Kamis, 11 Juni 2020

TADARUS YANG BENAR


—Saiful Islam*—

“Membaca tanpa dipahami, itu tidak layak disebut tadarus…”

Telinga kita juga kerap mendengar istilah tadarus. Biasanya yang dimaksud adalah tadarus Al Qur’an. Sekilas, dimaknai ‘membaca Al Qur’an’. Sudah benarkah praktik tadarus kita? Apakah tadarus itu hanya untuk Qur’an saja, atau bisa juga untuk selain Qur’an? Benarkah tadarus itu tanpa proses pemahaman? Marilah kita selidiki dari sumber-sumber yang biasa dipakai oleh para pakar tafsir Qur’an.

Dari kata darosa. Menurut Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, jika disebut darosa al-daar (sebuah negeri darosa), maka maknanya adalah jejak negeri itu masih ada. Jejak yang masih ada, itu berarti ada sebagiannya yang hilang atau terhapus. Karenanya, kata al-duruus, itu ditafsiri dengan hilang atau hapus. Kalimat yang senada seperti, “Darosa al-kitaabu.”

Maka jika dikatakan, “Darostu al-‘ilma: Aku mempelajari sebuah disiplin ilmu,” itu artinya adalah aku mendapat jejaknya dengan ingatan. Artinya ketika mempelajari sesuatu, itu pasti ada sebagian dilupakan dan sebagian lagi diingat. Biasanya yang diingat, itu yang paling intinya.

Kata darosta ada pada QS.6:105. Darosuu (QS.7:169); tadrusuuna (QS.3:79 dan QS.68:37); yadrusuun (QS.34:44); dan diroosah (QS.6:156). Secara spesifik, kata tadarrus maupun tadaarus, itu tidak dijumpai dalam Al Qur’an. Tetapi jika yang dimaksud adalah tadaarus (ada alif setelah dal), itu artinya adalah mempelajari bersama. Jika dikatakan tadarrus, tampaknya itu hanya bentuk fi’il laazim (intransitive verb atau kata kerja tanpa objek) saja.

Dari kata darosa, itu lantas mucul kata duruus (pelajaran), mudarris (guru atau pengajar), midras (buku), sampai madrosah (sekolah) yang sudah diserap ke dalam Bahasa Indonesia: Madrasah. Seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTS), dan Madrasah Aliyah (MA). Semuanya berarti sekolah. MI adalah Sekolah Dasar (SD). MTS adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP). MA adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Hanya di-Arab-kan saja.

Lisan al-Arab menceritakan tidak jauh beda. Bahwa darosa itu bisa untuk kata kerja yang butuh objek (transitive verb kalau Inggris-nya), juga bisa untuk yang tak butuh objek (intransitive verb). Arti asalnya adalah menghapus. Baju yang sudah pudar, itu disebut dariis. Karena sebagian kualitasnya ada yang hilang. Semua yang sudah usang, seperti pedang, perisai, helm tempur, baju besi dan semisalnya, bisa disebut al-dirsaan.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ketika menafsiri QS.6:105. Bahwa makna kata darosta di situ adalah engkau mempelajari atau diajari.

Jika dikatakan, “Darostu al-kitaab,” maka itu artinya adalah aku menguasai isi buku itu dengan banyak dan sering membacanya. Sehingga aku mudah mengingatnya. Begitu juga redaksi darostu al-suuroh (aku mengingat surat itu) dan contoh-contoh yang semisalnya.

Disebutkan dalam sebuah Hadis: Tadaarosuu al-Qur’aan (tadarusilah Al Qur’an). Maknanya adalah bacalah (iqro’uu) dan perhatikanlah Al Qur’an itu, supaya kalian tidak lupa. Lagi-lagi di sini menggunakan redaksi qoro’a. Silakan perhatikan lagi bahasan qoro’a yang terkait dengan pemahaman.

Ketika perolehan ilmu itu dengan pembacaan yang terus-menerus (kontinyu), maka yang dimaksud membaca di situ, adalah mempelajari.

Jadi, tadarus itu bermakna mempelajari. Yang namanya mempelajari, itu jelas melibatkan akal pikiran. Ada peran kecerdasan. Disebut mempelajari, itu tidak cukup hanya dibaca tanpa memahami. Bukan suara-suara kosong tanpa makna. Perhatikan saja aktivitas belajar mengajar di madrasah. Semuanya terkait pemahaman.

Sebenarnya, tadarus itu berlaku umum. Mempelajari apa pun. Sudah maklum, jika seseorang mempelajari apa pun, itu bertujuan untuk memahaminya. Bahkan dipelajari berulang-ulang supaya menguasainya. Tentu saja untuk kemanfaatan.

Tak terkecuali tadarus Al Qur’an. Ia mesti dipelajari. Dipahami dan lantas diamalkan isi, prinsip, dan petunjuknya dalam kehidupan nyata sehari-hari. Jadi bukan sekadar dibaca dengan tanpa dipahami. Dibaca tanpa dipahami, itu tidak layak disebut tadarus.

Maka ketika dikatakan tadarus Al Qur’an, tetapi tiba-tiba dikatakan tidak harus dipahami, ini tampaknya ada masalah besar terhadap keberagamaan umat Islam saat ini! Berbahaya jika umat Islam jauh apalagi sampai mencuekin kitab sucinya.

QS. Al-An’am[6]: 105
وَكَذَٰلِكَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ وَلِيَقُولُوا دَرَسْتَ وَلِنُبَيِّنَهُ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Demikianlah Kami mengulang-ulangi ayat-ayat (Al Qur’an itu) dan supaya mereka mengatakan: "Kamu telah MEMPELAJARI ayat-ayat itu." Dan supaya Kami MENJELASKAN Al Qur’an itu kepada orang-orang yang MENGETAHUI.

QS. Al-A’raf[7]: 169
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ وَرِثُوا الْكِتَابَ يَأْخُذُونَ عَرَضَ هَٰذَا الْأَدْنَىٰ وَيَقُولُونَ سَيُغْفَرُ لَنَا وَإِنْ يَأْتِهِمْ عَرَضٌ مِثْلُهُ يَأْخُذُوهُ ۚ أَلَمْ يُؤْخَذْ عَلَيْهِمْ مِيثَاقُ الْكِتَابِ أَنْ لَا يَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ وَدَرَسُوا مَا فِيهِ ۗ وَالدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: "Kami akan diberi ampun.” Dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka telah MEMPELAJARI apa yang tersebut di dalamnya? Dan kampung akhirat itu lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti?

QS. Ali Imran[3]: 79
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَٰكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ
Tidak patut bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan Kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang RABBANI, KARENA kamu selalu MENGAJARKAN AL KITAB dan disebabkan kamu tetap MEMPELAJARINYA.

QS. Al-Qolam[68]: 37
أَمْ لَكُمْ كِتَابٌ فِيهِ تَدْرُسُونَ
Atau adakah kamu mempunyai sebuah Kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu MEMPELAJARINYA?

QS. Saba’[34]: 44
وَمَا آتَيْنَاهُمْ مِنْ كُتُبٍ يَدْرُسُونَهَا ۖ وَمَا أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمْ قَبْلَكَ مِنْ نَذِيرٍ
Dan Kami tidak pernah memberikan kepada mereka Kitab-Kitab yang mereka MEMPELAJARINYA. Dan sebelum kamu, Kami tidak pernah (pula) mengutus kepada mereka seorang pun pemberi peringatan.

QS. Al-An’am[6]: 156
أَنْ تَقُولُوا إِنَّمَا أُنْزِلَ الْكِتَابُ عَلَىٰ طَائِفَتَيْنِ مِنْ قَبْلِنَا وَإِنْ كُنَّا عَنْ دِرَاسَتِهِمْ لَغَافِلِينَ
(Kami turunkan Al Qur’an itu) agar kalian (tidak) mengatakan: "Bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami. Dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka PELAJARI.”

Walloohu a’lam bishshowaab…

*Penulis buku Ayat-Ayat Kemenangan, Beraksi ala Pemenang, dll

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...