Jumat, 07 Juni 2019

JIN BUKAN SOSOK


—Saiful Islam—

“Ternyata Jin itu bukan makhluk halus…”

Tanggal 2 Juni 2019 kemarin, saya dan keluarga mudik ke Banyuwangi. Kamis, tanggal 6, baru kembali ke Surabaya. Baru sempat nulis tanggal 8 sekarang. OK, yuk lanjut ngajinya.

Ingin sekali saya mengetahui makna kata dasar al-ins itu. Makna asalnya. Namun sayang, Al-Raghib al-Ashfahaniy, baik dalam Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an maupun Mufradat Alfazh al-Qur’an tidak menyinggungnya. Tak ada kata al-ashlu…, misalnya. Bahkan di sana langsung tertera kata al-ins. Tanpa melalui kata kerjanya, misalnya dari susunan huruf hamzah, nun, dan sin. Berikut ini saya kutipkan.

Al-ins itu, berarti yang selain jin. Khilaf al-jinn. Al-ins adalah selain liar. Yakni jinak. Al-insiyyu juga disandarkan pada makna al-ins. Penyebutan al-insiyyu itu adalah untuk orang yang banyak ramahnya. Atau bagi apa pun yang banyak jinaknya. Karena itu, jika disebut insiyyu al-daabbah (jinaknya binatang), maka binatang tersebut mengasihi penunggangnya. Alias nurut kepada penunggannya.

Begitu juga. Ketika disebut insiyyu al-qous (jinaknya busur atau ibu panah/bukan anak panahnya yang tajam), maka itu untuk pihak yang mengahdap kepada pemanah. Atau dikendalikan oleh pemanah. Al-insiyyu ini adalah bagi apa pun yang dekat dengan al-insaan (manusia). Sedangkan al-wahsyiyyu (bangsa yang liar, yang tidak maju, yang buas, yang ganas, kebengisan, kekasaran), itu untuk pihak yang selain al-insaan.

Bentuk jamak (plural) al-ins adalah anasiyyu. Seperti dalam QS. Al-Furqan[25]: 4). Jika dikatakan, ibn insik (anaknya keramahanmu), ini untuk jiwa. Fain aanastum minhum rusydan (4:6), yakni kalian melihat keramahan, kejinakan, atau kematangan jiwa (cerdas) pada mereka (anak yatim itu). Begitu juga aanastu naaron (menjinakkan api atau mengendalikan api).

Sedangkan kalimat hattaaa tasta’nisuu (24:28), yakni berarti kalian mendapatkan keramahan atau izin dari penghuni rumah.

Adapun manusia disebut al-insaan (dari akar kata yang sama dengan al-ins), menurut satu pendapat, itu karena manusia diciptakan dalam sebuah bentuk atau kejadian yang tidak akan mampu bertahan hidup kecuali dengan keramahan dari sesamanya. Manusia tidak akan hidup tanpa bantuan orang lain.

Oleh karenanya, manusia itu disebut warga kota atau warga negara secara tabiatnya, sebab saling membutuhkan satu sama lain. Tidak mungkin bagi hanya seorang manusia untuk menyusun semua sebab-sebab sehingga menjadi sebuah kota atau negara, kecuali dengan saling membutuhkan dan saling membantu satu sama lain tersebut.

Menurut pendapat yang lain, manusia itu disebut al-insaan, karena manusia merasa senang dengan apa pun yang ia kasihi. Dan pendapat yang lain mengatakan bahwa manusia itu disebut al-insaan, mengikuti wazan (bentuk) if’ilaan. Asalnya insiyaan (lupa). Dinamakan manusia seperti itu, karena manusia telah terikat janji (dengan Allah), kemudian ia lupa dengan janji tersebut.

Sedangkan al-insan menurut Lisan al-Arab, itu sudah diketahui. Yakni berarti manusia. Disebutkan juga bahwa yang dimaksud al-insaan adalah Adam. Bentuk jama’ mudzakkar (plural) dari al-insaan adalah al-naas. Jika berbentuk jama’ muannats, maka itu berarti kabilah atau sebuah kelompok manusia.

Sekilas, penting dikutip juga di sini adalah kata basyarun. Basyar itu bentuk jamak (plural) dari kata al-basyarah. Artinya adalah kulit luar. Kata basyarun ini hanya sebuah ibarat untuk arti manusia. Karena penampilan fisiknya, terutama rambut, yang berbeda dari binatang-binatang lainnya yang berbulu. Lebih lanjut jika diperhatikan QS. 25:54; 38:71; 5:25; 36:15; 18:110; dan lain-lain, basyar itu menunjuk pada makna spesies tertentu. Yakni spesies manusia.

Jadi al-ins itu menunjuk pada sifat. Bukan pada sosok tertentu. Lihat lagi artinya, al-ins itu lawan kata liar. Alias jinak. Nah, liar atau jinak ini adalah sifat. Bukan sosok. Maka tidak cukup al-ins itu diterjemahkan sesimpel manusia. Sebab, tidak semua manusia itu jinak atau liar. Manusia ada yang jinak atau ramah atau baik. Ada pula manusia yang liar, jahat, bringas, bengis, kasar, dan ganas.

Karena al-ins itu lawan dari al-jinn (ingat definisi jin yang khilaf al-ins kemarin), maka jin berarti sifat yang selain jinak. Dengan kata lain, jin juga bisa menunjuk sifat tertentu, seperti liar, bengis, kasar, jahat, dan lain seterusnya itu. Sekali lagi, jin bukan sosok. Tapi sifat yang inheren di dalam sosok.

Kesimpulan sementara menjadi seperti ini. Ada spesies manusia yang disebut basyar. Nah, basyar ini ada yang jinak dan ramah, disebut al-ins. Yakni manusia yang baik. Yang termanifestasi sebagai al-insaan atau al-naas. Dan basyar itu juga ada yang liar, jahat, ganas, disebut al-jinn. Jadi, al-jinn dan al-naas, itu dua-duanya ya manusia! Hanya manusia yang beda sifatnya!!

Kita tak bisa pungkiri pula bahwa, siklus hidup manusia ini pun mengalami proses. Sebelum menjadi manusia modern, dulunya kita adalah manusia purba. Manusia adalah hewan yang berakal, begitu definisnya. Sebelum menjadi al-insaan, manusia awalnya adalah al-basyar. Sedangkan al-jinn, itu sebutan untuk al-basyar pula dengan sifat-sifat tertentu. Maka di Lisan al-Arab itu pula saya menemukan kalimat naasun minal jinn. Yakni sekelompok manusia yang mempunyai kualitas atau sifat jin.

Sampai di sini dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung. Insya Allah…

Salam

Untuk lebih memuaskan, silakan baca di tipkemenangan.blogspotdotkom



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...