—Saiful Islam—
“Tidak ada satu ayat pun yang
mengatakan bahwa ayat-ayat Qur’an bisa untuk mengusir Jin…”
Berdasar wacana yang berkembang di
kalangan umat Islam, ruqyah dipahami sebagai membaca ayat-ayat Qur’an atau
doa-doa untuk mengusir Jin. Atau untuk pengobatan. Baik pengobatan jiwa maupun
fisik.
Pengertian yang pertama, bahwa
bacaan ayat-ayat Qur’an bisa mengusir Jin, sudah terbantahkan dengan dua kisah
kemarin. Yaitu pertama kisah gadis kesurupan yang mengoreksi bacaan orang yang
akan menyadarkannya: “Pakai idgham bighunnah g*bl*k!” Kalau memang benar gadis
itu kemasukan Jin, tentunya si Jin akan langsung lari. Dan si gadis akan
langsung sadar ketika diruqyah.
Maka, pemahaman ada Jin sosok
metafisika yang bisa masuk ke dalam diri seseorang, itu salah. Begitu juga. Pemahaman
bacaan ayat-ayat Qur’an untuk mengusir Jin, juga salah. Jadi fenomena ada orang
kesurupan kemudian ada orang yang berusaha menyadarkannya dengan ayat-ayat Qur’an,
dengan maksud mengeluarkan Jin tersebut, adalah kesalahan pangkat dua.
Kedua, adalah kisah gadis yang
malah kesurupan ketika diruqyah. Padahal awalnya gadis itu biasa-biasa saja. Normal-normal
saja. Sehat-sehat saja. Tapi ketika dalam proses ruqyah masal itu, gadis
tersebut malah kesurupan. Ingat, tim peruqyah itu sudah profesional! Mereka
diundang ke sekolah itu, memang karena menamakan diri sebagai peruqyah profesional!!
Jadi, pemahaman ayat-ayat Qur’an
digunakan untuk mengusir Jin gaib metafisika itu, tidak tepat. Alias keliru. Alias
salah. Baik secara teoritis. Maupun praktik di lapangan langsung. Memang kalau
kita cari dalam Qur’an, tidak ada informasi kepada kita yang menyatakan bahwa
ayat-ayat Qur’an bisa digunakan untuk mengusir Jin gaib metafisika itu. Sekali
lagi, tidak ada!
Ruqyah itu berasal dari kata roqoo
yang berarti naik. Roqiytu fi al-daraj wa al-sullam, aku menaiki (anak)
tangga. Menek ondo, bahasa Jawanya. Begitu juga arqoo, ruqiyan,
irtaqoo, berarti mendaki. Ayat-ayat Qur’an yang menggunakan kata ini,
antara lain sebagai berikut:
QS. Shad[38]: 10
أَمْ لَهُمْ مُلْكُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا ۖ فَلْيَرْتَقُوا فِي الْأَسْبَابِ
Atau apakah bagi mereka kerajaan
langit dan bumi dan yang ada di antara keduanya? (Jika ada), maka hendaklah
mereka MENAIKI tangga-tangga (ke langit).
Dikatakan, irqo ‘ala thol’ik.
Yang dimaksud adalah ish’ad wa in kunta zholi’an. Yakni mendakilah,
meskipun engkau pincang.
QS. Al-Isra’[17]: 93
أَوْ يَكُونَ لَكَ بَيْتٌ
مِنْ زُخْرُفٍ أَوْ تَرْقَىٰ فِي السَّمَاءِ وَلَنْ نُؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّىٰ
تُنَزِّلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَقْرَؤُهُ ۗ قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلَّا
بَشَرًا رَسُولًا
“Atau kamu mempunyai sebuah rumah
dari emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai
KENAIKANMU itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami
baca". Katakanlah: "Maha Suci Tuhanku. Bukankah aku ini hanya seorang
manusia yang menjadi rasul?"
Selain berarti naik atau mendaki
itu, ruqyah bisa juga berarti penangkal. Seperti terekam pada ayat berikut: QS.
Al-Qiyamah[75]: 27, Dan dikatakan (kepadanya): "Siapakah yang dapat
MENYEMBUHKAN?"
وَقِيلَ مَنْ ۜ رَاقٍ
Yakni, ketika nafas sudah sampai di
kerongkongan, siapakah yang bisa menangkalnya? Atau menghalanginya? Atau mencegahnya?
Sehingga ia menjadi sembuh. Sehingga ia lepas dari sakaratul maut. Ayat ini
sebagai pengingat bahwa ketika nafas sudah sampai di kerongkongan itu, tidak
ada seorang pun yang bisa mencegahnya. Atau menolaknya. Atau menghalang-halanginya.
Jadi, tidak ada dalam Al Qur’an itu
informasi bahwa ayat-ayat Qur’an ini bisa digunakan untuk mengusir Jin gaib
metafisik. Tidak ada juga ayat-ayat Qur’an bisa digunakan untuk ‘menyadarkan’
orang ‘kesurupan’.
Ayat-ayat Qur’an ini memang bisa
menyembuhkan. Bahkan ia adalah penawar. Ya, obat. Ayat-ayat Qur’an ini memang ada
yang berfungsi sebagai obat. Namun bukan untuk mengobati atau menyembuhkan atau
menyadarkan orang ‘kesurupan’. Tapi lebih pada mengobati penyakit-penyakit
kejiwaan. Seperti sedih, takut, halusinasi, delusi, ragu-ragu, bingung, dan
seterusnya. Dan catat ini, ayat-ayat Qur’an itu memang bisa menjadi obat ketika
dipahami makna-maknanya. Diyakini. Lantas dipraktekkan dalam kehidupan
sehari-sehari!
QS. Yunus[10]: 57
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ
جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى
وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Hai manusia. Sesungguhnya telah
datang kepadamu PELAJARAN dari Tuhanmu dan PENYEMBUH bagi penyakit-penyakit
(yang berada) DALAM DADA dan PETUNJUK serta RAHMAT bagi orang-orang yang
beriman.
Jelas sekali ayat di atas memberi
informasi kepada kita bahwa Al Qur’an ini adalah mengandung pelajaran. Ya pelajaran
disebut pertama. Namanya pelajaran, ya mesti dipahami maknanya. Ketika guru
memberikan pelajaran Fisika, Kimia, Matematika, Biologi, Antropologi,
Sosiologi, misalnya, ya itu memang untuk dipahami. Dimengerti. Supaya bermanfaat
bagi si murid. Lah, kalau ada pelajaran tidak untuk dipahami, tentu tidak
pantas disebut pelajaran.
Barulah kemudian Al Qur’an itu
disebut obat untuk penyakit-penyakit di dalam dada. Alias penyakit-penyakit
jiwa. Seperti takut, sedih, khawatir, putus asa, bingung, merasa tidak berguna,
merasa tidak diampuni Allah, berhalusinasi, berdelusi, dan lain semisalnya. Di
Facebook, saya pernah menemukan gambar menarik ini: “Aduh capeknya…” Allah
jawab, “Dan Kami jadikan tidurmu sebagai istirahat,” (Al-Naba’:9). “Sedihnya…”
Allah jawab, “Laa tahzan. Innalloha ma’ana. Janganlah kamu sedih. Sesungguhnya
Allah bersama kita,” (Al-Taubah: 40). “Stres, panik, gelisah…” Allah jawab, “Hanya
dengan mengingat-Ku, hati menjadi tenang,” (Al-Ra’ad: 28). “Yang kulakukan
sia-sia…” Allah jawab, “Siapa yang mengerjakan kebaikan sekecil atom pun,
niscaya ia akan mendapat balasannya,” (Al-Zalzalah:7). “Berat banget, nggak
sanggup…” Allah jawab, “Aku tidak membebani seseorang, melainkan sesuai
kesanggupannya,” (Al-Baqarah: 286). Dan banyak lagi.
Jadi, ketika dipahami maknanya,
serta dihayati sepenuh keimanan, kemudian dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari,
maka pastilah Al Qur’an itu bisa menjadi obat. Menjadi penawar bagi orang yang
mengamalkannya. Benar-benar menyembuhkan segala penyakit-penyakit jiwanya itu.
Lalu, Al Qur’an itu menjadi
petunjuk. Ya, petunjuk. Namanya petunjuk, mestilah harus dimengerti dan
dipahami. Tentu, bukan petunjuk namanya kalau tidak bisa dimengerti dan
dipahami. Seperti seorang dokter asing yang berbahasa Inggris memberi resep
kepada pasien, orang Jawa dari kampung yang tidak lulus SD. Tentu saja, petunjuk
yang diberikan dokter itu tidak bermanfaat baginya. Meski resep itu dibaca
seribu kali, sampek meniren sekalipun, ya tetap saja. Resep itu tidak
akan berguna.
Di situlah Al Qur’an lantas menjadi
rahmat. Yakni membuat orang yang memahami serta mengamalkan Al Qur’an dikasihi
Allah. Disayang Allah. Didekatkan dan diberikan aneka kebaikan. Keselamatan. Kesuksesan.
Kebahagiaan. Surganya. Bahkan sejak di dunia. Sampai akhirat.
Tapi, ingat. Semua energi makna Al
Qur’an itu, hanya bermanfaat bagi orang yang beriman. Alias orang yang
meyakininya. Bahwa Al Qur’an ini memang benar-benar firman Allah. Tidak ada
keraguan sedikitpun padanya. Petunjuk apa yang tercantum di dalamnya, pastilah
benarnya. Dan kita memang harus senantiasa membuktikannya langsung dalam
kehidupan sehari-hari. Mulai dari ‘ainul yaqin. Sampai haqqul yaqin.
Tapi sebaliknya. Bagi orang yang
memang tidak beriman, Al Qur’an hanya menjadi sesuatu yang merugikan mereka. Mereka
sedih, takut, dan khawatir Qur’an itu akan lestari. Bahkan informasinya membuat
mereka benci. Marah. Gelap. Karena Qur’an memang senantiasa mengritik mereka. Mengancam
mereka dengan neraka. Teror mental.
QS. Al-Isra’[17]: 82
وَنُنَزِّلُ مِنَ
الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
Dan Kami turunkan dari Al Qur’an
suatu yang menjadi PENAWAR dan RAHMAT bagi orang-orang yang beriman. Dan Al Qur’an
itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
QS. Fushshilat[41]: 44
وَلَوْ جَعَلْنَاهُ
قُرْآنًا أَعْجَمِيًّا لَقَالُوا لَوْلَا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ ۖ أَأَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ ۗ قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ
ۖ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ
وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى ۚ أُولَٰئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ
Dan jikalau Kami jadikan Al Qur’an
itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan:
"Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah (patut Al Qur’an)
dalam bahasa asing sedang (Rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Qur’an
itu adalah PETUNJUK dan PENAWAR bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang
tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu
kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat
yang jauh".
Begitulah. Ayat-ayat Qur’an itu
memang bisa menyembuhkan. Yakni energi maknanya. Bukan yang lain. Maka sudah
pasti sebuah penyelewengan. Penyalahgunaan, ketika ayat-ayat Qur’an, itu
dipakai untuk jompa-jampi. Atau jimat. Atau mantra. Pelaris. Pelet. Mengusir
Jin. Sowok. Dan lain semisalnya.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar