Senin, 26 November 2018

PERTANYAAN RABI YAHUDI

PERINGATAN MAULID 12 – 1440 H

Kaum Quraisy memutuskan untuk mengutus dua orang ke Yatsrib untuk berkonsultasi dengan para rabi Yahudi. “Tanyakan kepada mereka tentang Muhammad. Gambarkan siapa dia, dan ceritakan apa yang dikatakannya. Karena mereka adalah para Ahli Kitab pertama dan mengetahui perihal nabi yang tak kita ketahui,” kata mereka kepada dua utusan tersebut.
“Tanyakan kepadanya tentang tiga hal! Setelah itu, kami akan memberikan informasi kepada kalian. Jika ia menceritakan kepada kalian tentang tiga hal itu, maka ia memang seorang nabi yang diutus Tuhan. Tapi jika tidak, maka ia pendusta. Tanyakan kepadanya kisah sekelompok pemuda yang meninggalkan kaum mereka pada zaman dahulu, dan bagaimana kejadian yang menimpa mereka. Sebab kisah mereka adalah sebuah kisah yang mengagumkan,” jawab para rabi Yahudi.
“Tanyakan juga berita-berita mengenai petualang yang sampai pada ujung bumi di timur dan di barat. Lalu tanyakanlah tentang ruh. Apa itu ruh? Jika ia menceritakan kepada kalian ketiga hal tersebut, maka ikutilah ia. Sebab, ia seorang nabi,” lanjutnya.
Ketika kedua utusan itu kembali ke Mekah dengan membawa kabar tersebut, para pemimpin Quraisy mendatangi Nabi. Lantas menanyakan ketiga pertanyaan itu. Nabi mengatakan, “Besok akan kujelaskan kepada kalian,” beliau tidak mengucapkan “insya Allah”. Ketika mereka datang menuntut jawaban, beliau tak dapat menjawabnya.
Begitulah hari demi hari berlalu. Hingga lima belas malam, beliau masih belum mendapatkan wahyu. Jibril juga tidak pernah datang sejak mereka mengajukan pertanyaan kepada Nabi itu. Masyarakat Mekah mengejek dan menantangnya. Beliau pun gusar dan sangat sedih dengan apa yang mereka ucapkan, sebab beliau belum menerima bantuan yang diharapkan.
Kemudian, Jibril membawakan sebuah wahyu yang mengingatkan Nabi yang sedih karena apa yang dikatakan kaumnya. Jibril memberi beliau jawaban ketiga pertanyaan tersebut. Penantian panjang beliau dikisahkan dalam kalimat, “Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan kepada mereka, ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali mengucapkan insya Allah’ (QS.18:23-24).”
Kisah sekelompok pemuda yang meninggalkan kaum mereka itu sering disebut sebagai kisah orang-orang Ephesus yang tidur. Karena pada pertengahan abad ketiga Masehi, ada beberapa pemuda yang beriman dan menyembah Tuhan Yang Esa, pada saat kaum mereka menjadi penyembah berhala. Jika tidak mengikuti kaumnya itu, mereka akan dihukum. Nah, untuk menghindari hukuman tersebut, mereka bersembunyi di dalam sebuah gua. Alquran lebih rinci lagi (QS.18: 9-25).
Ada pun pertanyaan kedua, petualang besar itu bernama Dzulqarnayn, pemilik dua tanduk. Wahyu menyebutkan bahwa perjalanannya ke barat dan ke timur jauh, dan kemudian—menjawab lebih dari yang ditanyakan—menceritakan perjalanan ketiga yang misterius ke suatu tempat yang terletak di antara dua gunung. Masyarakat meminta Dzulqarnayn agar membuat sebuah penghalang yang dapat melindungi mereka dari Ya’juj dan Ma’juj yang akan merusak negeri mereka.
Menjawab pertanyaan ketiga, wahyu menyatakan bahwa persoalan ruh itu di luar jangkauan pikiran manusia. “Dan, mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, ‘ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit’ (QS.17: 85).”
Para pemuka Quraisy tidak mau terikat dengan nasihat para rabi itu. Para rabi itu sendiri tidak mau mengakui Nabi. Meskipun jawaban beliau melampaui yang mereka harapkan. Namun, jawaban tersebut membuat pihak-pihak lain masuk Islam. Mereka merasa semakin terancam. Sehingga mereka lebih keras lagi melancarkan penganiayaan dan perlakuan buruk terhadap para pemeluk Islam.
Setiap kabilah sepakat menghukum orang-orang muslim dari pihak mereka sendiri. Mereka akan memenjarakan dan menyiksa kaum muslim dengan pukulan, membiarkan mereka dalam kelaparan dan kehausan. Kemudian diseret ke tanah gersang di Mekah saat terik panas matahari berada pada puncaknya. Supaya mereka keluar dari Islam.
Umayyah, pemimpin Jumah, memiliki seorang budak Afrika bernama Bilal, yang telah menjadi mukmin. Pada siang hari, Umayyah menyeretnya ke tempat terbuka. Ia memakunya ke tanah sambil menindihkan sebongkah batu besar di atas dadanya. Ia bersumpah bahwa budaknya itu akan tetap diperlakukan seperti itu sampai mati, atau sampai murtad dari Nabi dan kembali menyembah al Lat dan al Uzzah.
Selama menahan penyiksaan tersebut, Bilal mengucapkan, “Ahad! Ahad!” saat itulah, kebetulan Waraqah lewat dan berkata, “Sesungguhnya Dia itu Ahad! Ahad, wahai Bilal.” Kemudian ia menghadap ke Umayyah dan berkata, “Aku bersumpah, demi Tuhan! Jika engkau membunuhnya maka aku akan menjadikan kuburannya sebagai tempat suci.”
Tak semua orang Quraisy tinggal di tengah-tengah kabilahnya sendiri. Abu Bakar menempatii sebuah rumah di tengah pemukiman Bani Jumah. Nabi biasa mengunjungi Abu Bakar di sore hari. Sebagian risalah Nabi di hadapan Abu Bakar. Bilal masuk Islam pun melalui Abu Bakar. Ketika melihat bilal disiksa, ia berkata kepada Umayyah, “Tidak takutkah engkau kepada Allah memperlakukan orang lemah ini seperti ini?”
Umayyah  menyahut, “Engkaulah yang telah memengaruhinya. Karenanya, selamatkanlah ia dari apa yang engkau saksikan.”
“Aku akan membebaskannya,” jawab Abu Bakar. “Aku mempunyai seorang budak hitam yang lebih tegap dan lebih kuat dari dia. Orang dari agamamu. Aku akan serahkan dia kepadamu sebagai ganti Bilal.” Umayyah setuju. Kemudian Abu Bakar membawa Bilal, lantas membebaskannya.
Abu Bakar juga telah membebaskan enam orang lainnya. Salah satunya adalah Amir bin Fuhayrah. Ia orang yang sangat teguh beragama, salah seorang pemeluk Islam awal. Amir seorang penggembala. Setelah dibebaskan, Amir bertanggung jawab atas hewan piaraan Abu Bakar. Budak lain yang dibebaskan adalah budak wanita milik Umar. Budak ini telah masuk Islam, dan Umar memukulnya supaya dia murtad. Abu Bakar membelinya dan segera membebaskannya.
Abu Jahl adalah termasuk penyiksa yang paling kejam. Jika ada pemeluk Islam yang memiliki keluarga yang berkuasa untuk melindunginya, Abu Jahl hanya akan menghinanya. Berjanji akan menjatuhkan reputasinya. Kalau pedagang, maka Abu Jahl mengancam akan menghentikan perdagangannya dan mengatur pemboikotan massal sampai bangkrut.
Jika orang itu lemah, tidak mempunyai pelindung, dan berasal dari kabilahnya, maka Abu Jahl akan menindasnya. Abu Jahl memiliki berbagai sekutu yang berkuasa di beberapa kabilah lain. Ia mendorong mereka untuk melakukan hal yang sama terhadap pemeluk Islam yang lemah dan tidak memiliki pelindung dari kabilah mereka sendiri.
Melalui dia warga kabilahnya menyiksa tiga orang sekutu mereka yang lemah: Yasir, Sumayyah, dan anak mereka yang bernama Ammar. Mereka tidak mau murtad dari Islam. Sumayyah akhirnya meninggal.
Ada pun beberapa korban dari Makhzum dan kabilah lainnya tidak dapat menahan siksaan. Penyiksa akan mengurangi penganiayaannya jika mereka setuju terhadap apa yang dikatakan, “Bukankah al Lat dan al Uzza tuhan-tuhanmu di samping Allah?” Mereka menjawab, “Iya.” Dan saat ada seekor serangga terbang, “Bukankah serangga ini tuhanmu selain Allah?” Mereka menjawab, “ya,” semata-mata untuk menghindari penderitaan yang tak dapat ditahan lagi.
Pengakuan tersebut hanya di mulut. Bukan dari hati. Yang melakukan itu, tidak bisa lagi mengamalkan ajaran Islam, melainkan sembunyi-sembunyi. Sebagian mereka tak punya privasi lagi. Bagi mereka, ada contoh wahyu yang baru saja diturunkan. Wahyu itu berkisah tentang para pemuda yang meninggalkan kaum mereka dan melarikan diri di jalan Tuhan dibanding mengalah untuk menyembah tuhan-tuhan lainnya..

~ Salam ~

IG        : saifulislam_45
FB       : Berpikir Bersikap Beraksi
 : Ahmad Saiful Islam
Twitter : @tipkemenangan
 : @MotivasiAyat
Blog    : tipkemenangan.blogspot.com

Untuk pertanyaan, diskusi, dan lain-lain, silakan di kolom comment. Terimakasih…





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...