Sabtu, 10 November 2018

JIBRIL MENJELMA MANUSIA


Suatu hari Muhammad bermimpi. “Bagaikan kilatan cahaya,” begitu ia mengumpamakan mimpi tersebut. Mimpi tersebut membuat ia kemudian lebih senang menyendiri. Sebuah penyendirian spiritual yang disebut tahannuts. Ia melakukannya di sebuah gua di Bukit Hira—tidak jauh dari pinggiran kota Mekah.
Tahannuts ini sudah familier bagi kaum Quraisy. ‘Meditasi’ itu sudah menjadi praktik tradisional di kalangan keturunan Ismail. Selalu ada satu atau dua orang yang mengasingkan diri ke tempat yang terisolasi dalam waktu yang lama, pada setiap generasi. Tujuannya, supaya terbebaskan dari kontaminasi dunia manusia.
Muhammad membawa berbagai perbekalan dan mengkhusyukkan diri pada malam-malam tertentu. Kemudian pulang ke keluarganya. Terkadang ia mengambil lebih banyak perbekalan dan kembali lagi ke bukit tersebut.
Bulan yang bisa digunakan untuk mengasingkan diri itu adalah Ramadan. Saat itu Muhammad sudah berumur 40 tahun. Ketika ia sendirian di dalam gua—suatu malam menjelang akhir Ramadan—seorang malaikat mendatanginya dengan rupa manusia. Malaikat itu tiba-tiba memerintah, “Bacalah!”
“Aku tak bisa membaca,” jawab Muhammad. Lebih gamblang, Muhammad menuturkan begini: “Malaikat itu mendekapku sampai aku sulit bernapas. Lalu, ia melepaskanku dan berkata, ‘Bacalah!’ Kujawab, ‘Aku tak dapat membaca!’ Ia mendekapku lagi hingga aku tersesak. Ia melepaskanku dan berkata, ‘Bacalah!’ Lagi-lagi kujawab, ‘Aku tak dapat membaca!’ Kemudian ketiga kalinya ia mendekapku seperti sebelumnya. Dan melepaskanku, lantas berkata:
‘Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan!
Dia telah menciptakan manusia dari sesuatu yang menggumpal.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.
Yang mengajar manusia dengan pena (qalam).
Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya (QS. 96: 1-5)’.”
Muhammad lantas mengulangi kalimat yang diucapkan Jibril tersebut, dan kemudian meninggalkannya. Muhammad berkata, “Sepertinya kalimat itu tertanam dalam hatiku.” Meski ia takut jangan-jangan telah menjadi penyair yang terilhami oleh jin atau orang yang kesurupan. Karenanya ia lantas lari keluar gua.
Muhammad menyusuri tebing. Cepat-cepat ia pulang. “Selimuti aku! Selimuti aku!” pintanya kepada isterinya, Khadijah, saat tiba di rumah. Tubuhnya masih gemetar. Ia merebah di atas dipan. Diliputi rasa cemas dan pikirannya penuh tanda tanya, Khadijah cepat-cepat menyelimutinya.
Saat rasa takutnya mulai mereda, Muhammad menceritakan kepada Khadijah apa yang telah dilihat dan didengarnya. Khadijah lantas pergi menceritakan hal itu kepada sepupunya, bernama Waraqah, yang sudah tua dan buta. “Quddus! Quddus!” kata Waraqah. “Demi Tuhan yang menguasai jiwaku, yang mendatangi Muhammad adalah Namus yang dulu juga mendatangi Musa. Sungguh Muhammad adalah nabi bagi kaumnya. Yakinkanlah dia!”
Beberapa hari setelah menyempurnakan bilangan tahannuts, sang nabi itu bertemu langsung dengan Waraqah. “Ceritakanlah kepadaku, wahai putra saudaraku, apa yang telah engkau lihat dan dengar,” kata Waraqah. Nabi pun menceritakannya. Setelah mendengarnya, orang tua tersebut mengatakan kembali apa yang telah ia sampaikan kepada Khadijah. Namun, kali ini dengan tambahan berikut.
“Engkau akan didustakan orang. Akan diperlakukan buruk. Mereka akan mengusirmu. Bahkan berperang melawanmu! Seandainya aku masih hidup pada saat-saat itu, Allah tahu, aku pasti akan membela kebenaran agama-Nya.” Lantas, Waraqah merangkul Muhammad dan mencium ubun-ubunnya. Nabi pun kemudian pulang ke rumah.
Kenabian Muhammad dipertegas dengan wahyu berikutnya. Ketika ditanya tentang bagaimana wahyu datang kepadanya, Nabi menyebut dua cara: “Terkadang wahyu datang kepadaku seperti bunyi sebuah bel. Cara itulah yang terberat bagiku. Bunyi itu menghilang setelah aku memahaminya. Terkadang, malaikat menampakkan diri dalam rupa manusia. Ia berbicara kepadaku, lalu aku mengerti apa yang dikatakannya.”
Wahyu yang kedua kalinya itu dimulai dengan sebuah huruf tunggal. Ini merupakan contoh awal dari beberapa huruf yang memulai beberapa surah dalam Alquran.
“Nun. Demi pena, dan apa yang mereka tulis. Berkat nikmat Tuhanmu, kamu sekali-kali bukan orang gila. Dan sesungguhnya bagi kamu pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (QS. 68:1-4).”
Setelah turunnya pesan-pesan pertama itu, ada masa yang cukup lama wahyu tidak turun lagi kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau pun khawatir jangan-jangan telah menyebabkan Tuhan tidak senang. Khadijah terus meyakinkan beliau bahwa hal demikian tidak mungkin. Kemudian, masa yang menggelisahkan sang Nabi itu pun berakhir. Datanglah kepastian yang memuat perintah pertama berkaitan langsung dengan misinya.
“Demi terangnya waktu pagi. Demi malam tatkala sunyi. Tuhanmu tidak meninggalkanmu dan tidak pula membencimu. Sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan. Dan, kelak Tuhanmu pasti memberkan karunia-Nya kepadamu lalu hatimu menjadi puas. Bukankah dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? Dia mendapatimu  sebagai seorang yang bingung, lalu dia memberimu petunjuk. Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu dia mencukupimu. Maka janganlah engkau berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim. Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, siarkanlah (QS. 93:1-11).”

~ Salam ~

IG        : saifulislam_45
FB       : Berpikir Bersikap Beraksi
 : Ahmad Saiful Islam
Twitter : @tipkemenangan
 : @MotivasiAyat
Blog    : tipkemenangan.blogspot.com

Untuk pertanyaan, diskusi, dan lain-lain, silakan di kolom comment. Terimakasih…
GABRIEL INCARNATING INTO HUMAN

One day Muhammad dreamed. "Like a flash of light," he likens the dream. The dream made him later prefer to be alone. A spiritual solitude called tahannuts. He did it in a cave on Hira Hill — not far from the outskirts of Mecca.
The tahannuts is familiar to the Quraysh. 'Meditation' has become a traditional practice among the descendants of Ismail. There were always one or two people who isolated themselves in an isolated place for a long time, in each generation. The goal is to be liberated from the contamination of the human world.
Muhammad brought various provisions and became absorbed on certain nights. Then went home to his family. Sometimes he took more supplies and returned to the hill.
The month that can be used to isolate him self was Ramadan. At that time Muhammad was 40 years old. When he was alone in the cave — one night near the end of Ramadan — an angel came to him in human form. The angel suddenly ordered, "Read!"
"I can't read," said Muhammad. More explicitly, Muhammad said this: "The angel hugged me until I had difficulty breathing. Then, he let me go and said, 'Read!' I answered, 'I can't read!' He held me again until I had difficulty breathing. He let me go and said, 'Read!' Again, I answered, 'I can't read!' Then the third time he held me as before. And let me go, then said:
‘Read in the name of your Lord Who created!
He has created humans from something that is lumpy.
Read, and your Lord is the Most Gracious.
Who teaches man with a pen (qalam).
He taught people what they did not know (QS. 96: 1-5) '."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...