—Saiful Islam*—
“Balapan hatam Qur’an, itu
bertentangan dengan perintah Allah…”
Dijumpai juga kata dalam Al Qur’an,
yang sekilas bisa diartikan membaca. Kata itu adalah rottala. Ikut
bentuk fa’’ala (ganda ‘ain fi’il-nya). Kata dasarnya adalah rotala.
Menurut penelusuran Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an, kata rotala,
itu terdapat pada QS.25:32; dan QS.73:4. Yaitu kata rottalnaahu, rottil,
dan tartiilan. Kita kutip ayat sebelum dan sesudahnya agar mendapat
gambaran konteksnya.
QS. Al-Furqan[25]: 32 – 33
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا
لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً ۚ كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ ۖ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا
Berkatalah orang-orang yang kafir:
"Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya SEKALI TURUN SAJA?”
Demikianlah (turun berangsur-angsur), SUPAYA KAMI PERKUAT HATIMU DENGANNYA dan
Kami membacanya SECARA TARTIL (teratur dan benar).
وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ
إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
Tidaklah orang-orang kafir itu
datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan
kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.
QS. Al-Muzammil[73]: 1 – 6
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ
Hai orang yang berselimut
(Muhammad).
قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا
قَلِيلًا
Bangunlah di malam hari, kecuali
sedikit (darinya).
نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ
مِنْهُ قَلِيلًا
(Yaitu) seperduanya atau kurangilah
dari seperdua itu sedikit.
أَوْ زِدْ عَلَيْهِ
وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
Atau lebih dari seperdua itu. Dan BACALAH
AL QUR’AN ITU DENGAN PERLAHAN-LAHAN.
إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ
قَوْلًا ثَقِيلًا
Sesungguhnya Kami akan menurunkan
kapadamu PERKATAAN YANG BERBOBOT.
إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ
هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا
Sesungguhnya bangun di waktu malam
adalah LEBIH KUAT MENGISI JIWA dan BACAAN DI WAKTU ITU LEBIH BERKESAN.
Menurut Al-Mufradat fi Gharib
al-Qur’an, kata al-rotal itu artinya adalah memberi muatan (isi)
kepada sesuatu sekaligus aturannya secara istiqomah (ajeg atau konsisten).
Misalnya dikatakan, “Rojul rotal al-asnaan,” yakni laki-laki yang
teratur barisan giginya.
Sedangkan al-tartiil,
artinya adalah mengirim kata dari mulut dengan mudah dan terus menerus
(istiqomah).
Adapun Lisan al-Arab
menggambarkan begini. Al-rotal itu berarti merangkai (mengatur) sesuatu
dengan baik. Contohnya sama, yaitu gigi-gigi yang tertata rapi. Ada
celah-celahnya sedikit. Tidak bertumpuk. Atau seperti tanaman yang berbaris
rapi. Menurut Abu Manshur jika disebut gigi yang rotal, maksudnya ketika
gigi itu tersusun dengan rapi.
Jika dikatakan, “Kalaam rotal,”
atau “Kalaam rotil,” maka artinya adalah kalimat itu disampaikan dengan
baik, teratur, dan perlahan-lahan.
Rottala al-kalaam, artinya
adalah memperbagus ketika menyusun dan menjelaskan kalimat itu serta dengan
tenang dan perlahan-lahan.
Al-tarttil fi al-qiroo’ah atau tartil
dalam bacaan, maksudnya adalah perlahan-lahan dalam bacaan itu dan
menjelaskannya dengan benar. Kalimat warottil al-Qur’aan tartiilan
(QS.72:4), menurut Abu al-Abbas yang dimaksud adalah penyelidikan, penjelasan,
dan penegasan (pengokohan) dalam membaca Qur’an.
Sedangkan menurut Mujahid, kata tartiil
pada QS.72:4 itu berarti secara perlahan-lahan. Kemudian ia berkata, “Warottaltuhu
tartiilan, sebagiannya menjadi jejak bagi sebagian yang lain.” Yakni bagian
yang satu terkait dengan bagian yang lain.
Adapun menurut Ibnu Abbas, maksud
QS.72:4, itu adalah “Jelaskanlah Qur’an itu dengan sejelas-jelasnya.”
Abu Ishaq berpendapat begini.
Penjelasan (al-tabyiin), itu tidak sempurna jika tergesa-gesa ketika
membacanya. Barulah penjelasan itu akan sempurna jika dijelaskan semua
huruf-hurufnya serta sisi-sisi (sudut pandang) lain yang membuat audiens puas.
Sampai Al-Dhahhak berpendapat. Bahwa
terkait QS.72:4 itu, yang dimaksud adalah rincilah per hurufnya. Juga terkait
cara membacanya Nabi SAW, “Beliau membaca secara tartil itu ayat per ayat.”
Istilah tartiil al-qiroo’ah
itu artinya adalah berlambat-lambat dan perlahan-lahan dalam bacaan, menjelaskan
huruf-huruf dan harokat-harokat seperti gigi yang tersusun dengan rapi. Atau
diserupakan dengan deretan bunga aster yang tidak hanya rapi, tetapi juga bagus
dan indah. Maka dikatakan, “Rottala al-qiroo’ah: Seseorang membaca
dengan tartil.” Dan “Tarottala fiihaa: Bacaannya menjadi tartil.”
Firman Allah: Warottalnaahu
tartiilan, artinya adalah Kami menurunkan Al Qur’an itu secara tartil. Yang
dimaksud tartil di sini adalah lawan dari tergesa-gesa dan tenang bahkan
menetap padanya. Alias tidak terburu-buru. Ini adalah pendapat al-Zajjaj. Jika
dikatakan “Tarottala fi al-kalaam,” itu artinya adalah kalimat itu
dibaca atau perlahan-lahan.
Sedangkan menurut Al-Kura’, al-rotal
dan al-rotil itu bermakna kebaikan dalam setiap sesuatu.
Jadi pertama, kata tartil,
itu lebih kepada cara membacanya. Yakni cara membaca Al Qur’an itu. Yaitu mesti
tenang, perlahan-lahan. Bahkan jika diperlukan, berhenti itu baik.
Kedua, tartil, itu
menunjuk pada cara turunnya ayat-ayat Al Qur’an yang berangsur-angsur. Teratur.
Sedikit-sedikit. Begitulah cara Allah menurunkan firman-Nya kepada Nabi.
Nabi pun lantas menyampaikan Al
Qur’an itu kepada umatnya juga meniru cara Allah itu. Yakni sedikit-sedikit.
Perlahan-lahan. Selama kurang lebih 23 tahun. Tidak ditumpahkan sekaligus 30
juz ke hati beliau.
Ketiga, membaca Al
Qur’an, itu memang sebaiknya dilakukan pada malam hari. Pemilihan waktu malam
hari, itu juga cara terbaik membaca ayat-ayat Qur’an.
Dalam rangka apa semua itu? Tentu
saja supaya mendapatkan pemahaman yang lebih baik. Jelas tergambar pada
QS.25:32 di atas: Supaya Kami perkuat hatimu dengan Al Qur’an itu. Tentu
supaya hati menjadi kuat dan mantap, mesti melalui proses pemahaman terlebih
dahulu. Mustahil hati bisa mantap tanpa memahami ayat-ayat Qur’an itu sendiri.
Tujuan membaca secara tartil, itu
semakin gamblang pada Surat Al-Muzammil. Setelah perintah supaya Qur’an itu
dibaca dengan perlahan-lahan pada QS.73:4, lantas disebutkan pada QS.73:5-nya: Sesungguhnya
Kami akan menurunkan kapadamu PERKATAAN YANG BERBOBOT. Apanya yang
berbobot? Tentu saja kandungan maknanya. Informasinya. Substansinya. Di situlah
energi Qur’an itu!
Sehingga, jika ada orang membaca
Qur’an secara seperti kejar setoran, maka jelas itu bertentangan dengan
tuntunan Qur’an. Membaca Qur’an secara balapan hatam, itu tidak nurut perintah
Allah. Pasti, orang seperti itu tidak akan mendapat mutiara Al Qur’an yang
paling berharga: pemahaman. Karena dari awal memang tidak mau dengan mutiara
itu. Tidak mau paham.
Contoh orang yang mendapat mutiara
Qur’an itu. Misalnya sekarang Covid-19 sedang melanda dunia, tak terkecuali
Indonesia. Ia akan tetap waspada dengan menerapkan sebisa mungkin saran dari
pakar, seperti dokter, perawat, profesor medis, dan sebagainya. Tetapi hatinya
tidak sedih, tidak takut, dan mantap melanjutkan hidup. Kenapa hatinya tidak
takut, tidak sedih, dan tetap mantap? Karena ia paham dan menerapkan misalnya firman
Allah berikut ini.
QS. Al-Baqarah[2]: 112
بَلَىٰ مَنْ أَسْلَمَ
وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ
عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Barangsiapa yang MENYERAHKAN DIRI
KEPADA ALLAH, sedang ia berbuat KEBAJIKAN, maka baginya pahala pada sisi
Tuhannya dan TIDAK ADA KETAKUTAN terhadap mereka dan TIDAK (pula) mereka
BERSEDIH HATI.
QS. Fushshilat[41]: 30
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا
رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ
أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ
تُوعَدُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan: "TUHAN KAMI IALAH ALLAH." Kemudian mereka MENEGUHKAN
PENDIRIAN mereka, maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:
"JANGAN TAKUT DAN JANGAN SEDIH. Dan BERGEMBIRALAH dengan jannah yang telah
dijanjikan Allah kepadamu.”
QS. Al-Tawbah[9]: 40
إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ
نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ
هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ
وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا
السُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Jikalau kamu tidak menolongnya
(Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya. (Yaitu) ketika
orang-orang kafir mengeluarkannya (dari Mekah) sedang ia salah seorang dari dua
orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu ia berkata kepada temannya:
"JANGANLAH KAMU BERDUKA. SESUNGGUHNYA ALLAH BESERTA KITA." Maka Allah
menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan MEMBANTUNYA DENGAN TENTARA YANG
TIDAK TERLIHAT. Dan Al Qur’an menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah.
Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Walloohu a’lam bishowaab....
*Penulis buku Ayat-Ayat Kemenangan,
Beraksi ala Pemenang, dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar