—Saiful Islam—
“Harut dan Marut, dua orang
pemimpin…”
Yang sering kabur maknanya di
masyarakat adalah Al Qur’an surat Al-Baqarah[2] ayat 102 berikut ini.
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو
الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ
كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ
هَارُوتَ وَمَارُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ
حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۖ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ
بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ ۚ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ
ۚ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا
لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۚ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Dan mereka mengikuti apa yang
dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. Padahal Sulaiman tidak
kafir, hanya setan-setan lah yang kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada
manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malak di negeri Babil. Yaitu Harut
dan Marut. Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun
sebelum mengatakan, "Sesungguhnya kami hanya cobaan. Sebab itu janganlah
kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari kedua malak itu apa yang dapat
menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu tidak
memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah.
Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat dan manfaat. Dan sungguh
mereka sudah tahu, bahwa siapa yang menukar apa yang dimilikinya dengan sihir
itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat. Dan amat jahatlah perbuatan mereka
menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.
Ada tiga kata yang mesti kita
garisbawahi di sini. Pertama, setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. Kedua
kata sihir. Dan ketiga, kata dua malak di negeri Babil, yaitu
Harut dan Marut.
Pada umumnya di masyarakat,
setan-setan di situ langsung diartikan sebagai sosok makhluk halus yang jahat. Apalagi
ditambah kerajaan Sulaiman. Langsunglah terbayang yang ajaib-ajaib. Terus dua malak,
yaitu Harut dan Marut, langsung pula diartikan sebagai dua Malaikat. Tambah lagi,
ketemu kata sihir. Semakin dalamlah di benak mereka yang mistis-mistis. Nah,
sekarang marilah coba kita lihat kembali ayat ini. Dengan perlahan-lahan. Tartil.
Menurut saya, setan-setan di situ
adalah orang. Bukan makhluk halus. Berikut ini, saya cantumkan lagi
ayat-ayatnya. Bahwa sekali lagi, setan-setan di sini adalah orang. Ini kesimpulan
pertama.
QS. Al-An’am[6]: 121
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا
لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ ۗ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ
إِلَىٰ أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ ۖ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ
لَمُشْرِكُونَ
Dan janganlah kamu memakan
binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya
setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan
jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang
musyrik.
QS. Al-Baqarah[2]: 14
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ
آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا
إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ
Dan bila mereka berjumpa dengan
orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". Dan
bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan:
"Sesungguhnya Kami sependirian dengan kamu, Kami hanyalah
berolok-olok."
Mereka disebut setan-setan karena
musyrik atau kafir. Baik ingkar kepada Allah, maupun kerasulan. Baik kerasulan
Nabi Muhammad. Maupun kerasulan Nabi Sulaiman. Orang-orang musyrik Mekah zaman
Nabi Muhammad itu mengikuti yang dibaca oleh orang-orang musyrik di masa
Sulaiman. Dalam bentuk naskah. Yaitu sihir. Jadi, sihir di sini adalah sesuatu
yang dibaca. Alias dokumen. Baca lagi surat Al-Baqarah ayat 102 di atas
perlahan-lahan.
Karena terbatasnya halaman, insya
Allah di depan akan saya ceritakan makna sihir dari segi arti bahasanya. Maka kesimpulan
keduanya, sihir di sini berarti sesuatu yang dibaca. Apa sesuatu yang dibaca?
Ya text. Atau kata-kata yang diucapkan. Intinya informasi yang
disampaikan.
Tapi kok sihir disebut bisa
menceraikan antara suami dan istrinya? Kata-kata memang bisa menceraikan antara
suami dan istrinya. Misalnya si suami difitnah bahwa istrinya selingkuh. Atau sebaliknya,
si istri kena fitnah bahwa suaminya bermain api dengan perempuan lain. Hoax.
Ini jika tidak dibuktikan, kalau fitnah itu langsung ditelan (dipercaya), tentu
saja akan menceraikan antara suami dan istrinya. Makanya fitnah itu lebih kejam
dari pembunuhan, kata Allah. Kita juga diperintah untuk selalu mengecek
kebenaran setiap informasi. Fatabayyanuu…
Sekarang kata dua malak yang
sering diartikan dua Malaikat itu. Kata malak diambil dari kata
Malaikat, ini adalah pendapat ahli tata Bahasa Arab (grammar atau nahwu).
Sebagaimana disebutkan dalam Mufradat fi Gharib al-Qur’an. Namun jangan
lupa, di situ disebutkan pula, bahwa kata malak itu diambil dari kata al-milk
yang berarti memiliki. Pendapat kedua inilah yang lebih kuat (muhaqqiq).
Bahwa malakun itu adalah
yang menghandle urusan terkait siasat (strategi dan taktik) dari bangsa
Malaikat. Sedangkan dari bangsa manusia, disebut malikun. Nah, di Lisan
al-Arab ternyata ada keterangan bahwa Harut itu nama dari malakun
atau malikun. Jadi Harut dan Marut di situ adalah nama orang yang
memiliki. Yang memiliki apa? Memiliki kekuasaan. Atau pemerintahan. Harut dan
Marut ini dua pembesar di negeri Babil. Keduanya bisa gubernur atau paling
tidak bupati lah kalau sekarang.
Dan memang, biasanya kata-kata
pemimpin itu mudah sekali berpengaruh. Biasanya orang memang terpengaruh dengan
kalimat yang dikutip dari ‘orang besar’. Quote. Terutama kepada
orang-orang awam. Yang jauh dari ilmu pengetahuan. Yang jauh dari Sains dan Qur’an.
Yang mistik pikirannya.
Jadi, kalau kita lihat QS.
Al-Baqarah[2]: 102 ini dari ayat 106-nya, Allah menghadap-hadapkan antara
keimanan dengan kekafiran. Allah memversuskan antara ayat-ayat-Nya dengan
sihir. Yakni kata-kata atau kalimat-kalimat yang bermanfaat dengan
kalimat-kalimat yang tidak ada manfaatnya, bahkan mencelakakan.
QS. Ibrahim[14]: 24 - 25
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ
اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ
وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
24. Tidakkah kamu perhatikan
bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon
yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ
لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
25. Pohon itu memberikan buahnya
pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
Sampai di situ dulu. Semoga
bermanfaat. Bersambung, insya Allah…
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar