Sabtu, 15 Juni 2019

HARAM IMAN KEPADA JIN


—Saiful Islam—

“Kebanyakan mereka beriman kepada Jin itu…”

Jangan lupa ya. Jin itu apa pun yang tak kasat mata. Mata telanjang tak akan bisa melihat Jin. Karena setelah kita tinjau secara materialnya, Jin memang adalah energi. Dilawankan dengan manusia yang ramah, Jin adalah manusia yang mempunyai kualitas-kualitas tertentu. Alias, Jin itu manusia yang punya sifat tertentu. Karena Iblis itu dari Jin, maka Iblis pun adalah manusia. Lebih tepatnya, Iblis itu adalah manusia yang kesetanan.

Banyak sekali masyarakat kita, Jawa-Madura misalnya, itu percaya kepada roh-roh nenek moyang yang dianggap bisa bergentayangan. Diyakini para arwah tersebut bisa berinteraksi dengan dunia mereka. Bisa memberi manfaat dan mudarat. Bahkan di Tangkong, desa saya di Banyuwangi itu masih menyediakan secangkir kopi, ketan putih yang ditaburi gula putih dan butiran kacang, serta damar telempek, pada malam Jum’at. “Mbae moleh,” (nenek/kakek yang sudah meninggal sedang pulang) katanya.

Masyarakat kita itu juga tak sedikit yang mempercayai benda-benda tertentu yang punya kekuatan gaib. Misalnya keris; tulisan-tulisan Arab yang dijadikan gelang, ikat pinggang; cincin akik; batu-batuan seperti batu onik yang juga dibuat cincin, gelang, dan kalung; tangkai bambu; tanduk kerbau, kijang, dan semisalnya; pohon-pohon besar; dan seterusnya. “Jimat,” begitu yang kerap mereka katakan. Khas sekali kepercayaan dinamisme—animisme.

Tak cuma itu, keyakinan tersebut berlanjut. Dikatakan bahwa ada orang yang bisa berinteraksi dengan Jin yang sosok itu. Bisa menyuruh-nyuruh Jin sosok itu seenak kehendaknya. Bisa dipanggil untuk bisa masuk ke dalam diri seseorang, kesurupan. Maka muncullah istilah dukun, paranormal, yang dicitrakan hebat. Sosok yang bisa memberi celaka kepada orang lain secara magic—incognito dengan bantuan Jin. Hasilnya adalah penipuan demi penipuan serta pembodohan demi pembodohan yang kerap kita temui dalam kehidupan sehari-hari maupun di Koran Jawa Pos.

Karena kita bagian dari masyarakat, keyakinan-keyakinan masyarakat itu tanpa sadar juga memengaruhi kita. Hayalan-hayalan (tahayyul) yang telah membudaya itu, akhirnya kita ikut mengimaninya. Lantas menyembahnya. Sama persis orang-orang animisme—dinamisme yang memang sangat jauh dari Sains dan baca tulis. Apalagi Al Qur’an. Padahal keimanan kepada Jin yang seperti ini, dikecam oleh Allah.

QS. Saba’[34]: 41
قَالُوا سُبْحَانَكَ أَنْتَ وَلِيُّنَا مِنْ دُونِهِمْ ۖ بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ ۖ أَكْثَرُهُمْ بِهِمْ مُؤْمِنُونَ
Malaikat-malaikat itu menjawab: "Maha suci Engkau. Engkaulah pelindung kami. Bukan mereka. Bahkan mereka telah menyembah Jin. Kebanyakan mereka beriman kepada Jin itu".

Maka, haram beriman kepada Jin hayali seperti itu. Termasuk turunannya: sihir, santet, guna-guna, pengasihan, dan seterusnya. Islam tidak memperkenankan kita iman atau keyakinan yang membabi buta. Disebut buta, karena yakin asal yakin. Tidak ada rujukannya yang jelas. Terjebak kepada keyakinan umum yang sesat. Lantas hasilnya adalah kesyirikan. Alias menyekutukan Allah dengan Jin hayali tersebut. Orang menjadi jauh dari iman yang benar: kepada Allah dan Al Qur’an. Berpikirnya menjadi terhempas dari literasi Sains. Sebaliknya, malah dekat dengan dukun dan paranormal yang istilah anak muda, bullshit.

Dan memang kebiasaan orang, dimana-mana saya kira, itu kalau tidak tahu Sainsnya, pasti larinya ke mistis. Orang itu kalau tidak memahami Al Qur’an dan Sains, pasti berpikirnya akan mistik dan fatalistik. Khas masyarakat jahiliyah. Masyarakat primitif yang jauh dari budaya baca tulis. Maka supaya hidup kita ini selamat, dunia akhirat, kita mesti mengakrabi Al Qur’an dan Sains. Wajib itu!

Kita memang tidak boleh iman ngawur. Iman itu harus sesuai hanya dengan informasi yang Allah berikan lewat wahyu kepada Nabi Muhammad. Al Qur’an. Menurut QS.2: 177, 285; dan 4: 136 misalnya, yang wajib diimani itu cukup lima saja: iman kepada Allah, para Malaikat, para Nabi atau Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, dan hari yang terakhir (kiamat). Di ayat-ayat tersebut tidak disebutkan iman kepada Jin, setan, ataupun kepada Iblis.

QS. Al-Nisa’[4]: 136
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.

Sampai di situ dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Salam



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...