—Saiful Islam*—
“Nasib dan takdir, itu pilihan.
Ulin Nuha akan menyesuaikan dirinya pada nasib dan takdir baik…”
Berbeda dengan Ulil Albab dan Ulil
Abshor yang sering kita dengar. Ada satu lagi frase (idhoofah) yang
mirip dengan keduanya. Seperti ‘saudara kembarnya’. Yaitu Ulin Nuha. Jadi uuliy
al-albaab, uuliy al-abshoor dan uuliy al-nuhaa. Sekilas, artinya
pun mirip: Sang Pemilik Akal Sehat. Tiga-tiganya dipuji oleh Allah.
Menurut Al-Raghib al-Ashfahaniy
dalam Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, kata nuhaa itu ternyata
bentuk plural dari kata al-nuhyah. Artinya adalah akal yang melarang atau
mencegah pemiliknya berbuat keji atau keburukan. Frase Ulin Nuha itu seperti disebut
oleh QS.20:54.
Sebab kalau mau melakukan pelacakan
pun, kita memulainya dari kata kerja nahaa. Bentuk kata bendanya adalah al-nahyu
yang memang berarti larangan mengerjakan sesuatu.
Sedangkan menurut Ibnu Manzhur
dalam Lisan al-Arab, kata al-nahyu itu kebalikan dari perintah.
Yakni larangan. Jiwa yang melarang atau mencegah pelakunya dari sesuatu, itu
disebut nafsun nahaatun.
Beberapa redaksi yang bisa dijumpai
seperti “Fataa kaana dzaa hilmin ashiilin wa nuhyatin: pemuda yang baik
akhlaknya dan cerdas akalnya.” Juga “Uuluu al-ahlaam wa al-nuhaa: yang
baik perangainya dan berakal cerdas.” Disebutkan dalam sebuah Hadis Abu Wail,
“Sungguh aku tahu, bahwa orang yang bertakwa itu dzuu nuhyah.” Yakni
orang bertakwa, itu menggunakan akalnya.
Kata al-nihaayah dan al-manhaat
itu juga bisa berarati akal, seperti al-nuhyah. Jika dikatakan “rojulun
manhaatun” itu artinya adalah laki-laki yang berakal, bagus pemikirannya.
“Wa qod nahuwa maa syaa’a, fahuwa
nahiyyun, min qowmin anhiyaa’.” Kata nahuwa, nahiyyun
dan anhiyaa’ pada kalimat itu semuanya terkait dengan akal. Jika
dikatakan, “Fulaan dzuu nuhyah: Fulan pemilik akal,” maka maksudnya
adalah akalnya mencegah dirinya untuk berbuat keburukan, serta memasukkannya ke
dalam kebaikan.
Kalimat “Huwa nahiyyun min
qowmin anhiyaa’, wa nahin min qowmin nahiin,” menurut Ibnu Sidah, semua itu
berarti kematangan akal. Begitu juga nihin.
Jadi secara bahasa, frase Ulin Nuha
itu artinya yang selalu menggunakan akal sehatnya. Yang mendayagunakan akal
sehatnya. Yang memelihara akal sehatnya dengan mengasah potensi kecerdasannya
untuk membaca ayat-ayat Allah. Secara umum, baik itu ayat-ayat qowliyah
(Al Qur’an) maupun ayat-ayat kawniyah (realitas alam dan sosial).
Orang yang memahami hukum alam
(sunnatullah alias sebab akibat), lantas menyesuaikan dirinya untuk nasib baik,
itu adalah Ulin Nuha. Orang yang menggunakan akalnya, untuk menyesuaikan
dirinya dengan takdir baik, selamat, sukses dan bahagia dunia akhirat, itu juga
Ulin Nuha.
Orang yang memelihara pikirannya,
ucapannya dan perbuatannya dengan akal sehatnya, sehingga ia terhindar dari
nasib buruk dan takdir celaka dunia akhirat, itu adalah Ulin Nuha. Orang yang
Ulin Nuha akan selalu berusaha mengarahkan pikiran, ucapan dan perbuatannya
pada kebaikan dan kemanfaatan.
Orang-orang yang Ulin Nuha akan
selalu mempertimbangkan hukum Qur’an dan hukum alam (sunnatullah). Ia akan
selalu membaca tanda-tanda, baik dari Qur’an, maupun dari realitas alam dan
sosial. Ia adalah pribadi yang haus membaca. Tentu saja mencari manfaat dan
menghindar dari mudarat.
Frase Ulin Nuha, ini dalam Al
Qur’an hanya diulang dua kali saja. Yaitu QS.20:54 dan 128.
QS. Thaha[20]: 53 – 54 & 128
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ
الْأَرْضَ مَهْدًا وَسَلَكَ لَكُمْ فِيهَا سُبُلًا وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ
مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْ نَبَاتٍ شَتَّىٰ
53. Yang telah menjadikan bagimu BUMI
sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan
menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu
berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.
كُلُوا وَارْعَوْا أَنْعَامَكُمْ
ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِأُولِي
النُّهَىٰ
54. Makanlah dan gembalakanlah
binatang-binatangmu (di bumi itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu,
terdapat AYAT-AYAT (tanda-tanda kekuasaan Allah) bagi ORANG-ORANG YANG BERAKAL.
Ada gumpalan kabut raksasa yang
berputar pada porosnya di alam semesta ini. Putaran itu sangat cepat. Akibatnya
beberapa gumpalan kabut itu melesat dari pusatnya. Ada bagian besarnya yang
membentuk cakram raksasa yang meledak membentuk asap (nebula). Kemudian nebula
itu mendingin selama 4,6 miliar tahun.
Bima Sakti, itu terbentuk dari
proses di atas. Tetapi, bagian-bagian kecil dari kabut raksasa itu kemudian
mendingin dan memadat. Lantas menjadi planet-planet. Nah, salah satunya adalah
planet biru yang kita tinggali ini. Di atas bumi, itu manusia bisa berjalan dan
berkendara di darat. Berlayar di lautan.
Hujan terjadi berawal dari air yang
menguap karena panas matahari. Uap air yang terangkat ke udara mengalami proses
kondensasi. Lalu menjadi embun. Suhu
udara yang semakin tinggi, membuat embun itu semakin banyak. Memadat dan
kemudian menjadi awan.
Angin menggerakkan awan yang
membawa butir-butir air menuju tempat dengan suhu yang lebih rendah. Awan-awan
yang terkumpul bergabung menjadi awan besar yang kelabu warnanya. Itulah alasan
ketika akan hujan, biasanya banyak angin dan langitnya mendung.
Kemudian butir-butir air yang sudah
melimpah dan memenuhi awan itu ditarik oleh gaya gravitasi bumi. Itulah hujan
yang menyirami bumi. Bumi itu kemudian ‘melahirkan’ aneka jenis tumbuh-tumbuhan
yang bermacam-macam. Seperti padi, gandum, kedelai, kacang, mangga, alpukat,
apel, durian dan seterusnya yang lantas dikonsumsi dan dimanfaatkan oleh
manusia.
Itu adalah sebuah proses yang
teratur dan harmonis. Sebuah sistem yang bekerja dengan teratur. Mustahil
keteraturan itu terjadi dengan sendirinya. Ulin Nuha menyimpulkan, Dia lah
Allah yang mengatur dan memeliharanya.
أَفَلَمْ يَهْدِ لَهُمْ
كَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِنَ الْقُرُونِ يَمْشُونَ فِي مَسَاكِنِهِمْ ۗ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِأُولِي
النُّهَىٰ
128. Maka tidakkah menjadi petunjuk
bagi mereka (kaum musyrikin) berapa banyaknya Kami membinasakan umat-umat
sebelum mereka, padahal mereka berjalan (di bekas-bekas) tempat tinggal
umat-umat itu? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat AYAT-AYAT bagi
orang yang berakal.
Ayat di atas juga mengajarkan
kepada Ulin Nuha itu. Bahwa orang yang menentang hukum Allah, baik hukum Qur’an
maupun hukum sunnatullah, akan celaka dan menderita hidupnya. Bahkan sudah
sejak di dunia ini. Orang-orang yang Ulin Nuha, itu tidak akan mengulangi
kesalahan orang yang celaka itu. Ulin Nuha akan melakukan sebaliknya. Sehingga
selamat, sukses dan bahagia dunia akhirat.
Semoga bermanfaat. Walloohu
a’lam bishshowaab…
*Penulis buku ‘Ayat-Ayat Kemenangan’,
dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar