—Saiful Islam—
“Penyihir itu, ya pesulap. Sulapan itu
trik. Bukan magic…”
Kita mendapat gambaran yang lebih
utuh dari buku berbahasa Arab, Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an karya
Al-Raghib al-Ashfahaniy. Kata Al-saharu diartikan sebagai ujungnya
tenggorokan dan paru-paru. Jika dikatakan, intafakha saharuhu dan ba’iirun
sahrun, itu berarti tenggorokan yang bengkak atau menggelembung. Al-suhaarah,
itu sesuatu (kotoran) yang diambil dari tenggorokan (hewan) saat peyembelihan. Menurut
satu pendapat, dari kata al-suhaarah inilah kata al-sahr
terbentuk. Yaitu yang terkait dengan tenggorokan.
Adapun kata sihir atau al-sihr,
itu mengandung beberapa makna. Pertama, berarti tipuan, kecurangan, pembohongan,
tipu daya, dan khayalan, gambaran, atau imajinasi. Tidak ada kebenarannya sama
sekali. Seperti dilakukan pesulap yang mengelabui mata dengan cepatnya
tangannya. Dan seperti dilakukan pengadu domba, tukang gosip, tukang fitnah
atau hoaxers dengan omongan bohong yang indah-indah yang menglangi
pendengaran mencapai informasi yang benar. Karena itulah, Allah berfirman dalam
ayat-ayat berikut ini.
QS. Al-A’raf[7]: 116
قَالَ أَلْقُوا ۖ فَلَمَّا أَلْقَوْا سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ
وَاسْتَرْهَبُوهُمْ وَجَاءُوا بِسِحْرٍ عَظِيمٍ
Musa menjawab: "Lemparkanlah
(lebih dahulu)!" Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap
mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan
sihir yang besar (menakjubkan).
QS. Thaha[20]: 66
قَالَ بَلْ أَلْقُوا ۖ فَإِذَا
حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَىٰ
Musa berkata: "Silahkan kamu sekalian
melemparkan". Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang
kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka.
Dengan pandangan seperti ini, para
pesulap itu melabeli Musa AS sebagai penyihir. Perkataan mereka ini dikisahkan
oleh Allah dalam Al Qur’an surat 43, Al-Zukhruf ayat 49 di bawah ini. Jadi, yang
mereka maksud dengan ahli sihir di sini ialah Nabi Musa AS.
وَقَالُوا يَا أَيُّهَ
السَّاحِرُ ادْعُ لَنَا رَبَّكَ بِمَا عَهِدَ عِنْدَكَ إِنَّنَا لَمُهْتَدُونَ
Dan mereka berkata: "Hai
ahli sihir. Berdoalah kepada Tuhanmu untuk (melepaskan) kami sesuai dengan
apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Kami (jika doamu
dikabulkan) benar-benar akan menjadi orang yang mendapat petunjuk.
Kedua, sihir
berarti mendatangkan pertolongan setan. Mendekatkan diri kepada setan. Seperti firman
Allah SWT dalam QS. Al-Syu’ara[26]: ayat 221 - 222 berikut.
هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَىٰ
مَنْ تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ
221. Apakah akan aku beritakan
kepadamu, kepada siapa setan-setan itu turun?
تَنَزَّلُ عَلَىٰ كُلِّ
أَفَّاكٍ أَثِيمٍ
222. Mereka turun kepada tiap-tiap
pendusta lagi yang banyak dosa.
Karena itu, Allah berfirman dalam
QS. Al-Baqarah[2]: ayat 102: “Setan-setan lah yang kafir. Mereka mengajarkan
sihir kepada manusia..”
Untuk makna kedua ini, ditunjukkan
oleh beberapa firman Allah QS. Saba’[34]: 43, “Ini tidak lain hanyalah sihir
yang nyata.”; QS. Al-A’raf[7]: 116, “Mereka mendatangkan sihir yang
menakjubkan.”; QS. Yunus[10]: 77, “Sihirkah ini? Padahal para sihir itu
tidaklah mendapat kemenangan.”; serta QS. Al-Syu’ara[26]: ayat 38, “Maka
dikumpulkan para penyihir pada waktu yang ditetapkan.” dan “Tersungkurlah para
penyihir itu sambil bersujud,” (26:46).
Ketiga, sihir
berarti sesuatu yang terkait dengan al-aghtaam. Yaitu nama perbuatan
yang dianggap bisa mengubah bentuk fisik dan sifat sesuatu dengan kekuatannya
sendiri. Misalnya mengubah manusia menjadi domba. Tentu ini tidak akan pernah
terjadi dalam kehidupan nyata.
Terkadang sihir itu tampak baiknya.
Seperti dikatakan, “Sebagian dari kata-kata, itu sihir.” Dan kadang
tampak halusnya perbuatan. Sampai para dokter berkata, “Tabiat (sifat atau
karakter) itu menyihir.” Mereka menyebut asupan bergizi itu sihir. Dilihat
dari halusnya efeknya.
QS. Al-Hijr[15] ayat 15, “Kami
adalah orang-orang yang terkena sihir,” yakni kami dipalingkan dengan sihir
itu dari pengetahuan kami. Karena itu Allah berfirman dalam QS. Al-Syu’ara[26]
ayat 153, “Sesungguhnya engkau adalah salah seorang dari orang-orang yang musahharin,”
dikatakan yaitu bagian dari orang yang diberi makan sahur, karena ia butuh
asupan gizi. Seperti firman Allah QS. Al-Furqan[25]: 7, “Mengapa Rasul itu
memakan makanan…”
Serta diingatkan bahwa rasul itu
manusia biasa, seperti pada QS. Al-Syu’ara[26]: 154, “Kamu tidak lain
melainkan seorang manusia seperti kami…,” dikatakan bahwa yaitu orang yang
punya sihir. Maksudnya berkenaan dengan kehalusannya terkait dengan apa yang ia
dakwahkan.
Bisa bermakna dua-duanya, yakni
baiknya sihir dan halusnya perbuatan, yaitu firman Allah QS. Al-Isra’[17]: ayat
47, “Kamu tidak lain hanyalah mengikuti seorang laki-laki yang kena sihir,”
dan ayat 101, “Sesungguhnya aku sangka engkau, wahai Musa, seorang yang kena
sihir.”
Sedangkan al-saharu dan al-saharoh
yaitu berarti bercampurnya gelapnya akhir malam dengan cahaya siang. Disebutlah
dengan waktu sahur. Maka ada ungkapan Arab, “Laqoytuhu bi al’laa
al-saharoyn,” (Aku telah menemuinya di dua ujung waktu sahur). Al-mushir
itu adalah sebutan untuk orang yang keluar rumah di waktu sahur. Adapun al-sahuur,
yang kerap diucapkan di Indonesia, ini berarti makanan yang disantap pada waktu
sahur. Kegiatan makannya disebut al-tasahhur, mengikuti bentuk tafa’ala.
Analisisnya insya Allah bersambung,
nggih. Semoga bermanfaat…
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar