makhzum, ikut berdiri. Sepupu Nabi ini berkata, “Aku tidak akan mempercayaimu selamanya sebelum aku melihat sendiri engkau bisa naik mencapai langit, kemudian turun lagi ke bumi membawa empat malaikat untuk membenarkan pengakuanmu! Kalau itu terjadi, aku baru mungkin mempercayaimu!”
Mendengar kata-kata semacam itu dari kerabatnya sendiri, Nabi pulang dengan hati yang sedih dan pilu. Lebih sedih lagi, kini terbentang jarak yang jauh antara beliau dan para pemimpin kaumnya.
Sementara itu, dari kabilah Makhzum, Nabi setidaknya masih punya seorang pengikut. Namanya, Abu Salamah, putra bibinya, yang bernama Barrah. Abu Salamah mempunyai sepupu yang kaya raya dari pihak ayahnya, yang bernama Arqam.
Arqam menemui Nabi, dan mengucapkan kalimat syahadat. Kemudian ia menyerahkan rumahnya yang luas yang terletak di dekat bukit Shafa, sebagai tempat kegiatan Islam. Sejak itu, kaum mukmin memiliki tempat persembunyian di pusat Mekah. Di tempat itulah mereka dapat bertemu dan salat bersama tanpa takut terlihat atau diganggu…

~ Salam ~

IG        : saifulislam_45
FB       : Berpikir Bersikap Beraksi
 : Ahmad Saiful Islam
Twitter : @tipkemenangan
 : @MotivasiAyat
Blog    : tipkemenangan.blogspot.com

Untuk pertanyaan, diskusi, dan lain-lain, silakan di kolom comment. Terimakasih…





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...