—Saiful Islam—
“Ternyata Jin itu bukan makhluk
halus…”
Tanggal 2 Juni 2019 kemarin, saya
dan keluarga mudik ke Banyuwangi. Kamis, tanggal 6, baru kembali ke Surabaya. Baru
sempat nulis tanggal 8 sekarang. OK, yuk lanjut ngajinya.
Ingin sekali saya mengetahui makna
kata dasar al-ins itu. Makna asalnya. Namun sayang, Al-Raghib al-Ashfahaniy,
baik dalam Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an maupun Mufradat Alfazh al-Qur’an
tidak menyinggungnya. Tak ada kata al-ashlu…, misalnya. Bahkan di sana
langsung tertera kata al-ins. Tanpa melalui kata kerjanya, misalnya dari
susunan huruf hamzah, nun, dan sin. Berikut ini saya
kutipkan.
Al-ins itu, berarti
yang selain jin. Khilaf al-jinn. Al-ins adalah selain liar. Yakni
jinak. Al-insiyyu juga disandarkan pada makna al-ins. Penyebutan al-insiyyu
itu adalah untuk orang yang banyak ramahnya. Atau bagi apa pun yang banyak jinaknya.
Karena itu, jika disebut insiyyu al-daabbah (jinaknya binatang), maka
binatang tersebut mengasihi penunggangnya. Alias nurut kepada penunggannya.
Begitu juga. Ketika disebut insiyyu
al-qous (jinaknya busur atau ibu panah/bukan anak panahnya yang tajam),
maka itu untuk pihak yang mengahdap kepada pemanah. Atau dikendalikan oleh
pemanah. Al-insiyyu ini adalah bagi apa pun yang dekat dengan al-insaan
(manusia). Sedangkan al-wahsyiyyu (bangsa yang liar, yang tidak maju,
yang buas, yang ganas, kebengisan, kekasaran), itu untuk pihak yang selain al-insaan.
Bentuk jamak (plural) al-ins
adalah anasiyyu. Seperti dalam QS. Al-Furqan[25]: 4). Jika dikatakan, ibn
insik (anaknya keramahanmu), ini untuk jiwa. Fain aanastum minhum
rusydan (4:6), yakni kalian melihat keramahan, kejinakan, atau kematangan
jiwa (cerdas) pada mereka (anak yatim itu). Begitu juga aanastu naaron
(menjinakkan api atau mengendalikan api).
Sedangkan kalimat hattaaa tasta’nisuu
(24:28), yakni berarti kalian mendapatkan keramahan atau izin dari penghuni
rumah.
Adapun manusia disebut al-insaan
(dari akar kata yang sama dengan al-ins), menurut satu pendapat, itu
karena manusia diciptakan dalam sebuah bentuk atau kejadian yang tidak akan
mampu bertahan hidup kecuali dengan keramahan dari sesamanya. Manusia tidak
akan hidup tanpa bantuan orang lain.
Oleh karenanya, manusia itu disebut
warga kota atau warga negara secara tabiatnya, sebab saling membutuhkan satu
sama lain. Tidak mungkin bagi hanya seorang manusia untuk menyusun semua
sebab-sebab sehingga menjadi sebuah kota atau negara, kecuali dengan saling
membutuhkan dan saling membantu satu sama lain tersebut.
Menurut pendapat yang lain, manusia
itu disebut al-insaan, karena manusia merasa senang dengan apa pun yang
ia kasihi. Dan pendapat yang lain mengatakan bahwa manusia itu disebut al-insaan,
mengikuti wazan (bentuk) if’ilaan. Asalnya insiyaan
(lupa). Dinamakan manusia seperti itu, karena manusia telah terikat janji (dengan
Allah), kemudian ia lupa dengan janji tersebut.
Sedangkan al-insan menurut Lisan
al-Arab, itu sudah diketahui. Yakni berarti manusia. Disebutkan juga bahwa
yang dimaksud al-insaan adalah Adam. Bentuk jama’ mudzakkar
(plural) dari al-insaan adalah al-naas. Jika berbentuk jama’
muannats, maka itu berarti kabilah atau sebuah kelompok manusia.
Sekilas, penting dikutip juga di
sini adalah kata basyarun. Basyar itu bentuk jamak (plural) dari
kata al-basyarah. Artinya adalah kulit luar. Kata basyarun ini hanya
sebuah ibarat untuk arti manusia. Karena penampilan fisiknya, terutama rambut,
yang berbeda dari binatang-binatang lainnya yang berbulu. Lebih lanjut jika
diperhatikan QS. 25:54; 38:71; 5:25; 36:15; 18:110; dan lain-lain, basyar
itu menunjuk pada makna spesies tertentu. Yakni spesies manusia.
Jadi al-ins itu menunjuk
pada sifat. Bukan pada sosok tertentu. Lihat lagi artinya, al-ins itu
lawan kata liar. Alias jinak. Nah, liar atau jinak ini adalah sifat. Bukan sosok.
Maka tidak cukup al-ins itu diterjemahkan sesimpel manusia. Sebab, tidak
semua manusia itu jinak atau liar. Manusia ada yang jinak atau ramah atau baik.
Ada pula manusia yang liar, jahat, bringas, bengis, kasar, dan ganas.
Karena al-ins itu lawan dari
al-jinn (ingat definisi jin yang khilaf al-ins kemarin), maka jin
berarti sifat yang selain jinak. Dengan kata lain, jin juga bisa menunjuk sifat
tertentu, seperti liar, bengis, kasar, jahat, dan lain seterusnya itu. Sekali
lagi, jin bukan sosok. Tapi sifat yang inheren di dalam sosok.
Kesimpulan sementara menjadi
seperti ini. Ada spesies manusia yang disebut basyar. Nah, basyar
ini ada yang jinak dan ramah, disebut al-ins. Yakni manusia yang baik. Yang
termanifestasi sebagai al-insaan atau al-naas. Dan basyar itu
juga ada yang liar, jahat, ganas, disebut al-jinn. Jadi, al-jinn
dan al-naas, itu dua-duanya ya manusia! Hanya manusia yang beda
sifatnya!!
Kita tak bisa pungkiri pula bahwa,
siklus hidup manusia ini pun mengalami proses. Sebelum menjadi manusia modern,
dulunya kita adalah manusia purba. Manusia adalah hewan yang berakal, begitu
definisnya. Sebelum menjadi al-insaan, manusia awalnya adalah al-basyar.
Sedangkan al-jinn, itu sebutan untuk al-basyar pula dengan
sifat-sifat tertentu. Maka di Lisan al-Arab itu pula saya menemukan
kalimat naasun minal jinn. Yakni sekelompok manusia yang
mempunyai kualitas atau sifat jin.
Sampai di sini dulu. Semoga
bermanfaat. Bersambung. Insya Allah…
Salam
Untuk lebih memuaskan, silakan baca
di tipkemenangan.blogspotdotkom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar