—Saiful Islam—
“Kebanyakan mereka beriman kepada
Jin itu…”
Jangan lupa ya. Jin itu apa pun
yang tak kasat mata. Mata telanjang tak akan bisa melihat Jin. Karena setelah
kita tinjau secara materialnya, Jin memang adalah energi. Dilawankan dengan
manusia yang ramah, Jin adalah manusia yang mempunyai kualitas-kualitas
tertentu. Alias, Jin itu manusia yang punya sifat tertentu. Karena Iblis itu
dari Jin, maka Iblis pun adalah manusia. Lebih tepatnya, Iblis itu adalah
manusia yang kesetanan.
Banyak sekali masyarakat kita,
Jawa-Madura misalnya, itu percaya kepada roh-roh nenek moyang yang dianggap
bisa bergentayangan. Diyakini para arwah tersebut bisa berinteraksi dengan
dunia mereka. Bisa memberi manfaat dan mudarat. Bahkan di Tangkong, desa saya
di Banyuwangi itu masih menyediakan secangkir kopi, ketan putih yang ditaburi
gula putih dan butiran kacang, serta damar telempek, pada malam Jum’at. “Mbae
moleh,” (nenek/kakek yang sudah meninggal sedang pulang) katanya.
Masyarakat kita itu juga tak
sedikit yang mempercayai benda-benda tertentu yang punya kekuatan gaib. Misalnya
keris; tulisan-tulisan Arab yang dijadikan gelang, ikat pinggang; cincin akik;
batu-batuan seperti batu onik yang juga dibuat cincin, gelang, dan kalung;
tangkai bambu; tanduk kerbau, kijang, dan semisalnya; pohon-pohon besar; dan
seterusnya. “Jimat,” begitu yang kerap mereka katakan. Khas sekali
kepercayaan dinamisme—animisme.
Tak cuma itu, keyakinan tersebut
berlanjut. Dikatakan bahwa ada orang yang bisa berinteraksi dengan Jin yang
sosok itu. Bisa menyuruh-nyuruh Jin sosok itu seenak kehendaknya. Bisa
dipanggil untuk bisa masuk ke dalam diri seseorang, kesurupan. Maka muncullah
istilah dukun, paranormal, yang dicitrakan hebat. Sosok yang bisa memberi
celaka kepada orang lain secara magic—incognito dengan bantuan Jin.
Hasilnya adalah penipuan demi penipuan serta pembodohan demi pembodohan yang
kerap kita temui dalam kehidupan sehari-hari maupun di Koran Jawa Pos.
Karena kita bagian dari masyarakat,
keyakinan-keyakinan masyarakat itu tanpa sadar juga memengaruhi kita.
Hayalan-hayalan (tahayyul) yang telah membudaya itu, akhirnya kita ikut
mengimaninya. Lantas menyembahnya. Sama persis orang-orang animisme—dinamisme
yang memang sangat jauh dari Sains dan baca tulis. Apalagi Al Qur’an. Padahal
keimanan kepada Jin yang seperti ini, dikecam oleh Allah.
QS. Saba’[34]: 41
قَالُوا سُبْحَانَكَ أَنْتَ
وَلِيُّنَا مِنْ دُونِهِمْ ۖ بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ ۖ أَكْثَرُهُمْ بِهِمْ مُؤْمِنُونَ
Malaikat-malaikat itu menjawab:
"Maha suci Engkau. Engkaulah pelindung kami. Bukan mereka. Bahkan mereka
telah menyembah Jin. Kebanyakan mereka beriman kepada Jin itu".
Maka, haram beriman kepada Jin
hayali seperti itu. Termasuk turunannya: sihir, santet, guna-guna, pengasihan,
dan seterusnya. Islam tidak memperkenankan kita iman atau keyakinan yang
membabi buta. Disebut buta, karena yakin asal yakin. Tidak ada rujukannya yang
jelas. Terjebak kepada keyakinan umum yang sesat. Lantas hasilnya adalah
kesyirikan. Alias menyekutukan Allah dengan Jin hayali tersebut. Orang menjadi
jauh dari iman yang benar: kepada Allah dan Al Qur’an. Berpikirnya menjadi
terhempas dari literasi Sains. Sebaliknya, malah dekat dengan dukun dan paranormal
yang istilah anak muda, bullshit.
Dan memang kebiasaan orang,
dimana-mana saya kira, itu kalau tidak tahu Sainsnya, pasti larinya ke mistis.
Orang itu kalau tidak memahami Al Qur’an dan Sains, pasti berpikirnya akan
mistik dan fatalistik. Khas masyarakat jahiliyah. Masyarakat primitif yang jauh
dari budaya baca tulis. Maka supaya hidup kita ini selamat, dunia akhirat, kita
mesti mengakrabi Al Qur’an dan Sains. Wajib itu!
Kita memang tidak boleh iman
ngawur. Iman itu harus sesuai hanya dengan informasi yang Allah berikan lewat
wahyu kepada Nabi Muhammad. Al Qur’an. Menurut QS.2: 177, 285; dan 4: 136
misalnya, yang wajib diimani itu cukup lima saja: iman kepada Allah, para
Malaikat, para Nabi atau Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, dan hari yang terakhir
(kiamat). Di ayat-ayat tersebut tidak disebutkan iman kepada Jin, setan,
ataupun kepada Iblis.
QS. Al-Nisa’[4]: 136
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ
رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ
وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ
ضَلَالًا بَعِيدًا
Wahai orang-orang yang beriman,
tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah
turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, dan hari akhir, maka sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya.
Sampai di situ dulu. Semoga
bermanfaat. Bersambung, insya Allah…
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar