—Saiful Islam—
“Jangan sembarangan beriman. Supaya
tidak dilaknat oleh Allah..”
Something metafisik yang wajib kita
imani itu memang cuma dua. Pertama, Allah. Dan yang kedua, adalah Malaikat. Jin
atau Iblis atau setan, tidak termasuk yang wajib diimani. Bahkan, haram beriman
kepada Jin itu. Karena bisa membuat orang sesat dan syirik kepada Allah. “Kebanyakan
mereka beriman kepada Jin itu…” (34:41). Selain itu, Jin memang bukan
makhluk metafisik. Bukan ‘barang halus’.
QS. Al-Baqarah[2]: 177
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ
تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ
آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ
وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ
وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي
الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ
إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ
وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke
arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah
beriman kepada Allah, hari kemudian (kiamat), malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi. Dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba
sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila ia berjanji. Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya). Dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Dari alif, min, dan nun,
al-amn asal maknanya adalah tentramnya jiwa dan hilangnya ketakutan. Dari
sini memunculkan kata iman, aman, dan amanah. Iman ini bisa berarti syariat
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW (QS.6:69). Disifati dengan ayat ini, yaitu setiap
orang yang masuk ke dalam syariatnya, yang meyakini Allah dan kenabiannya.
Allah berfirman, “Dan sebahagian besar mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan
mempersekutukan-Nya,” (QS.12:106).
Kata iman juga bisa digunakan untuk
maksud menundukkan jiwa (patuh) kepada kebenaran dengan membenarkan. Maka di
dalam kata iman itu menghimpun tiga hal. Pertama, membenarkan dengan hati (qalb).
Kedua, mengakui dengan lisan. Dan ketiga, membuktikan hati dan lisan itu dengan
perbuatan. Allah berfirman dalam QS. Al-Hadid[57] ayat 19, “Orang-orang yang
beriman kepada Allah dan rasul-Nya, mereka itulah para shiddiqin.”
Adapun QS Yusuf[12] ayat17, “Engkau
tidak akan beriman kepada mami, meski kami adalah orang-orang yang benar,"
maknanya adalah membenarkan. Karena iman itu membenarkan yang harus disertai
dengan rasa aman atau tentram.
Berdasar (2:177) di atas, rukun
iman itu cuma lima. Dua yang metafisik, yakni Allah dan Malaikat. Dua sisanya
adalah fisik, yakni para utusan Allah (Nabi atau Rasul-Nya) dan
kitab-kitab-Nya. Dan satu yang terakhir adalah sesuatu yang akan terjadi di
masa yang akan datang (future atau mustaqbal), yakni hari yang
terakhir (kiamat) di dalam kehidupan dunia ini.
Jadi, keimanan itu tidak selalu
kepada sesuatu yang metafisik. Tetapi juga iman kepada sesuatu yang fisik. Iman
kepada kitab-kitab-Nya dan para nabi atau rasul-Nya. Iman kepada
kitab-kitab-Nya misalnya. Itu bukan sekadar percaya bahwa ada buku yang bernama
Suhuf Ibrahim, Zabur, Taurat, Injil, dan Al Qur’an. Tapi beriman bahwa buku-buku
tersebut adalah firman Allah. Sebab tidak sedikit orang yang tidak percaya
bahwa buku-buku itu adalah firman Allah. Menurut mereka, itu hanya buku-buku
karangan manusia biasa.
Begitu juga beriman kepada para
rasul-Nya. Misalnya kepada Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad. Bukan sekadar
percaya bahwa mereka itu ada. Tapi percaya bahwa mereka adalah para tokoh yang
dipilih Allah untuk menyampaikan firman-Nya kepada manusia yang lain. Karena
banyak para ateis dan agnostik yang tidak percaya bahwa mereka telah dipilih
Tuhan. Mereka yakin, para tokoh tersebut adalah orang biasa. Atau bahkan
tokoh-tokoh rekaan belaka. Fiksi atau cuma dongeng yang tak pernah ada di dunia
nyata.
Banyak yang salah paham dengan
keimanan ini. Atau sengaja menyalahkan pahamnya sendiri. Dikiranya, iman itu
sekadar percaya. “Harus beriman kepada Jin, karena Jin itu ada dalam Al Qur’an,”
katanya. “Harus beriman kepada sihir, karena sihir itu tercantum di dalam Al
Qur’an,” kata yang lain lagi. Malah mengaitkan keimanan kepada Jin itu
dengan Jin Nabi Sulaiman.
Insya Allah, nanti akan saya
ceritakan tentang Jin Nabi Sulaiman itu. Sekilas info, Jin Nabi Sulaiman ini
memang sering dijadikan kambing hitam untuk menipu dan membodohi umat. Jangankan
orang rata-rata. Yang sudah profesor sekalipun bisa membenarkan aksi tipu-tipu murahan
itu. Kasus Dimas Kanjeng misalnya. Orang-orang ‘lugu’ seperti ini yakin bahwa magic
yang tak ada sebab musababnya itu ada. Padahal di YouTube sudah banyak,
bagaimana trik magic itu dikupas, dibahas, dan dibongkar. Revealed!
Sekali lagi, iman itu tidak hanya
sekadar percaya kepada keberadaan. Kata-kata seperti Jin, Iblis, setan, dan
sihir, itu memang ada dalam Al Qur’an. Tidak bisa kita ingkari keberadaan
kata-kata tersebut. Justru, yang harus kita ingkari adalah konsep Jin, Iblis,
setan, dan sihir tahayyul dan mitos yang dikarang-karang sendiri oleh
masyarakat. Baik oleh masyarakat primitif jahiliyah, maupun masyarakat modern
jahiliyah. Ingat, Qur’an ini datang memang untuk mengoreksi konsep animisme—dinamisme
(seperti penyembah berhala), Nasrani, dan Yahudi.
Kita ini memang tidak boleh
sembarang beriman. Jangan sembarangan beriman. Supaya tidak dilaknat oleh
Allah. Seperti dikisahkan dalam ayat berikut ini.
QS. Al-Nisa’[4]: 51—52
أَلَمْ تَرَ إِلَى
الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ
وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَٰؤُلَاءِ أَهْدَىٰ مِنَ
الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا
51. Apakah kamu tidak memperhatikan
orang-orang yang diberi bahagian dari al-kitab? Mereka beriman kepada Jibt
dan Thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa
mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang mukmin.
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ ۖ وَمَنْ يَلْعَنِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ
لَهُ نَصِيرًا
52. Mereka itulah orang yang
dilaknat Allah. Barangsiapa yang dilaknat Allah, niscaya kamu sekali-kali
tidak akan memperoleh penolong baginya.
Sampai di situ dulu. Semoga
bermanfaat. Bersambung, insya Allah…
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar