Kaum
Quraisy memutuskan untuk mengutus dua orang ke Yatsrib untuk berkonsultasi
dengan para rabi Yahudi. “Tanyakan kepada mereka tentang Muhammad. Gambarkan
siapa dia, dan ceritakan apa yang dikatakannya. Karena mereka adalah para Ahli
Kitab pertama dan mengetahui perihal nabi yang tak kita ketahui,” kata mereka
kepada dua utusan tersebut.
“Tanyakan
kepadanya tentang tiga hal! Setelah itu, kami akan memberikan informasi kepada
kalian. Jika ia menceritakan kepada kalian tentang tiga hal itu, maka ia memang
seorang nabi yang diutus Tuhan. Tapi jika tidak, maka ia pendusta. Tanyakan
kepadanya kisah sekelompok pemuda yang meninggalkan kaum mereka pada zaman
dahulu, dan bagaimana kejadian yang menimpa mereka. Sebab kisah mereka adalah
sebuah kisah yang mengagumkan,” jawab para rabi Yahudi.
“Tanyakan
juga berita-berita mengenai petualang yang sampai pada ujung bumi di timur dan
di barat. Lalu tanyakanlah tentang ruh. Apa itu ruh? Jika ia menceritakan
kepada kalian ketiga hal tersebut, maka ikutilah ia. Sebab, ia seorang nabi,”
lanjutnya.
Ketika
kedua utusan itu kembali ke Mekah dengan membawa kabar tersebut, para pemimpin
Quraisy mendatangi Nabi. Lantas menanyakan ketiga pertanyaan itu. Nabi
mengatakan, “Besok akan kujelaskan kepada kalian,” beliau tidak mengucapkan
“insya Allah”. Ketika mereka datang menuntut jawaban, beliau tak dapat
menjawabnya.
Begitulah
hari demi hari berlalu. Hingga lima belas malam, beliau masih belum mendapatkan
wahyu. Jibril juga tidak pernah datang sejak mereka mengajukan pertanyaan
kepada Nabi itu. Masyarakat Mekah mengejek dan menantangnya. Beliau pun gusar
dan sangat sedih dengan apa yang mereka ucapkan, sebab beliau belum menerima
bantuan yang diharapkan.
Kemudian,
Jibril membawakan sebuah wahyu yang mengingatkan Nabi yang sedih karena apa
yang dikatakan kaumnya. Jibril memberi beliau jawaban ketiga pertanyaan
tersebut. Penantian panjang beliau dikisahkan dalam kalimat, “Dan jangan
sekali-kali kamu mengatakan kepada mereka, ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan
itu besok pagi, kecuali mengucapkan insya Allah’ (QS.18:23-24).”
Kisah
sekelompok pemuda yang meninggalkan kaum mereka itu sering disebut sebagai
kisah orang-orang Ephesus yang tidur. Karena pada pertengahan abad ketiga
Masehi, ada beberapa pemuda yang beriman dan menyembah Tuhan Yang Esa, pada
saat kaum mereka menjadi penyembah berhala. Jika tidak mengikuti kaumnya itu,
mereka akan dihukum. Nah, untuk menghindari hukuman tersebut, mereka
bersembunyi di dalam sebuah gua. Alquran lebih rinci lagi (QS.18: 9-25).
Ada
pun pertanyaan kedua, petualang besar itu bernama Dzulqarnayn, pemilik dua
tanduk. Wahyu menyebutkan bahwa perjalanannya ke barat dan ke timur jauh, dan
kemudian—menjawab lebih dari yang ditanyakan—menceritakan perjalanan ketiga
yang misterius ke suatu tempat yang terletak di antara dua gunung. Masyarakat
meminta Dzulqarnayn agar membuat sebuah penghalang yang dapat melindungi mereka
dari Ya’juj dan Ma’juj yang akan merusak negeri mereka.
Menjawab
pertanyaan ketiga, wahyu menyatakan bahwa persoalan ruh itu di luar jangkauan
pikiran manusia. “Dan, mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah,
‘ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit’ (QS.17: 85).”
Para
pemuka Quraisy tidak mau terikat dengan nasihat para rabi itu. Para rabi itu
sendiri tidak mau mengakui Nabi. Meskipun jawaban beliau melampaui yang mereka
harapkan. Namun, jawaban tersebut membuat pihak-pihak lain masuk Islam. Mereka
merasa semakin terancam. Sehingga mereka lebih keras lagi melancarkan
penganiayaan dan perlakuan buruk terhadap para pemeluk Islam.
Setiap
kabilah sepakat menghukum orang-orang muslim dari pihak mereka sendiri. Mereka
akan memenjarakan dan menyiksa kaum muslim dengan pukulan, membiarkan mereka
dalam kelaparan dan kehausan. Kemudian diseret ke tanah gersang di Mekah saat
terik panas matahari berada pada puncaknya. Supaya mereka keluar dari Islam.
Umayyah,
pemimpin Jumah, memiliki seorang budak Afrika bernama Bilal, yang telah menjadi
mukmin. Pada siang hari, Umayyah menyeretnya ke tempat terbuka. Ia memakunya ke
tanah sambil menindihkan sebongkah batu besar di atas dadanya. Ia bersumpah
bahwa budaknya itu akan tetap diperlakukan seperti itu sampai mati, atau sampai
murtad dari Nabi dan kembali menyembah al Lat dan al Uzzah.
Selama
menahan penyiksaan tersebut, Bilal mengucapkan, “Ahad! Ahad!” saat itulah,
kebetulan Waraqah lewat dan berkata, “Sesungguhnya Dia itu Ahad! Ahad, wahai
Bilal.” Kemudian ia menghadap ke Umayyah dan berkata, “Aku bersumpah, demi
Tuhan! Jika engkau membunuhnya maka aku akan menjadikan kuburannya sebagai
tempat suci.”
Tak
semua orang Quraisy tinggal di tengah-tengah kabilahnya sendiri. Abu Bakar
menempatii sebuah rumah di tengah pemukiman Bani Jumah. Nabi biasa mengunjungi
Abu Bakar di sore hari. Sebagian risalah Nabi di hadapan Abu Bakar. Bilal masuk
Islam pun melalui Abu Bakar. Ketika melihat bilal disiksa, ia berkata kepada
Umayyah, “Tidak takutkah engkau kepada Allah memperlakukan orang lemah ini
seperti ini?”
Umayyah menyahut, “Engkaulah yang telah
memengaruhinya. Karenanya, selamatkanlah ia dari apa yang engkau saksikan.”
“Aku
akan membebaskannya,” jawab Abu Bakar. “Aku mempunyai seorang budak hitam yang
lebih tegap dan lebih kuat dari dia. Orang dari agamamu. Aku akan serahkan dia
kepadamu sebagai ganti Bilal.” Umayyah setuju. Kemudian Abu Bakar membawa
Bilal, lantas membebaskannya.
Abu
Bakar juga telah membebaskan enam orang lainnya. Salah satunya adalah Amir bin
Fuhayrah. Ia orang yang sangat teguh beragama, salah seorang pemeluk Islam
awal. Amir seorang penggembala. Setelah dibebaskan, Amir bertanggung jawab atas
hewan piaraan Abu Bakar. Budak lain yang dibebaskan adalah budak wanita milik
Umar. Budak ini telah masuk Islam, dan Umar memukulnya supaya dia murtad. Abu
Bakar membelinya dan segera membebaskannya.
Abu
Jahl adalah termasuk penyiksa yang paling kejam. Jika ada pemeluk Islam yang
memiliki keluarga yang berkuasa untuk melindunginya, Abu Jahl hanya akan
menghinanya. Berjanji akan menjatuhkan reputasinya. Kalau pedagang, maka Abu Jahl
mengancam akan menghentikan perdagangannya dan mengatur pemboikotan massal
sampai bangkrut.
Jika
orang itu lemah, tidak mempunyai pelindung, dan berasal dari kabilahnya, maka Abu
Jahl akan menindasnya. Abu Jahl memiliki berbagai sekutu yang berkuasa di
beberapa kabilah lain. Ia mendorong mereka untuk melakukan hal yang sama
terhadap pemeluk Islam yang lemah dan tidak memiliki pelindung dari kabilah
mereka sendiri.
Melalui
dia warga kabilahnya menyiksa tiga orang sekutu mereka yang lemah: Yasir,
Sumayyah, dan anak mereka yang bernama Ammar. Mereka tidak mau murtad dari
Islam. Sumayyah akhirnya meninggal.
Ada
pun beberapa korban dari Makhzum dan kabilah lainnya tidak dapat menahan
siksaan. Penyiksa akan mengurangi penganiayaannya jika mereka setuju terhadap
apa yang dikatakan, “Bukankah al Lat dan al Uzza tuhan-tuhanmu di samping
Allah?” Mereka menjawab, “Iya.” Dan saat ada seekor serangga terbang, “Bukankah
serangga ini tuhanmu selain Allah?” Mereka menjawab, “ya,” semata-mata untuk
menghindari penderitaan yang tak dapat ditahan lagi.
Pengakuan
tersebut hanya di mulut. Bukan dari hati. Yang melakukan itu, tidak bisa lagi
mengamalkan ajaran Islam, melainkan sembunyi-sembunyi. Sebagian mereka tak
punya privasi lagi. Bagi mereka, ada contoh wahyu yang baru saja diturunkan. Wahyu
itu berkisah tentang para pemuda yang meninggalkan kaum mereka dan melarikan
diri di jalan Tuhan dibanding mengalah untuk menyembah tuhan-tuhan lainnya..
~
Salam ~
IG : saifulislam_45
FB : Berpikir Bersikap Beraksi
: Ahmad Saiful Islam
Twitter
: @tipkemenangan
:
@MotivasiAyat
Blog : tipkemenangan.blogspot.com
Untuk
pertanyaan, diskusi, dan lain-lain, silakan di kolom comment. Terimakasih…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar