Jumat, 14 Juni 2019

MENTAKWIL DIALOG IBLIS


—Saiful Islam—

“Jangan membayangkan dialog Allah itu, terjadi di surga antah barantah…”

Kali ini, kita akan memperhatikan paling tidak tiga dialog. Pertama, dialog Allah dengan Iblis. Kedua, dialog Allah dengan Malaikat. Dan yang ketiga, adalah dialog Allah dengan Adam atau dengan manusia.

Untuk dialog Allah dengan Iblis, ayat-ayatnya sudah kita kutip sebelumnnya. Misalnya, ayat berikut ini.

QS. Shad[38]: 75—76
قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ ۖ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ
75. Allah berfirman: "Hai Iblis, Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?".

قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ ۖ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
76. Iblis menjawab: "Aku lebih baik daripadanya. Karena Engkau ciptakan aku dari api. Sedangkan dia, Engkau ciptakan dari tanah".

Sedangkan dialog Allah dengan Malaikat, misalnya diceritakan oleh ayat berikut.

QS. Al-Baqarah[2]: 30—32
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Malaikat menjawab: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam mama-nama (benda-benda) seluruhnya. Kemudian mengemukakannya kepada Malaikat, lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu yang benar!"

قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
32. Malaikat menjawab: "Maha suci Engkau. Tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."

Adapun dialog Allah dengan Adam atau dengan manusia, sebagaimana digambarkan dalam ayat di bawah ini. Secara tersirat, di ayat berikut juga ada dialog antara Adam dan Malaikat.

QS. Al-Baqarah[2]: 33
قَالَ يَا آدَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ ۖ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ
Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan apa yang kamu nyatakan, serta yang kamu sembunyikan?"

QS. Al-A’raf[7]: 172
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami bersaksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".

Bagaimana memahami ayat-ayat tersebut? Yang jelas, jangan menggambarkan sebuah adegan seperti di film-film. Yakni ada sosok Allah, sosok Adam, sosok Iblis, dan sosok Malaikat, di sebuah tempat di langit. Atau seperti di sebuah ruangan di dalam kerajaan. Atau seperti di surga. Kemudian antara Allah, Adam, Malaikat, dan Iblis berhadap-hadapan langsung. Berdiskusi seperti sekumpulan orang sedang rapat atau musyawarah. Ngobrol face to face. Tentu tidak demikian. Tidak begitu pemahamannya.

Allah itu tidak seperti apa-apa. Juga tidak seperti siapa-siapa. Allah juga tidak menempati sesuatu. Allah tidak berada di dalam ruang dan waktu. Tapi Allah meliputi segala sesuatu. Termasuk meliputi ruang dan waktu. Ruang angkasa yang maha luas dan maha besar ini, tak ada apa-apanya dibanding Kemahabesaran Allah. Jin pun, tidak mengetahui yang ghaib (QS.34:14). Tidak mungkin Allah satu dimensi dengan Malaikat, Iblis, Jin, Adam, dan seterusnya.

Kita harus melakukan takwil. Apa itu takwil? Gampangnya begini: mengalihkan makna hakikat ke makna kiasan karena secara rasional tidak memungkinkan dimaknai secara hakikat. Memahami secara konotatif karena tidak bisa diartikan secara denotatif. Menggunakan makna majazi, karena tak bisa diartikan hakikinya. Ini seperti kalimat dalam Qur’an, “Allah bersemayam di atas Arasy,” atau “Tangan Allah,” atau “Wajah Allah”, tentu kita tidak boleh memahaminya secara tekstual. Tapi harus alias wajib kontekstual.

Dialog Allah dengan Iblis, dengan Malaikat, dan dengan Adam, ini sekadar menggambarkan bahwa ada something yang baik. Yang mengajak dan mengarah kepada kebaikan. Sebaliknya, ada something yang buruk dan jahat. Mengajak kepada keburukan dan kejahatan. Ada Allah yang mengganjar kebaikan dengan surga. Serta membalas keburukan dan kejahatan dengan neraka. Dan ini semua sudah kehendak-Nya.

Begitu juga dialog terakhir antara Allah dengan jiwa manusia. “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Kemudian dijawab oleh jiwa itu, “Benar. Kamis bersaksi,” ini juga makna kiasan. Bukan makna sebenarnya. Artinya, sudah ada perjanjian primordial antara Allah dengan jiwa anak keturunan Adam. Kita. Sebelum dilahirkan. Bahwa sejatinya, kita ini sudah bertuhan. Fitrah kita adalah bertuhan.

Juga sudah menjadi perjanjian primordial bahwa Allah akan menguji manusia. Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan. Untuk menguji siapa yang terbaik amal perbuatannya. Kebaikan dan keburukan itu sendiri adalah ujian. Akan ada Iblis yang akan mendorong manusia berbuat keburukan. Akan ada Malaikat yang akan mensupport kita untuk berbuat kebaikan, prestasi, dan kemanfaatan. Perjanjian primordial!

Sampai di sini dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...