—Saiful Islam*—
“Membaca tanpa dipahami, itu tidak
layak disebut tadarus…”
Telinga kita juga kerap mendengar
istilah tadarus. Biasanya yang dimaksud adalah tadarus Al Qur’an. Sekilas,
dimaknai ‘membaca Al Qur’an’. Sudah benarkah praktik tadarus kita? Apakah tadarus
itu hanya untuk Qur’an saja, atau bisa juga untuk selain Qur’an? Benarkah tadarus
itu tanpa proses pemahaman? Marilah kita selidiki dari sumber-sumber yang biasa
dipakai oleh para pakar tafsir Qur’an.
Dari kata darosa. Menurut Al-Mufradat
fi Gharib al-Qur’an, jika disebut darosa al-daar (sebuah
negeri darosa), maka maknanya adalah jejak negeri itu masih ada. Jejak
yang masih ada, itu berarti ada sebagiannya yang hilang atau terhapus.
Karenanya, kata al-duruus, itu ditafsiri dengan hilang atau hapus.
Kalimat yang senada seperti, “Darosa al-kitaabu.”
Maka jika dikatakan, “Darostu
al-‘ilma: Aku mempelajari sebuah disiplin ilmu,” itu artinya adalah aku
mendapat jejaknya dengan ingatan. Artinya ketika mempelajari sesuatu, itu pasti
ada sebagian dilupakan dan sebagian lagi diingat. Biasanya yang diingat, itu
yang paling intinya.
Kata darosta ada pada
QS.6:105. Darosuu (QS.7:169); tadrusuuna (QS.3:79 dan QS.68:37); yadrusuun
(QS.34:44); dan diroosah (QS.6:156). Secara spesifik, kata tadarrus maupun
tadaarus, itu tidak dijumpai dalam Al Qur’an. Tetapi jika yang dimaksud
adalah tadaarus (ada alif setelah dal), itu artinya adalah
mempelajari bersama. Jika dikatakan tadarrus, tampaknya itu hanya bentuk
fi’il laazim (intransitive verb atau kata kerja tanpa objek)
saja.
Dari kata darosa, itu lantas
mucul kata duruus (pelajaran), mudarris (guru atau pengajar), midras
(buku), sampai madrosah (sekolah) yang sudah diserap ke dalam Bahasa
Indonesia: Madrasah. Seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah
(MTS), dan Madrasah Aliyah (MA). Semuanya berarti sekolah. MI adalah Sekolah
Dasar (SD). MTS adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP). MA adalah Sekolah
Menengah Atas (SMA). Hanya di-Arab-kan saja.
Lisan al-Arab menceritakan
tidak jauh beda. Bahwa darosa itu bisa untuk kata kerja yang butuh objek
(transitive verb kalau Inggris-nya), juga bisa untuk yang tak butuh
objek (intransitive verb). Arti asalnya adalah menghapus. Baju yang
sudah pudar, itu disebut dariis. Karena sebagian kualitasnya ada yang
hilang. Semua yang sudah usang, seperti pedang, perisai, helm tempur, baju besi
dan semisalnya, bisa disebut al-dirsaan.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ketika
menafsiri QS.6:105. Bahwa makna kata darosta di situ adalah engkau
mempelajari atau diajari.
Jika dikatakan, “Darostu
al-kitaab,” maka itu artinya adalah aku menguasai isi buku itu dengan
banyak dan sering membacanya. Sehingga aku mudah mengingatnya. Begitu juga
redaksi darostu al-suuroh (aku mengingat surat itu) dan contoh-contoh
yang semisalnya.
Disebutkan dalam sebuah Hadis: Tadaarosuu
al-Qur’aan (tadarusilah Al Qur’an). Maknanya adalah bacalah (iqro’uu)
dan perhatikanlah Al Qur’an itu, supaya kalian tidak lupa. Lagi-lagi di sini
menggunakan redaksi qoro’a. Silakan perhatikan lagi bahasan qoro’a
yang terkait dengan pemahaman.
Ketika perolehan ilmu itu dengan
pembacaan yang terus-menerus (kontinyu), maka yang dimaksud membaca di situ,
adalah mempelajari.
Jadi, tadarus itu bermakna
mempelajari. Yang namanya mempelajari, itu jelas melibatkan akal pikiran. Ada
peran kecerdasan. Disebut mempelajari, itu tidak cukup hanya dibaca tanpa
memahami. Bukan suara-suara kosong tanpa makna. Perhatikan saja aktivitas
belajar mengajar di madrasah. Semuanya terkait pemahaman.
Sebenarnya, tadarus itu berlaku
umum. Mempelajari apa pun. Sudah maklum, jika seseorang mempelajari apa pun,
itu bertujuan untuk memahaminya. Bahkan dipelajari berulang-ulang supaya
menguasainya. Tentu saja untuk kemanfaatan.
Tak terkecuali tadarus Al Qur’an.
Ia mesti dipelajari. Dipahami dan lantas diamalkan isi, prinsip, dan
petunjuknya dalam kehidupan nyata sehari-hari. Jadi bukan sekadar dibaca dengan
tanpa dipahami. Dibaca tanpa dipahami, itu tidak layak disebut tadarus.
Maka ketika dikatakan tadarus Al
Qur’an, tetapi tiba-tiba dikatakan tidak harus dipahami, ini tampaknya ada
masalah besar terhadap keberagamaan umat Islam saat ini! Berbahaya jika umat
Islam jauh apalagi sampai mencuekin kitab sucinya.
QS. Al-An’am[6]: 105
وَكَذَٰلِكَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ
وَلِيَقُولُوا دَرَسْتَ وَلِنُبَيِّنَهُ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Demikianlah Kami mengulang-ulangi
ayat-ayat (Al Qur’an itu) dan supaya mereka mengatakan: "Kamu telah MEMPELAJARI
ayat-ayat itu." Dan supaya Kami MENJELASKAN Al Qur’an itu kepada
orang-orang yang MENGETAHUI.
QS. Al-A’raf[7]: 169
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ
خَلْفٌ وَرِثُوا الْكِتَابَ يَأْخُذُونَ عَرَضَ هَٰذَا الْأَدْنَىٰ وَيَقُولُونَ
سَيُغْفَرُ لَنَا وَإِنْ يَأْتِهِمْ عَرَضٌ مِثْلُهُ يَأْخُذُوهُ ۚ أَلَمْ يُؤْخَذْ عَلَيْهِمْ مِيثَاقُ
الْكِتَابِ أَنْ لَا يَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ وَدَرَسُوا مَا
فِيهِ ۗ وَالدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ
يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Maka datanglah sesudah mereka
generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia
yang rendah ini, dan berkata: "Kami akan diberi ampun.” Dan kelak jika
datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan
mengambilnya (juga). Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu
bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal
mereka telah MEMPELAJARI apa yang tersebut di dalamnya? Dan kampung akhirat itu
lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti?
QS. Ali Imran[3]: 79
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ
يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ
لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَٰكِنْ كُونُوا
رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ
تَدْرُسُونَ
Tidak patut bagi seseorang manusia
yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan Kenabian, lalu dia berkata
kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan
penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi
orang-orang RABBANI, KARENA kamu selalu MENGAJARKAN AL KITAB dan disebabkan
kamu tetap MEMPELAJARINYA.
QS. Al-Qolam[68]: 37
أَمْ لَكُمْ كِتَابٌ فِيهِ
تَدْرُسُونَ
Atau adakah kamu mempunyai sebuah Kitab
(yang diturunkan Allah) yang kamu MEMPELAJARINYA?
QS. Saba’[34]: 44
وَمَا آتَيْنَاهُمْ مِنْ
كُتُبٍ يَدْرُسُونَهَا ۖ وَمَا أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمْ قَبْلَكَ مِنْ نَذِيرٍ
Dan Kami tidak pernah memberikan
kepada mereka Kitab-Kitab yang mereka MEMPELAJARINYA. Dan sebelum kamu, Kami
tidak pernah (pula) mengutus kepada mereka seorang pun pemberi peringatan.
QS. Al-An’am[6]: 156
أَنْ تَقُولُوا إِنَّمَا
أُنْزِلَ الْكِتَابُ عَلَىٰ طَائِفَتَيْنِ مِنْ قَبْلِنَا وَإِنْ كُنَّا عَنْ
دِرَاسَتِهِمْ لَغَافِلِينَ
(Kami turunkan Al Qur’an itu) agar
kalian (tidak) mengatakan: "Bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua
golongan saja sebelum kami. Dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang
mereka PELAJARI.”
Walloohu a’lam bishshowaab…
*Penulis buku Ayat-Ayat Kemenangan,
Beraksi ala Pemenang, dll
Tidak ada komentar:
Posting Komentar