—Saiful Islam—
“Setan adalah sifat, baik untuk
al-jinn maupun al-ins…”
Material Jin yang terbuat dari api,
sudah kita bahas cukup detil. Al-jinn bersanding dengan al-ins, juga sudah
dibahas cukup detil. Kita juga sudah paham perbedaan antara al-basyar, al-ins,
dan al-insaan, sekaligus kaitannya dengan Jin.
Yang belum mengerti, atau belum
mengikuti serinya, silakan dibaca lagi tulisan-tulisan sebelumnya. Di Facebook,
di WAG, maupun di tipkemenangan.blogspotdotkom. Sebab kebiasaan kita ini,
gampangan berkata yang bukan-bukan: “makhluk halus”, “goib”, “kesurupan”, “kena
santet”, dan semisalnya. Padahal aslinya tidak paham. Dan cuma ikut-ikutan
tradisi animisme—dinamisme.
Baiklah. Yuk kita lanjutkan lagi.
Nah, yang tak kalah menarik lagi adalah, Allah menggunakan frase “Setan-setan al-ins
dan al-jinn”. Disebutkan dalam QS. Al-An’am[6] ayat 112 berikut ini.
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا
لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ
إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi
tiap-tiap Nabi itu musuh. Yaitu syaitan-syaitan al-ins dan al-jinn. Sebagian
mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah
untuk menipu. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya.
Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.”
Maka, kita mesti paham dulu apa itu
setan dari rujukan yang benar. Yang ilmiah. Jangan ujug-ujug latah bilang, “setan”,
“makhluk halus”, “guna-guna”, “pocong”, “hantu”, “pokoknya seram”, “sihir”, dan
seterusnya. (Insya Allah kita akan bahas semua itu). Padahal sejatinya tidak
mengerti. Referensinya salah. Cuma ikut-ikutan. QS. 6 ayat 116—117,
mengingatkan, “Jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi, niscaya mereka
akan menyesatkanmu.” So, hati-hatilah.
Kata al-syaythoon, itu asli nun-nya.
Alias bukan tambahan seperti nun tatsniyah. Kata tersebut dari syathona
yang arti awalnya adalah berjauhan (tabaa’ada). Sumur yang dalam itu
disebut bi’run syathuun. Karena antara air dan orang yang menimba itu
berjauhan. Desa yang jauh juga disebut syathonat al-daar. Begitu juga
negeri yang jauh disebut ghurbatun syathuun.
Isim fa’il-nya
(subjeknya), yakni syaathin, itu berarti yang jauh dari kebenaran.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa
nun-nya adalah nun tambahan dari kata syaatho yasyiithu. Artinya terbakar
marah. Maka masih menurut Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, bahwa setan
itu adalah makhluk yang terbuat dari api. Seperti ditunjukkan oleh QS.
Al-Rahman[55] ayat 15, “Dan Allah menciptakan jin dari nyala api”. Tetapi
khusus dengan kekuatan marah, sombong yang berlebihan, serta menolak sujud
(hormat) kepada Adam.
Menurut Abu Ubaydah, syaythoon
itu adalah nama untuk segala sesuatu yang merusak atau menyakiti. Bisa dari al-jinn,
al-ins, atau hewan. (saya sengaja tidak menerjemahkan al-ins dan
al-jinn, supaya konsisten bahwa keduanya bermakna manusia yang beda
sifatnya saja).
Setan berarti manusia. Yakni
manusia yang sifatnya setan seperti ayat-ayat berikut ini dan lain-lain.
QS. Al-An’am[6]: 121
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا
لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ ۗ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ
لَيُوحُونَ إِلَىٰ أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ ۖ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ
لَمُشْرِكُونَ
Dan janganlah kamu memakan
binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya
perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu
membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu
menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.
QS. Al-Baqarah[2]: 14
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ
آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا
مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ
Dan bila mereka berjumpa dengan
orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". Dan
bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan:
"Sesungguhnya Kami sependirian dengan kamu, Kami hanyalah
berolok-olok."
Adapun firman Allah “kepala-kepala
setan”, dalam QS. 37: 65, itu menurut satu pendapat berarti ular yang samar
jasadnya. Yang dimaksud adalah perumpamaan untuk al-jinn yang merusak. Diserupakan
karena kesamaan bentuknya yang mengerikan.
Sedangkan firman Allah, “Mereka
mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman,”
dalam QS. 2:102, yang dimaksud setan-setan di situ adalah al-jinn dan juga
al-ins yang durhaka.
Setan juga, adalah nama untuk
setiap akhlak yang tercela. Rasulullah SAW bersabda, “Iri dengki (hasad) itu
setan. Marah, itu juga setan.”
……………..........
Jadi arti asalnya, setan itu adalah
yang berjauhan. Atau yang jauh. Jauh dari apa? Jauh dari kebenaran. Jauh dari
rahmat Allah. Jauh dari surga. Jauh dari kekuatan. Jauh dari kecerdasan dan
kepintaran. Jauh dari kekayaan (seperti penyair Arab berkata, “Tidak ada
malam-malamnya orang fakir itu kecuali setan”). Jauh dari semangat belajar dan
bekerja. Intinya jauh dari kebaikan-kebaikan, seperti malas; iri; sombong;
dengki; zalim; curang; khawatir, takut, menunda-nunda, bakhil, lemah, dan ragu-ragu
untuk kebaikan, dan lain seterusnya.
Setan itu kata sifat. Tidak ada
satu ayat pun yang menyebut bahwa setan itu sosok. Qur’an tidak pernah menyebut
material setan. Setan memang adalah sifat yang masuk dalam sosok. Yang mengatakan
setan itu makhluk terbuat dari api dengan dasar QS.55:15, itu lemah. Yang terbuat
dari api itu jin. Bukan setan. Setan adalah sifat merusak yang sudah
diaktualisasikan baik oleh manusia al-ins, manusia al-jinn,
hewan, dan seterusnya.
Maka yang dimaksud setan-setan al-ins
dan al-jinn, itu seperti ini. Al-ins dan al-jinn itu
sebenarnya adalah manusia. Orang. Hanya orang yang bersifat (memiliki kualitas-kualitas
tertentu) sebagai manusia al-ins dan manusia al-jinn. Sudah inheren
dalam keduanya energi. Yakni energi potensial. Dan ketika manusia al-ins
dan al-jinn ini berbuat kerusakan, durhaka kepada Allah maupun kedua
orang tuanya, itulah manusia al-ins dan al-jinn yang sudah
kesetanan. Disebutlah setan-setan al-ins dan al-jinn.
Dengan kata lain, setan-setan al-ins
dan al-jinn itu tak lain dan tak bukan adalah energi potensial yang
sudah diaktualisasikan dalam bentuk merusak. Zalim. Dan sebagainya. Ketika energi
potensial itu digunakan untuk perbuatan buruk, merusak, yang jauh dari
kebenaran, baik ucapan maupun perbuatan, maka itulah orang yang sedang kesetanan.
Sampai di sini dulu. Semoga
bermanfaat. Bersambung insya Allah…
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar