Selasa, 06 Agustus 2019

BERUQYAH DENGAN QUR’AN


—Saiful Islam—

“Tidak ada satu ayat pun yang mengatakan bahwa ayat-ayat Qur’an bisa untuk mengusir Jin…”

Berdasar wacana yang berkembang di kalangan umat Islam, ruqyah dipahami sebagai membaca ayat-ayat Qur’an atau doa-doa untuk mengusir Jin. Atau untuk pengobatan. Baik pengobatan jiwa maupun fisik.

Pengertian yang pertama, bahwa bacaan ayat-ayat Qur’an bisa mengusir Jin, sudah terbantahkan dengan dua kisah kemarin. Yaitu pertama kisah gadis kesurupan yang mengoreksi bacaan orang yang akan menyadarkannya: “Pakai idgham bighunnah g*bl*k!” Kalau memang benar gadis itu kemasukan Jin, tentunya si Jin akan langsung lari. Dan si gadis akan langsung sadar ketika diruqyah.

Maka, pemahaman ada Jin sosok metafisika yang bisa masuk ke dalam diri seseorang, itu salah. Begitu juga. Pemahaman bacaan ayat-ayat Qur’an untuk mengusir Jin, juga salah. Jadi fenomena ada orang kesurupan kemudian ada orang yang berusaha menyadarkannya dengan ayat-ayat Qur’an, dengan maksud mengeluarkan Jin tersebut, adalah kesalahan pangkat dua.

Kedua, adalah kisah gadis yang malah kesurupan ketika diruqyah. Padahal awalnya gadis itu biasa-biasa saja. Normal-normal saja. Sehat-sehat saja. Tapi ketika dalam proses ruqyah masal itu, gadis tersebut malah kesurupan. Ingat, tim peruqyah itu sudah profesional! Mereka diundang ke sekolah itu, memang karena menamakan diri sebagai peruqyah profesional!!

Jadi, pemahaman ayat-ayat Qur’an digunakan untuk mengusir Jin gaib metafisika itu, tidak tepat. Alias keliru. Alias salah. Baik secara teoritis. Maupun praktik di lapangan langsung. Memang kalau kita cari dalam Qur’an, tidak ada informasi kepada kita yang menyatakan bahwa ayat-ayat Qur’an bisa digunakan untuk mengusir Jin gaib metafisika itu. Sekali lagi, tidak ada!

Ruqyah itu berasal dari kata roqoo yang berarti naik. Roqiytu fi al-daraj wa al-sullam, aku menaiki (anak) tangga. Menek ondo, bahasa Jawanya. Begitu juga arqoo, ruqiyan, irtaqoo, berarti mendaki. Ayat-ayat Qur’an yang menggunakan kata ini, antara lain sebagai berikut:

QS. Shad[38]: 10
أَمْ لَهُمْ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا ۖ فَلْيَرْتَقُوا فِي الْأَسْبَابِ
Atau apakah bagi mereka kerajaan langit dan bumi dan yang ada di antara keduanya? (Jika ada), maka hendaklah mereka MENAIKI tangga-tangga (ke langit).

Dikatakan, irqo ‘ala thol’ik. Yang dimaksud adalah ish’ad wa in kunta zholi’an. Yakni mendakilah, meskipun engkau pincang.

QS. Al-Isra’[17]: 93
أَوْ يَكُونَ لَكَ بَيْتٌ مِنْ زُخْرُفٍ أَوْ تَرْقَىٰ فِي السَّمَاءِ وَلَنْ نُؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّىٰ تُنَزِّلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَقْرَؤُهُ ۗ قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنْتُ إِلَّا بَشَرًا رَسُولًا
“Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai KENAIKANMU itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca". Katakanlah: "Maha Suci Tuhanku. Bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?"

Selain berarti naik atau mendaki itu, ruqyah bisa juga berarti penangkal. Seperti terekam pada ayat berikut: QS. Al-Qiyamah[75]: 27, Dan dikatakan (kepadanya): "Siapakah yang dapat MENYEMBUHKAN?"
وَقِيلَ مَنْ ۜ رَاقٍ

Yakni, ketika nafas sudah sampai di kerongkongan, siapakah yang bisa menangkalnya? Atau menghalanginya? Atau mencegahnya? Sehingga ia menjadi sembuh. Sehingga ia lepas dari sakaratul maut. Ayat ini sebagai pengingat bahwa ketika nafas sudah sampai di kerongkongan itu, tidak ada seorang pun yang bisa mencegahnya. Atau menolaknya. Atau menghalang-halanginya.

Jadi, tidak ada dalam Al Qur’an itu informasi bahwa ayat-ayat Qur’an ini bisa digunakan untuk mengusir Jin gaib metafisik. Tidak ada juga ayat-ayat Qur’an bisa digunakan untuk ‘menyadarkan’ orang ‘kesurupan’.

Ayat-ayat Qur’an ini memang bisa menyembuhkan. Bahkan ia adalah penawar. Ya, obat. Ayat-ayat Qur’an ini memang ada yang berfungsi sebagai obat. Namun bukan untuk mengobati atau menyembuhkan atau menyadarkan orang ‘kesurupan’. Tapi lebih pada mengobati penyakit-penyakit kejiwaan. Seperti sedih, takut, halusinasi, delusi, ragu-ragu, bingung, dan seterusnya. Dan catat ini, ayat-ayat Qur’an itu memang bisa menjadi obat ketika dipahami makna-maknanya. Diyakini. Lantas dipraktekkan dalam kehidupan sehari-sehari!

QS. Yunus[10]: 57
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Hai manusia. Sesungguhnya telah datang kepadamu PELAJARAN dari Tuhanmu dan PENYEMBUH bagi penyakit-penyakit (yang berada) DALAM DADA dan PETUNJUK serta RAHMAT bagi orang-orang yang beriman.

Jelas sekali ayat di atas memberi informasi kepada kita bahwa Al Qur’an ini adalah mengandung pelajaran. Ya pelajaran disebut pertama. Namanya pelajaran, ya mesti dipahami maknanya. Ketika guru memberikan pelajaran Fisika, Kimia, Matematika, Biologi, Antropologi, Sosiologi, misalnya, ya itu memang untuk dipahami. Dimengerti. Supaya bermanfaat bagi si murid. Lah, kalau ada pelajaran tidak untuk dipahami, tentu tidak pantas disebut pelajaran.

Barulah kemudian Al Qur’an itu disebut obat untuk penyakit-penyakit di dalam dada. Alias penyakit-penyakit jiwa. Seperti takut, sedih, khawatir, putus asa, bingung, merasa tidak berguna, merasa tidak diampuni Allah, berhalusinasi, berdelusi, dan lain semisalnya. Di Facebook, saya pernah menemukan gambar menarik ini: “Aduh capeknya…” Allah jawab, “Dan Kami jadikan tidurmu sebagai istirahat,” (Al-Naba’:9). “Sedihnya…” Allah jawab, “Laa tahzan. Innalloha ma’ana. Janganlah kamu sedih. Sesungguhnya Allah bersama kita,” (Al-Taubah: 40). “Stres, panik, gelisah…” Allah jawab, “Hanya dengan mengingat-Ku, hati menjadi tenang,” (Al-Ra’ad: 28). “Yang kulakukan sia-sia…” Allah jawab, “Siapa yang mengerjakan kebaikan sekecil atom pun, niscaya ia akan mendapat balasannya,” (Al-Zalzalah:7). “Berat banget, nggak sanggup…” Allah jawab, “Aku tidak membebani seseorang, melainkan sesuai kesanggupannya,” (Al-Baqarah: 286). Dan banyak lagi.

Jadi, ketika dipahami maknanya, serta dihayati sepenuh keimanan, kemudian dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, maka pastilah Al Qur’an itu bisa menjadi obat. Menjadi penawar bagi orang yang mengamalkannya. Benar-benar menyembuhkan segala penyakit-penyakit jiwanya itu.

Lalu, Al Qur’an itu menjadi petunjuk. Ya, petunjuk. Namanya petunjuk, mestilah harus dimengerti dan dipahami. Tentu, bukan petunjuk namanya kalau tidak bisa dimengerti dan dipahami. Seperti seorang dokter asing yang berbahasa Inggris memberi resep kepada pasien, orang Jawa dari kampung yang tidak lulus SD. Tentu saja, petunjuk yang diberikan dokter itu tidak bermanfaat baginya. Meski resep itu dibaca seribu kali, sampek meniren sekalipun, ya tetap saja. Resep itu tidak akan berguna.

Di situlah Al Qur’an lantas menjadi rahmat. Yakni membuat orang yang memahami serta mengamalkan Al Qur’an dikasihi Allah. Disayang Allah. Didekatkan dan diberikan aneka kebaikan. Keselamatan. Kesuksesan. Kebahagiaan. Surganya. Bahkan sejak di dunia. Sampai akhirat.

Tapi, ingat. Semua energi makna Al Qur’an itu, hanya bermanfaat bagi orang yang beriman. Alias orang yang meyakininya. Bahwa Al Qur’an ini memang benar-benar firman Allah. Tidak ada keraguan sedikitpun padanya. Petunjuk apa yang tercantum di dalamnya, pastilah benarnya. Dan kita memang harus senantiasa membuktikannya langsung dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari ‘ainul yaqin. Sampai haqqul yaqin.

Tapi sebaliknya. Bagi orang yang memang tidak beriman, Al Qur’an hanya menjadi sesuatu yang merugikan mereka. Mereka sedih, takut, dan khawatir Qur’an itu akan lestari. Bahkan informasinya membuat mereka benci. Marah. Gelap. Karena Qur’an memang senantiasa mengritik mereka. Mengancam mereka dengan neraka. Teror mental.

QS. Al-Isra’[17]: 82
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi PENAWAR dan RAHMAT bagi orang-orang yang beriman. Dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.

QS. Fushshilat[41]: 44
وَلَوْ جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا أَعْجَمِيًّا لَقَالُوا لَوْلَا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ ۖ أَأَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ ۗ قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ ۖ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى ۚ أُولَٰئِكَ يُنَادَوْنَ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ
Dan jikalau Kami jadikan Al Qur’an itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah (patut Al Qur’an) dalam bahasa asing sedang (Rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Qur’an itu adalah PETUNJUK dan PENAWAR bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh".

Begitulah. Ayat-ayat Qur’an itu memang bisa menyembuhkan. Yakni energi maknanya. Bukan yang lain. Maka sudah pasti sebuah penyelewengan. Penyalahgunaan, ketika ayat-ayat Qur’an, itu dipakai untuk jompa-jampi. Atau jimat. Atau mantra. Pelaris. Pelet. Mengusir Jin. Sowok. Dan lain semisalnya.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...