—Saiful Islam—
“Tidak usah beriman kepada Iblis,
setan, yang ternyata adalah Jin itu sendiri...”
Kemarin sudah ketahui bersama. Bahwa
haram kita beriman kepada Jin. Tepatnya Jin hayali yang dikarang-karang dengan
imajinasi masyarakat sendiri. Jin fiksi. Fiktif. Semua itu adalah kisah-kisah
mitos belaka. Cuma rekaan. Tahayyul. Karangan fiksi, sungguh tidak layak kalau
kita ingin mencari kebenaran. Kebenaran Al Qur’an maupun Sains. Karya fiksi itu
baru sangat bermanfaat, kalau konteksnya hiburan. Misalnya mengarang cerpen,
novel, naskah film, dan semisalnya. Sementara Qur’an dan Sains, ini konteksnya
non fiksi.
Justru yang mesti kita imani selain
Allah, firman-Nya dalam beberapa kitab, para Nabi atau Rasul, hari terakhir
(kiamat), adalah iman kepada Malaikat (QS. Al-Baqarah[2]: 177). Agaknya, something
metafisik yang mesti diimani itu hanya Allah dan Malaikat. Iblis, setan, yang
sejatinya adalah Jin, memang tak perlu diimani. Tapi cukup dipahami. Sebab secara
material, bahan dasarnya adalah hal fisik yang sudah kita ketahui, yakni api. Bagaimana
mengimani Malaikat itu? Karena keterbatasan halaman, dan supaya kalian nyaman
membacanya, sekilas saja akan saya lukiskan di sini.
Saya cari dari hamzah, lam,
dan kaf. Alaka. Al-malaaikah dan malak aslinya
adalah ma’lak (pakai hamzah bukan ‘ain). Menurut satu
pendapat, kata ini terbalik. Asalnya adalah mal’ak. Al-ma’lak, al-ma’lakah,
dan al-‘uluuk artinya adalah al-risaalah, yakni
surat kiriman atau berita yang dikirim. Jika dikatakan alikniy, artinya
sampaikan kepadanya suratku.
Kata al-malaaikah
(Malaikat) itu bisa bermakna tunggal (mufrad atau singular), bisa
juga bermakna jama’ (plural atau minimal tiga dalam Bahasa Arab).
“Allah memilih sebagian dari Malaikat itu menjadi utusan-Nya..,” (QS.
Al-Hajj[22]:75). Yakni utusan yang menyampaikan wahyu-Nya. Menyampaikan informasi-Nya.
Alias firman-firman-Nya.
Sedangkan dari kata malaka,
ada keterangan begini. Bahwa malakun itu adalah yang menghandle
urusan terkait siasat (strategi dan taktik) dari bangsa Malaikat. Sedangkan dari
bangsa manusia, disebut malikun. Setiap malakun pasti malaikat. Dan
tidak setiap malaikat itu malak. Yakni kira-kira begini: tidak setiap
malaikat mengurusi soal taktik dan strategi.
Dengan kata lain, malakun
itu adalah malaikat yang punya tugas tertentu. Al-malak itu
seperti ditunjukkan oleh ayat berikut ini: “Demi (Malaikat-Malaikat) yang
mencabut (nyawa) dengan keras,” QS.79: 1 dan 5. “Dan (Malaikat-Malaikat)
yang membagi-bagi urusan,” QS.51: 4, dan semisalnya. Dan malak al-maut
(Malaikat pencabut nyawa) seperti QS.69: 17; 2:102; dan QS.32: 11.
Al Qur’an tidak pernah menyebut
bahwa material Malaikat itu dari cahaya, sebagaimana yang umum kita dengar. Yang
menyebut Malaikat itu dari cahaya adalah Hadis. Ada di Shahih Muslim. Dari
Aisyah RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Malaikat diciptakan dari
cahaya, Jin diciptakan dari nyala atau bara api, dan Adam diciptakan dari
sesuatu yang telah disebutkan (ciri-cirinya) untuk kalian.”
Allah menyebut bentuk Malaikat
seperti berikut.
QS. Fathir[35]: 1
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ جَاعِلِ
ٱلْمَلَٰٓئِكَةِ رُسُلًا أُو۟لِىٓ أَجْنِحَةٍ مَّثْنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَ ۚ
يَزِيدُ فِى ٱلْخَلْقِ مَا يَشَآءُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
Segala puji bagi Allah, Pencipta
langit dan bumi, yang menjadikan Malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus
berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga
dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Malaikat disebut ruh yang bisa
menjelma (malih rupo) menjadi manusia yang nyata. Seperti yang pernah
terjadi pada Maryam. Berikut ini.
QS. Maryam[19]: 17
فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُونِهِمْ حِجَابًا فَأَرْسَلْنَا
إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا
Maka ia mengadakan tabir (yang
melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus ruh Kami (Malaikat) kepadanya. Maka
Malaikat itu menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna.
Disamping datang kepada Maryam,
Malaikat juga datang kepada Nabi Zakariya, Nabi Ibrahim, dan Nabi Luth. Termasuk
datang kepada Nabi Adam. Dengan begitu, Malaikat bisa berkomunikasi dengan
manusia. Tapi bukan sembarang manusia. Tapi manusia yang telah dipilih Allah
untuk menyampaikan risalah-Nya. Yakni para rasul-Nya. Ayat-ayatnya bisa dilihat
misalnya QS.3:39; 15: 52-52 dan 61—66; 51: 24—28 dan 31—34; dan lain-lain.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung,
insya Allah…
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar