—Saiful Islam—
“Noise itu apa pun yang dengan
sengaja mencoba membuyarkan fokus kita. Bagi Qur’an, Hadis-Hadis hoax inilah
noise-nya…”
Saya akui. Memang iya. Kemarin saya
menulis ini: “Begitulah. Ayat-ayat Qur’an itu memang bisa menyembuhkan. Yakni
energi maknanya. Bukan yang lain. Maka sudah pasti sebuah penyelewengan.
Penyalahgunaan, ketika ayat-ayat Qur’an, itu dipakai untuk jompa-jampi. Atau
jimat. Atau mantra. Pelaris. Pelet. Mengusir Jin. Sowok. Dan lain semisalnya.”
Bukan hanya itu. Iya, saya juga
menulis: “Khasiat Al Qur’an, itu ada di maknanya. Energi makna. Bukan yang
lain…”
Termasuk penyelewengan. Ibarat
orang memanah, itu tidak pas sasaran. Tampaknya saja, sama-sama membidik. Tapi
yang satu membidik titik target yang memang seharusnya. Yang dikehendaki oleh
panitia. Sedangkan yang satunya lagi membidik target yang melenceng dari yang
ditetapkan panitia. Terjadi kesalahanpahaman perintah ‘membidik’ dari panitia
itu. Apalagi ada suara-suara sumbang yang memang sengaja mengaburkan arahan yang
sangat jelas dari panitia itu.
Memang tidak ada satu pun ayat
Qur’an yang memerintahkan agar kaum Muslimin hanya sekadar membaca Al-Qur’an
saja. Hanya sekadar membaca Al-Qur’an, tanpa dipahami isinya, kemudian ya sudah.
Kemudian lantas berharap khasiat magis dari bacaan-bacaan Qur’an yang tidak
dipahaminya itu. Ini menurut saya, sama saja menjadikan ayat-ayat Qur’an
seperti mantra.
Padahal di awal-awal saja. Kalau
kita bukan Al-Qur’an, Surat ke-2 (Al-Baqarah) ayat 2, gamblang sekali Allah
menunjukkan fungsi firman-Nya itu.
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا
رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada
keraguan padanya. PETUNJUK bagi mereka yang bertaqwa.
Atau malah suibuk menjadikan
ayat-ayat Qur’an sebagai wirid saja. Yakni dibaca berulang-ulang tanpa perlu
memahami isinya. Atau cukup dihafal saja. Tiga puluh juz. Setalah hafal, tidak
ada usaha untuk memahami isinya. Dan kemudian diterapkan dalam kehidupan nyata
sehari-hari. Tentu ini, menurut saya, salah kaprah. Terjadi penyelewengan.
Salah bidikan. Salah sasaran. Ayat-ayat Qur’an itu, bukan hanya untuk dihafal.
Tidak hanya untuk diwirid.
Ternyata memang. Salah bidikan itu
juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Faktor luar. Istilahnya noise.
Yaitu apapun yang berusaha membuat kabur fokus kita. Dalam konteks membidik isi
ayat-ayat Qur’an itu sendiri, ternyata noise-nya adalah Hadis-Hadis dhoif
(lemah) bahkan palsu (maudhu’). Alias Hadis-Hadis hoax! Contohnya adalah
Hadis-Hadis khasiat Surat Yasin, Surat Waqi’ah, Surat Al-Mulk, dan lain-lain.
Misalnya berikut ini:
“Siapa yang membaca Surat Yasin
dalam suatu malam, maka ketika ia bangun pagi hari, diampuni dosanya. Dan siapa
yang membaca Surat al-Dukhan pada malam Jum’at, maka ketika ia bangun pagi hari,
diampuni dosanya.” Ini Hadis palsu. Ya, hadis hoax!
Lagi. Hadis, “Siapa yang terus
menerus membaca Surat Yasin pada setiap malam, kemudian ia mati, maka ia mati
syahid.” Hadis ini juga palsu.
Hadis ini lagi, “Siapa yang
membaca Surat Yasin pada permulaan siang (pagi hari) maka akan dikabulkan semua
hajatnya.” Ini Hadis lemah. Alias dhoif.
Ini juga, “Siapa yang membaca
Surat Yasin dua kali, seolah-olah ia membaca Al-Qur’an (khatam) dua kali.”
Juga Hadis palsu. Hoax. Dan beberapa lagi Hadis-Hadis yang seperti ini, kalau
tidak dhoif, ya palsu.
Selain terkait Surat Yasin di atas,
juga Hadis yang terkait Surat Al-Waqi’ah ini: “Barangsiapa yang membaca
Surat Al-Waqi’ah setiap malam, maka dia tidak akan jatuh miskin selamanya.”
Ini Hadis dhoif. Dan ini, “Barangsiapa membaca Surat Al-Waqi’ah setiap
malam, maka ia tidak akan jatuh miskin selamanya. Dan barangsiapa setiap malam
membaca Surat Al-Qiyamah, maka dia akan berjumpa dengan Allah pada hari kiamat
sedangkan wajahnya bersinar layaknya rembulan di malam purnama.” Palsu
alias hoax.
Begitu juga Hadis dhoif yang
terkait dengan Surat Al-Mulk ini: “Sesungguhnya ada suatu Surat dalam
Al-Qur’an yang terdiri dari tiga puluh ayat dan dapat memberi syafaat bagi yang
membacanya, sampai dia diampuni. Yaitu tabaarokalladziy biyadihil mulku… (Surat
Al-Mulk).” Iya, ini pun dhoif. Lemah.
Terkait Hadis palsu, semua sepakat
bahwa haram menjadikannya sebagai dalil. Tapi yang terkait Hadis lemah (dhoif),
memang masih ada yang beralasan bahwa Hadis lemah itu bisa dipakai untuk
keutamaan-keutamaan amal. Fadhoilul a’mal. Maklum. Memang ada yang
gampangan meloloskan Hadis (tasahul). Sebaliknya, ada juga yang ketat (tasyaddud)
dalam meloloskan Hadis. Imam Bukhari, terkenal yang paling ketat meloloskan
Hadis. Dari 600.000 (ya enam ratus ribu) Hadis, yang beliau loloskan hanya
7000-an Hadis saja. Nah, saya pro pada yang ketat meloloskan Hadis. Supaya
tidak gampang terperosok golongan orang yang berdusta atas nama Nabi.
Terkait berusaha memahami isi Qur’an,
tak sedikit kawan yang alasannya begini, “Takut salah, Mas.”
“Loh, padahal Allah sudah
sungguh telah mudahkan Qur’an ini untuk pelajaran. Wa laqod yassarnal
Qur’aana lidzdzikri fahal min muddakir?! (QS.Al-Qomar:17). Terus, kalau
salah kenapa?”
“Ya neraka, Mas!”
“Neraka itu, kalau orang tak pernah
belajar ilmu-ilmu apa pun. Terutama ilmu-ilmu keislaman. Kemudian lantas
menafsiri Qur’an. Lah, Ente. Alfiyah Ibnu Malik, khatam. Qur’an sudah hafal 30
juz. Tidak pas kalau menjadikan Hadis, “Siapa yang manafsiri Qur’an berdasar
akalnya sendiri, bersiaplah tempatnya di neraka,” sebagai argument. Pasnya itu,
ini: Siapa yang memahami Qur’an dengan jujur dan sungguh-sungguh, jika benar
dapat dua pahala. Dan jika salah, dapat satu pahala. Jadi salah pun, masih
dianggap benar. Allah itu Maha Bijak. Yang jelas-jelas salah itu, mencuekin
Qur’an (QS.25:30).”
Jadi memang. Membaca Qur’an, itu
tidak cukup hanya sekadar membaca. Janganlah kita membaca Qur’an ini seperti
anak kecil terus. Umur sudah kepala tiga, kepala empat, bahkan kepala lima.
Tapi membaca Qur’annya masih saja seperti anak-anak. Harus ada peningkatan.
Tujuan dari membaca itu, tidak lain dan tidak bukan adalah pengetahuan itu
sendiri. Ya pengetahuan. Ilmu. Dari pengetahuan itu menghasilkan pemahaman.
Dari pemahaman itu membuahkan sikap etis dan kinerja tinggi nyata. Diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut ini Allah menjelaskan
tujuan dari membaca itu! Yaitu supaya kita mendapat pengetahuan. Allah mengajar
kita melalui baca tulis (literasi), itu ya supaya kita menjadi mengetahui
sesuatu. Awalnya tidak tahu sesuatu, kemudian dengan literasi menjadi tahu. Kemudian
paham. Lantas dipraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini.
QS. Al-‘Alaq[96]: 1 – 5
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ
الَّذِي خَلَقَ
1.
BACALAH dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan.
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ
عَلَقٍ
2.
Dia telah
menciptakan manusia dari al-‘alaq.
اقْرَأْ وَرَبُّكَ
الْأَكْرَمُ
3.
Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
4.
Yang MENGAJAR (manusia)
dengan PERANTARA BACA TULIS (LITERASI).
عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا
لَمْ يَعْلَمْ
5. Dia MENGAJAR kepada manusia apa
yang TIDAK DIKETAHUINYA.
Jadi sudah gamblang sekali. Bahwa perintah
membaca itu supaya mendapat ilmu pengetahuan. Dimengerti. Dipahami. Membaca bukan
untuk wirid. Bukan untuk mantra seperti yang digambarkan Hadis-Hadis hoax di
atas itu.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung,
insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar