Sabtu, 10 Agustus 2019

HADIS-HADIS HOAX


—Saiful Islam—

“Noise itu apa pun yang dengan sengaja mencoba membuyarkan fokus kita. Bagi Qur’an, Hadis-Hadis hoax inilah noise-nya…”

Saya akui. Memang iya. Kemarin saya menulis ini: “Begitulah. Ayat-ayat Qur’an itu memang bisa menyembuhkan. Yakni energi maknanya. Bukan yang lain. Maka sudah pasti sebuah penyelewengan. Penyalahgunaan, ketika ayat-ayat Qur’an, itu dipakai untuk jompa-jampi. Atau jimat. Atau mantra. Pelaris. Pelet. Mengusir Jin. Sowok. Dan lain semisalnya.”

Bukan hanya itu. Iya, saya juga menulis: “Khasiat Al Qur’an, itu ada di maknanya. Energi makna. Bukan yang lain…”

Termasuk penyelewengan. Ibarat orang memanah, itu tidak pas sasaran. Tampaknya saja, sama-sama membidik. Tapi yang satu membidik titik target yang memang seharusnya. Yang dikehendaki oleh panitia. Sedangkan yang satunya lagi membidik target yang melenceng dari yang ditetapkan panitia. Terjadi kesalahanpahaman perintah ‘membidik’ dari panitia itu. Apalagi ada suara-suara sumbang yang memang sengaja mengaburkan arahan yang sangat jelas dari panitia itu.

Memang tidak ada satu pun ayat Qur’an yang memerintahkan agar kaum Muslimin hanya sekadar membaca Al-Qur’an saja. Hanya sekadar membaca Al-Qur’an, tanpa dipahami isinya, kemudian ya sudah. Kemudian lantas berharap khasiat magis dari bacaan-bacaan Qur’an yang tidak dipahaminya itu. Ini menurut saya, sama saja menjadikan ayat-ayat Qur’an seperti mantra.

Padahal di awal-awal saja. Kalau kita bukan Al-Qur’an, Surat ke-2 (Al-Baqarah) ayat 2, gamblang sekali Allah menunjukkan fungsi firman-Nya itu.
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya. PETUNJUK bagi mereka yang bertaqwa.

Atau malah suibuk menjadikan ayat-ayat Qur’an sebagai wirid saja. Yakni dibaca berulang-ulang tanpa perlu memahami isinya. Atau cukup dihafal saja. Tiga puluh juz. Setalah hafal, tidak ada usaha untuk memahami isinya. Dan kemudian diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Tentu ini, menurut saya, salah kaprah. Terjadi penyelewengan. Salah bidikan. Salah sasaran. Ayat-ayat Qur’an itu, bukan hanya untuk dihafal. Tidak hanya untuk diwirid.

Ternyata memang. Salah bidikan itu juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Faktor luar. Istilahnya noise. Yaitu apapun yang berusaha membuat kabur fokus kita. Dalam konteks membidik isi ayat-ayat Qur’an itu sendiri, ternyata noise-nya adalah Hadis-Hadis dhoif (lemah) bahkan palsu (maudhu’). Alias Hadis-Hadis hoax! Contohnya adalah Hadis-Hadis khasiat Surat Yasin, Surat Waqi’ah, Surat Al-Mulk, dan lain-lain. Misalnya berikut ini:

“Siapa yang membaca Surat Yasin dalam suatu malam, maka ketika ia bangun pagi hari, diampuni dosanya. Dan siapa yang membaca Surat al-Dukhan pada malam Jum’at, maka ketika ia bangun pagi hari, diampuni dosanya.” Ini Hadis palsu. Ya, hadis hoax!

Lagi. Hadis, “Siapa yang terus menerus membaca Surat Yasin pada setiap malam, kemudian ia mati, maka ia mati syahid.” Hadis ini juga palsu.

Hadis ini lagi, “Siapa yang membaca Surat Yasin pada permulaan siang (pagi hari) maka akan dikabulkan semua hajatnya.” Ini Hadis lemah. Alias dhoif.

Ini juga, “Siapa yang membaca Surat Yasin dua kali, seolah-olah ia membaca Al-Qur’an (khatam) dua kali.” Juga Hadis palsu. Hoax. Dan beberapa lagi Hadis-Hadis yang seperti ini, kalau tidak dhoif, ya palsu.

Selain terkait Surat Yasin di atas, juga Hadis yang terkait Surat Al-Waqi’ah ini: “Barangsiapa yang membaca Surat Al-Waqi’ah setiap malam, maka dia tidak akan jatuh miskin selamanya.” Ini Hadis dhoif. Dan ini, “Barangsiapa membaca Surat Al-Waqi’ah setiap malam, maka ia tidak akan jatuh miskin selamanya. Dan barangsiapa setiap malam membaca Surat Al-Qiyamah, maka dia akan berjumpa dengan Allah pada hari kiamat sedangkan wajahnya bersinar layaknya rembulan di malam purnama.” Palsu alias hoax.

Begitu juga Hadis dhoif yang terkait dengan Surat Al-Mulk ini: “Sesungguhnya ada suatu Surat dalam Al-Qur’an yang terdiri dari tiga puluh ayat dan dapat memberi syafaat bagi yang membacanya, sampai dia diampuni. Yaitu tabaarokalladziy biyadihil mulku… (Surat Al-Mulk).” Iya, ini pun dhoif. Lemah.

Terkait Hadis palsu, semua sepakat bahwa haram menjadikannya sebagai dalil. Tapi yang terkait Hadis lemah (dhoif), memang masih ada yang beralasan bahwa Hadis lemah itu bisa dipakai untuk keutamaan-keutamaan amal. Fadhoilul a’mal. Maklum. Memang ada yang gampangan meloloskan Hadis (tasahul). Sebaliknya, ada juga yang ketat (tasyaddud) dalam meloloskan Hadis. Imam Bukhari, terkenal yang paling ketat meloloskan Hadis. Dari 600.000 (ya enam ratus ribu) Hadis, yang beliau loloskan hanya 7000-an Hadis saja. Nah, saya pro pada yang ketat meloloskan Hadis. Supaya tidak gampang terperosok golongan orang yang berdusta atas nama Nabi.

Terkait berusaha memahami isi Qur’an, tak sedikit kawan yang alasannya begini, “Takut salah, Mas.”

Loh, padahal Allah sudah sungguh telah mudahkan Qur’an ini untuk pelajaran. Wa laqod yassarnal Qur’aana lidzdzikri fahal min muddakir?! (QS.Al-Qomar:17). Terus, kalau salah kenapa?”

“Ya neraka, Mas!”

“Neraka itu, kalau orang tak pernah belajar ilmu-ilmu apa pun. Terutama ilmu-ilmu keislaman. Kemudian lantas menafsiri Qur’an. Lah, Ente. Alfiyah Ibnu Malik, khatam. Qur’an sudah hafal 30 juz. Tidak pas kalau menjadikan Hadis, “Siapa yang manafsiri Qur’an berdasar akalnya sendiri, bersiaplah tempatnya di neraka,” sebagai argument. Pasnya itu, ini: Siapa yang memahami Qur’an dengan jujur dan sungguh-sungguh, jika benar dapat dua pahala. Dan jika salah, dapat satu pahala. Jadi salah pun, masih dianggap benar. Allah itu Maha Bijak. Yang jelas-jelas salah itu, mencuekin Qur’an (QS.25:30).”

Jadi memang. Membaca Qur’an, itu tidak cukup hanya sekadar membaca. Janganlah kita membaca Qur’an ini seperti anak kecil terus. Umur sudah kepala tiga, kepala empat, bahkan kepala lima. Tapi membaca Qur’annya masih saja seperti anak-anak. Harus ada peningkatan. Tujuan dari membaca itu, tidak lain dan tidak bukan adalah pengetahuan itu sendiri. Ya pengetahuan. Ilmu. Dari pengetahuan itu menghasilkan pemahaman. Dari pemahaman itu membuahkan sikap etis dan kinerja tinggi nyata. Diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Berikut ini Allah menjelaskan tujuan dari membaca itu! Yaitu supaya kita mendapat pengetahuan. Allah mengajar kita melalui baca tulis (literasi), itu ya supaya kita menjadi mengetahui sesuatu. Awalnya tidak tahu sesuatu, kemudian dengan literasi menjadi tahu. Kemudian paham. Lantas dipraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini.

QS. Al-‘Alaq[96]: 1 – 5
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
1.      BACALAH dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan.

خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
2.      Dia telah menciptakan manusia dari al-‘alaq.

اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ
3.      Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.

الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
4.      Yang MENGAJAR (manusia) dengan PERANTARA BACA TULIS (LITERASI).

عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
5. Dia MENGAJAR kepada manusia apa yang TIDAK DIKETAHUINYA.

Jadi sudah gamblang sekali. Bahwa perintah membaca itu supaya mendapat ilmu pengetahuan. Dimengerti. Dipahami. Membaca bukan untuk wirid. Bukan untuk mantra seperti yang digambarkan Hadis-Hadis hoax di atas itu.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...