Selasa, 04 Agustus 2020

MAKNA DALAM GAMBAR


—Saiful Islam*—

“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Qur’an ini setiap macam PERUMPAMAAN supaya mereka dapat PELAJARAN…” QS.39:27

Kalau kita belajar Ulumul Qur’an, salah satu babnya, itu membahas tentang perumpamaan. Tentang permisalan. Tentang penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Menjelaskan atau menceritakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, yang biasanya berupa penggambaran. Deskripsi.

Ilmu tersebut adalah Amtsaal al-Qur’aan.

Kalau pelajaran Sastra Indonesia, salah satunya bisa diumpamakan seperti pelajaran Majas. Seperti ungkapan seseorang pada kekasihnya, “Wajahmu adalah bulan purnama. Saat berkedip, matamu seperti bintang.” Tentu untuk memahaminya, orang perlu punya rasa Sastra. Bukan hanya Matematika.

Saya termasuk penyuka Sastra. Skripsi saya dulu membahas satu Hadis dengan pendekatan teori Sastra Arab. Saya rasa ada kemiripan-kemiripan antara Sastra Arab, Sastra Indonesia, dan Sastra Inggris, terutama soal penyerupaan atau pemisalan ini. Intinya, menyebut kata tertentu tetapi yang dimaksud justru bukan kata itu.

Tujuan perumpamaan itu, biasanya untuk memberi kesan yang lebih mengena. Atau memberi gambaran yang lebih konkret dan sederhana, sehingga mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca. Atau di dalam penggambaran tersebut, ada sebuah sifat dan keadaan yang mengandung makna yang sangat dalam.

Kata al-mutsuul, itu asalnya berarti berdiri tegak lurus. Yakni sejajar. Adapun al-muwatstsal itu artinya adalah sesuatu yang digambarkan sesuai dengan kadar (kualitas dan kapabilitas) sesuatu yang lainnya. Jadi jika dikatakan “matsal al-syay’,” maka itu artinya sesuatu itu menjadi setara dan tergambar (berbentuk).

Al-Timtsaal, itu berarti sesuatu yang tergambar (terbentuk). Begitu juga kata kerja tamatstsala, artinya sama. Yakni menjadi berupa, tergambar, atau terbentuk. Misalnya seperti disebut oleh QS.19:17.

Sedangkan al-matsal, itu untuk menyebut suatu ungkapan yang menyerupai ungkapan yang lain, di antara kedua ungkapan tersebut ada sesuatu yang diserupakan. Tujuannya supaya ungkapan yang satu menjelaskan dan menggambarkan ungkapan yang lain tersebut. Allah memang membuat perumpaan itu (QS.59:21). Penting juga untuk ditinjau QS.29:43.

QS. Al-Hasyr[59]: 21
لَوْ أَنْزَلْنَا هَٰذَا الْقُرْآنَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ ۚ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Kalau sekiranya Kami turunkan Al Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan PERUMPAMAAN-PERUMPAMAAN ITU KAMI BUAT untuk manusia SUPAYA MEREKA BERFIKIR.

QS. Al-Ankabut[29]: 43
وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ ۖ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ
Dan PERUMPAMAAN-PERUMPAMAAN ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya KECUALI orang-orang yang BERILMU.

Disebutkan dalam Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an bahwa al-matsal itu bisa bermakna dua. Pertama bermakna al-mitsl. Sebagian berpendapat bahwa baik al-matsl maupun al-mitsl itu untuk mensifati sesuatu. Seperti, “Matsal al-jannah allatiy wu’ida al-muttaquun,” QS.13:35.

QS. Al-Ra’ad[13]: 35
مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ ۖ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۖ أُكُلُهَا دَائِمٌ وَظِلُّهَا ۚ تِلْكَ عُقْبَى الَّذِينَ اتَّقَوْا ۖ وَعُقْبَى الْكَافِرِينَ النَّارُ
PERUMPAMAAN (gambaran) surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka.

Kedua, kata al-matsal itu untuk menunjuk keserupaan makna dengan makna yang lain. Ada perbandingan di sini. Sebuah kata-kata paling umum yang digunakan untuk penyerupaan itu. Karena itu, Allah menyebut dalam QS.42:11 (laysa kamitslihi syay’). Menurut satu pendapat, huruf ‘kaaf’ digandeng dengan kata mitsl, itu untuk penguat. Maknanya, “Sungguh Allah itu tidak bisa digambarkan dengan apa pun.”

Kata al-matsal pada QS.16:60 itu bermakna sifat. Yakni sifat hina bagi orang kafir. Dan sifat Maha Agung bagi Allah. Dan Allah melarang diri-Nya diserupakan dengan sesuatu (QS.16:74).

Kata al-matsal pada QS.62:5 itu berarti kebodohan mereka (karena tidak mau memahami dengan rendah hati) terhadap kandungan hakikat Taurat, itu seperti bodohnya keledai yang tidak akan pernah bisa memahami tumpukan buku yang ada di punggungnya.

QS. Al-Jumu’ah[62]: 5
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا ۚ بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
PERUMPAMAAN orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa buku-buku yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang aniaya.

Kata matsal pada QS.7:176, Allah membuat perumpamaan seseorang yang selalu mengikuti hawa nafsurnya, itu seperti anjing yang selalu menjulurkan lidahnya.

Paling tidak, perumpamaan dalam Qur’an itu dibagi menjadi dua. Pertama, perumpaan yang jelas terdapat kata matsal. Seperti QS.2:17-20 dan lain-lain. Kedua, perumpaan terselubung. Yakni perumpamaan tanpa menggunakan kata matsal. Misalnya pada QS.17:29 dan lain-lain.

QS. Al-Isra’[17]: 29
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
Janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu. Dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya. Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.

Kata matsal dan derivasinya, ini termasuk kata yang cukup banyak diulang dalam Al Qur’an. Sampai ratusan kali. Pada intinya bertujuan supaya manusia memikirkan dan memahaminya (QS.59:21). Lantas mencontoh sifat yang digambarkan baik, dan tidak meniru sifat perumpaan yang buruk. Berikut beberapa contohnya.

QS. Al-Baqarah[2]: 261
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
PERUMPAMAAN orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir, ada seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

QS. Al-Ra’ad[13]: 6
وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالسَّيِّئَةِ قَبْلَ الْحَسَنَةِ وَقَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِمُ الْمَثُلَاتُ ۗ وَإِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغْفِرَةٍ لِلنَّاسِ عَلَىٰ ظُلْمِهِمْ ۖ وَإِنَّ رَبَّكَ لَشَدِيدُ الْعِقَابِ
Mereka meminta kepadamu supaya disegerakan (datangnya) siksa, sebelum (mereka meminta) kebaikan. Padahal telah terjadi BERMACAM-MACAM CONTOH siksa sebelum mereka. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai ampunan (yang luas) bagi manusia atas kezaliman mereka. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar sangat keras siksanya.

QS. Thaha[20]: 104
نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَقُولُونَ إِذْ يَقُولُ أَمْثَلُهُمْ طَرِيقَةً إِنْ لَبِثْتُمْ إِلَّا يَوْمًا
Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang YANG PALING LURUS JALANNYA di antara mereka: "Kamu tidak berdiam (di dunia), melainkan hanyalah sehari saja.”

Semoga bermanfaat. Walloohu a’lam bishshowaab…

*Penulis buku ‘Ayat-Ayat Kemenangan’, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...