PERINGATAN
MAULID 13 – 1440 H
Mengetahui
penyiksaan yang dialami pengikutnya, Nabi bersabda, “Jika kalian pergi ke
negeri Abyssinia, di sana kalian akan dapati seorang raja yang adil dan
bijaksana. Suatu negeri yang kalian bebas dan leluasa dalam beragama. Sampai
suatu saat Allah memberikan jalan yang dapat menghindarkan penderitaan yang
kalian tanggung sekarang ini.” Beberapa sahabat beliau pun berangkat ke
Abyssina.
Para
pengungsi itu sekitar delapan puluh orang, selain anak kecil. Mereka disambut
baik di Abyssinia. Diberi kebebasan penuh untuk beribadah. Mereka tidak
berangkat bersamaan. Tetapi secara rahasia dan per kelompok kecil.
Para
pemimpin Quraisy tidak membiarkan pengungsi itu tenang di Abyssinia. Mereka
lalu menyiapkan sejumlah hadiah berharga bagi orang-orang Abyssinia. Kerajinan
kulit yang mereka hadiahkan cukup untuk menyuap semua jenderal Negus. Ada pula
hadiah lain yang berlimpah. Kemudian dengan hati-hati mereka memilih dua orang
utusan. Salah satunya adalah Amr ibn al Ash, dari Bani Abd al Syam.
Kaum
Qurasiy mendekati setiap jenderal secara terpisah, memberinya hadiah, sambil
berkata, “Beberapa pria dan wanita bodoh dari kaum kami telah melarikan diri ke
kerajaan ini. Mereka telah meninggalkan agama mereka. Bukan untuk memeluk agama
Anda, tapi agama yang mereka ciptakan, yang tak Anda maupun kami kenal. Para
pemuka kaum mereka telah mengutus kami kepada raja Anda agar beliau berkenan
memulangkan mereka. Maka, ketika kami menuturkan tentang mereka kepada beliau,
nasihatilah beliau untuk menyerahkan mereka kepada kami tanpa menanyakan apa
pun terhadap mereka. Karena kaum mereka melihat yang terbaik bagi mereka.”
Semua
jenderal setuju. Dua utusan Quraisy itu pun memberikan hadiah kepada Negus, dan
menambahkan, “Para pemuka kaum mereka, yang juga ayah, paman, dan kerabat
mereka, memohon kepadamu agar mereka dikembalikan.”
Para
jenderal itu hadir di pertemuan tersebut. Mereka serentak mendesak Negus agar
permintaan kedua utusan itu dipenuhi. Namun Negus tidak berkenan dan berkata,
“Tidak! Demi Tuhan. Mereka tidak boleh dikhianati. Mereka tidak akan aku
serahkan, sebelum aku memanggil mereka dan menanyakan perihal mereka seperti
yang dikemukakan utusan ini.”
“Jika
memang benar seperti yang dikatakan,” lanjut Negus, “maka mereka akan
kuserahkan untuk dibawa kembali kepada kaum mereka masing-masing. Tapi jika
tidak, aku akan menjadi pelindung yang baik selama mereka meminta
perlindunganku.”
Negus
kemudian memanggil para sahabat Nabi itu. Pada saat yang sama, ia mengumpulkan
para pendetanya. Para pendeta ini membawa kitab-kitab suci mereka yang
diletakkan di sekitar kursi raja. Amr dan rekannya berusaha mencegah pertemuan
Negus dan para pengungsi tersebut.
Orang
Abyssinia adalah penganut Kristen. Banyak yang saleh. Mereka telah dibaptis,
menyembah Tuhan yang satu, dan melaksanakan dengan khusyuk sakramen di
Eucharist. Para pendeta itu kagum ketika mereka tahu bahwa para pengungsi itu
lebih mirip mereka dibanding utusan Quraisy yang telah lebih dulu menghadap.
Tidak
semua Nabi haruskan berhijrah. Keluarga Utsman sempat akan membatalkan
kepergiannya, namun Nabi mengizinkannya pergi dan membawa serta Ruqayyah.
Kehadiran mereka menjadi sumber kekuatan bagi masyarakat di pengasingan itu.
Pasangan lainnya adalah Ja’far dan istrinya, Asma. Keduanya sangat dilindungi
oleh Abu Thalib. Dan Ja’far menjadi juru bicara yang fasih. Kepribadiannya juga
paling unggul.
Suatu
hari Nabi pernah berkata kepada Ja’far, “Engkau mirip denganku dalam penambilan
dan karakter.” Nabi memilih Ja’far untuk memimpin para pengungsi itu. Daya
tarik serta kecerdasannya diperkuat oleh Mush’ab dari Abd al Dar—pemuda yang
dipercaya Nabi untuk sebuah misi penting karena bakat alamiah yang dimilikinya.
Orang
terkenal berikutnya adalah pemuda Bani Makhzum, Syammas—ibunya adalah saudara
Utbah. Namanya yang berarti, ‘petugas gereja Kristen’, disandangkan kepadanya
karena Mekah pernah dikunjungi tokoh Kristen yang terhormat dengan jabatan
itu—lelaki sangat tampan yang menimbulkan kekaguman. Lantas Utabah berkata,
“Akan kutunjukkan kepadamu seorang Syammas yang lebih tampan darinya.
Lalu ia pergi membawakan keponakannya itu ke hadapan mereka.
Saat
itu, Zubayr, putra Shafiyyah, juga hadir. Begitu juga para sepupu Nabi yang
lain: Thulayb putra Arwa, dua putra Umaymah, Abd Allah ibn Jahsy dan Ubaydillah
serta isterinya, Umm Habibah; serta dua putra Barrah, Abu Salamah dan Abu
Sabrah—keduanya beserta isteri masing-masing. Umm Habibah adalah wanita
tercantik di antara para pengungsi pertama ini.
Setelah
mereka berkumpul semua, Negus berkata kepada mereka, “Agama apa yang membuat
kalian berpisah dari kaum kalian, sedangkan kalian tidak memeluk agamaku, juga
tidak memeluk agama suku-suku di sekitar kami?”
Ja’far
menjawab, “Wahai Raja! Dulu, kami adalah orang-orang jahiliah, menyembah berhala-berhala,
memakan daging yang najis, melakukan maksiat, dan pihak yang kuat menerkam yang
lemah. Begitulah kami sampai Allah mengutus seorang rasul dari kalangan kami,
seorang yang garis keturunannya kami ketahui, juga kejujuran, integritas, dan penghargaannya
terhadap kebenaran.
“Ia
mengajak kami kepada Allah, bersaksi akan keesaan-Nya, menyembah-Nya, dan
meninggalkan batu-batu serta berhala-berhala yang kami dan orang tua kami
sembah. Ia memerintahkan kami untuk berkata benar, memenuhi janji, menghormati
ikatan kekerabatan, dan hak-hak tetangga kami. Ia melarang kami melakukan
kejahatan dan pertumpahan darah. Karenanya, kami hanya menyembah Allah semata,
tidak menyekutukan-Nya, menjauhi apa yang diharamkannya dan melakukan apa yang
dibolehkan-Nya.
“Karena
alasan ini kamu kami menentang dan menyiksa kami agar murtad dari agama kami
dan tidak lagi menyembah Allah serta kembali menyembah berhala. Karena itu juga
kami datang ke negeri Tuan, memilih Anda dari yang lain. Dan kami puas dengan
perlindungan Anda. Harapan kami, wahai raja, di sini, bersamamu, kami tidak
diperlakukan sewenang-wenang.”
Penerjemah
kerajaan menerjemahkan semua perkataan Ja’far. Negus kemudian bertanya apakah
ada wahyu ilahi yang dibawa nabi mereka. Saat Ja’far mengiyakan, Negus berkata,
“Bacakanlah kepadaku!” Segera Ja’far membaca sebagian Surah Maryam, yang baru
diturunkan—tidak lama sebelum keberangkatan mereka seperti berikut.
QS.
Maryam[19]: 16-21
Dan
ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Alquran, Yaitu ketika ia menjauhkan diri
dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur. Maka ia mengadakan tabir
(yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus ruh Kami (Jibril)
kepadanya. Maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna.
Maryam berkata, "Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan yang
Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.” Ia (Jibril) berkata,
"Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu
seorang anak laki-laki yang suci.” Maryam menjawab, "Bagaimana akan ada
bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun
menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!" Jibril berkata,
"Demikianlah.” Tuhanmu berfirman, "Hal itu adalah mudah bagiku; dan
agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari
kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan.”
Negus
menangis. Begitu juga para pendetanya, saat mendengarnya. Mereka menangis
kembali saat ayat itu diterjemahkan. “Ini benar-benar berasal dari sumber yang
sama seperti yang dibawa oleh Yesus,” kata Negus. Kemudian ia berkata kepada
para utusan Quraisy, “Engkau boleh pergi! Karena demi Tuhan, aku tidak akan
menyerahkan mereka kepadamu. Mereka tidak boleh dikhianati.”
Tapi
ketika kedua utusan itu keluar dari istana, Amr berkata kepada temannya, “Besok
akan aku ceritakan kepada Negus suatu hal yang dapat menghancurkan kemakmuran
mereka ini sampai ke akar-akarnya. Aku akan mengatakan kepadanya bahwa mereka
menyebut Yesus putra Maryam adalah seorang hamba.” Maka, keesokan paginya ia
menghadap Negus dan berkata, “Wahai Raja! Mereka telah mengucapkan kebohongan
besar tentang Yesus putra Maryam. Panggillah mereka dan tanyakan apa yang
mereka katakana tentang Yesus.
Karena
itu, para pengungsi itu dipanggil kembali untuk menghadap Negus dan
menceritakan kepadanya pendapat mereka tentang Yesus. Mereka serta-merta cemas
karena persoalan seperti ini tidak pernah mereka alami. Mereka saling
berkonsultasi satu sama lain tentang jawabannya, meskipun mereka semua tahu
bahwa mereka tidak punya pilihan lain selain mengatakan apa yang telah Allah
firmankan.
Ketika
para pengungsi tersebut masuk istana, dan pertanyaan itu ditujukan kepada
mereka, “Apa yang kalian katakan tentang Yesus putra Maryam?” Ja’far
menjawabnya dengan baik bahwa Yesus adalah hamba sekaligus rasul-Nya. Setelah
mendengar jawaban tersebut, Negus mengizinkan mereka pergi sesuka hati
sekaligus menjamin keamanan mereka di negeri itu. Ia pun tidak menerima hadiah
dari Amr dan temannya. Lantas keduanya kembali ke Mekah dengan rasa malu.
~
Salam ~
IG : saifulislam_45
FB : Berpikir Bersikap Beraksi
: Ahmad Saiful Islam
Twitter
: @tipkemenangan
:
@MotivasiAyat
Blog : tipkemenangan.blogspot.com
Untuk
pertanyaan, diskusi, dan lain-lain, silakan di kolom comment. Terimakasih…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar