Kamis, 27 Juni 2019

MENYOROT KATA ULAR


—Saiful Islam—

“Orang Arab itu menggunakan kata al-hayyah (ular) itu untuk banyak perumpamaan…”

Bumi yang hayyah maksudnya adalah bumi yang subur. Sedangkan bumi mayyit adalah bumi yang gersang. Kami hidupkan tanah, kami dapati bumi itu subur tumbuh-tumbuhannya.

Disebutkan dalam Hadis, bahwa Rasulullah SAW shalat asar. Sedangkan matahari sedang hayyah. Yakni matahari masih cerah (terang). Matahari belum tenggelam. Seakan-akan Nabi menamai matahari yang tenggelam itu mati (mautan). Nabi bermaksud shalat di awal waktunya.

Ada Hadis Ibnu Umar bahwa seseorang itu akan diminta pertanggungan jawab tentang apa pun, sampai soal hidup (hayyah) keluarganya. Maknanya menurut Al-Tahdzib, yaitu soal apa pun yang hidup di rumahnya, seperti kucing dan semisalnya. Ia memuannatskan (bentuk feminim) hayyun menjadi hayyah.

Menurut Abu Ubaydah dalam tafsir Hadis tersebut, disebut hayyah karena kata ini (hayyah) bisa digunakan untuk setiap jiwa manusia maupun hewan. Maka ia pun memuannatskannya.

Begini pendapat Abu Amr. Orang Arab berkata, “Bagaimana (kabar) kamu, dan bagaimana kehidupan keluargamu (hayyatu ahlik)?” Yakni, bagaimana (kabar) anggota keluargamu yang masih hidup. Bentuk plural hayyah adalah hayawaat.

Al-hayyah adalah ular besar (al-hanasy) yang diketahui. Kata ini diambil dari kata al-hayaah (hidup) menurut sebagian pendapat. Yakni posisi ‘ain fi’ilnya adalah ya’. Bukan waw, hawwaa’a. Menurut Abi Utsman, asal kedua kata ini berdekatan. Dan maknanya pun bersesuaian. Seperti sabitthin dengan sibathrin, dilaashin dengan dulaamishin, dan lain-lain. Boleh juga berasal dari al-tahawwiy yang berarti mengandung, karena isinya.

Bentuk muannats (feminim) dan mudzakkarnya (maskulin) sama. Seperti pendapaat al-Jauhariy, al-mahayyah itu untuk muannats dan mudzakkar. (Ingat, dalam Bahasa Arab itu ada kata yang dianggap perempuan dan kata yang dianggap laki-laki. Misalnya qooimun berarti orang laki-laki yang berdidi, qooimah berarti orang perempuan yang berdiri).

Dijumpai dari riwayat orang Arab begini: roaytu hayyan ‘ala hayyatin. Artinya aku memandang laki-laki itu di atas (derajatnya) perempuan. Juga kalimat, fulaan hayyah, yakni laki-laki. Maksudnya kata hayyah itu bisa untuk orang perempuan, bisa juga untuk laki-laki. Meskipun bentuknya seperti perempuan, muannats (ada ta’-nya di akhir kata tersebut). “Orang Arab menganggap al-hayyah itu bisa mudzakkar, bisa juga muannats,” kata al-Jauhariy.

Al-hayyuut adalah bentuk mudzakkar al-hayyaat. Al-haawiy adalah subjek untuk al-hayyaat. Menurut al-Azhariy ta’ di akhir kata ini hanyalah tambahan. Aslinya adalah al-hayyuw. Bentuk jamak al-hayyah adalah hayawaat. Disebutkan dalam Hadis, “Tidak salah membunuh hayawaat (sebangsa ular kira-kira reptil).”

Pendapat yang lain mengatakan al-hayyah itu berasal dari al-hayyaah. Yang berarti hidup atau kehidupan. Sedangkan yang lain lagi berpendapat, kata al-hayyah berasal dari haywah.

Dijumpai pendapat yang lain bahwa al-hayyah (ular) itu diambil dari kata hawaytu. Karena ular itu tampak berisi (wongkol kata orang Jawa atau bungkol kata orang Madura) ketika melingkar. Semua itu diucapkan oleh orang Arab.

Abu Manshur membolehkan orang yang menjadikan kata al-hayyah itu dari hawyah. Yakni waw dalam ‘ain fi’il-nya. (Sebaiknya kalian tahu ada fa’ fi’il, ‘ain fi’il, dan ada lam fi’il).

Jika disebut ardhun mahyaatun wa mahwaatun itu berarti bumi yang banyak makhluk hidupnya. Menurut al-Azhariy, orang Arab itu menggunakan kata al-hayyah (ular) itu untuk banyak perumpamaan. (Catat ya. Bagian yang ini penting sekali!). Sebagian perumpamaan itu begini: “Dia lebih melihat daripada ular,” karena ketajaman pandangannya. "Dia lebih gelap (hitam) daripada ular,” karena ular itu masuk lubang atau sarang biawak, memakan anaknya, lantas menempati sarang tersebut.

Orang Arab juga berkata, “Fulan adalah ular lembah,” atau “Mereka adalah ular lembah,” ketika dia sangat keras kepala, melindungi apa pun yang dimilikinya (kekuasaannya atau haknya).

Dan masih ada beberapa lagi perumpaan, seperti yang dicontohkan dalam buku tersebut, Lisan al-‘Arab. Insya Allah berikutnya akan saya ceritakan. Ingat, kita orang Indonesia juga perumpaan serupa. Seperti: buaya darat,  kucing garong, macam Asia, “Orang itu tidak bisa dipegang ekornya,” kecamatan saya di Banyuwangi namanya Singotrunan (turunan singa), group sepak bola atau volley sering disebut, “Singo Edan,” dan lain seterusnya.

Sampai di situ dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...