—Saiful Islam—
“Jangan membayangkan dialog Allah
itu, terjadi di surga antah barantah…”
Kali ini, kita akan memperhatikan
paling tidak tiga dialog. Pertama, dialog Allah dengan Iblis. Kedua, dialog
Allah dengan Malaikat. Dan yang ketiga, adalah dialog Allah dengan Adam atau
dengan manusia.
Untuk dialog Allah dengan Iblis,
ayat-ayatnya sudah kita kutip sebelumnnya. Misalnya, ayat berikut ini.
QS. Shad[38]: 75—76
قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا
مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ ۖ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ
الْعَالِينَ
75. Allah berfirman: "Hai Iblis,
Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua
tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk
orang-orang yang (lebih) tinggi?".
قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ ۖ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ
مِنْ طِينٍ
76. Iblis menjawab: "Aku lebih
baik daripadanya. Karena Engkau ciptakan aku dari api. Sedangkan dia, Engkau
ciptakan dari tanah".
Sedangkan dialog Allah dengan
Malaikat, misalnya diceritakan oleh ayat berikut.
QS. Al-Baqarah[2]: 30—32
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ
لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا
مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ
لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
30. Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi." Malaikat menjawab: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah. Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui."
وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ
كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ
هَٰؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam
mama-nama (benda-benda) seluruhnya. Kemudian mengemukakannya kepada Malaikat,
lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu yang
benar!"
قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا
عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
32. Malaikat menjawab: "Maha
suci Engkau. Tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan
kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Adapun dialog Allah dengan Adam
atau dengan manusia, sebagaimana digambarkan dalam ayat di bawah ini. Secara tersirat,
di ayat berikut juga ada dialog antara Adam dan Malaikat.
QS. Al-Baqarah[2]: 33
قَالَ يَا آدَمُ أَنْبِئْهُمْ
بِأَسْمَائِهِمْ ۖ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ
إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا
كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ
Allah berfirman: "Hai Adam,
beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya
kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah
Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi
dan apa yang kamu nyatakan, serta yang kamu sembunyikan?"
QS. Al-A’raf[7]: 172
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ
بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini
Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami bersaksi".
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)".
Bagaimana memahami ayat-ayat
tersebut? Yang jelas, jangan menggambarkan sebuah adegan seperti di film-film. Yakni
ada sosok Allah, sosok Adam, sosok Iblis, dan sosok Malaikat, di sebuah tempat
di langit. Atau seperti di sebuah ruangan di dalam kerajaan. Atau seperti di
surga. Kemudian antara Allah, Adam, Malaikat, dan Iblis berhadap-hadapan
langsung. Berdiskusi seperti sekumpulan orang sedang rapat atau musyawarah. Ngobrol
face to face. Tentu tidak demikian. Tidak begitu pemahamannya.
Allah itu tidak seperti apa-apa. Juga
tidak seperti siapa-siapa. Allah juga tidak menempati sesuatu. Allah tidak
berada di dalam ruang dan waktu. Tapi Allah meliputi segala sesuatu. Termasuk
meliputi ruang dan waktu. Ruang angkasa yang maha luas dan maha besar ini, tak
ada apa-apanya dibanding Kemahabesaran Allah. Jin pun, tidak mengetahui yang
ghaib (QS.34:14). Tidak mungkin Allah satu dimensi dengan Malaikat, Iblis, Jin,
Adam, dan seterusnya.
Kita harus melakukan takwil. Apa itu
takwil? Gampangnya begini: mengalihkan makna hakikat ke makna kiasan karena
secara rasional tidak memungkinkan dimaknai secara hakikat. Memahami secara
konotatif karena tidak bisa diartikan secara denotatif. Menggunakan makna
majazi, karena tak bisa diartikan hakikinya. Ini seperti kalimat dalam Qur’an, “Allah
bersemayam di atas Arasy,” atau “Tangan Allah,” atau “Wajah Allah”,
tentu kita tidak boleh memahaminya secara tekstual. Tapi harus alias wajib
kontekstual.
Dialog Allah dengan Iblis, dengan
Malaikat, dan dengan Adam, ini sekadar menggambarkan bahwa ada something
yang baik. Yang mengajak dan mengarah kepada kebaikan. Sebaliknya, ada something
yang buruk dan jahat. Mengajak kepada keburukan dan kejahatan. Ada Allah yang
mengganjar kebaikan dengan surga. Serta membalas keburukan dan kejahatan dengan
neraka. Dan ini semua sudah kehendak-Nya.
Begitu juga dialog terakhir antara
Allah dengan jiwa manusia. “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Kemudian dijawab oleh
jiwa itu, “Benar. Kamis bersaksi,” ini juga makna kiasan. Bukan makna
sebenarnya. Artinya, sudah ada perjanjian primordial antara Allah dengan jiwa
anak keturunan Adam. Kita. Sebelum dilahirkan. Bahwa sejatinya, kita ini sudah
bertuhan. Fitrah kita adalah bertuhan.
Juga sudah menjadi perjanjian
primordial bahwa Allah akan menguji manusia. Allah yang menciptakan kematian
dan kehidupan. Untuk menguji siapa yang terbaik amal perbuatannya. Kebaikan dan
keburukan itu sendiri adalah ujian. Akan ada Iblis yang akan mendorong manusia
berbuat keburukan. Akan ada Malaikat yang akan mensupport kita untuk berbuat
kebaikan, prestasi, dan kemanfaatan. Perjanjian primordial!
Sampai di sini dulu. Semoga
bermanfaat. Bersambung, insya Allah…
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar