—Saiful Islam—
“Kemudian dengan gegabah
disimpulkan bahwa orang-orang Eropa memang tidak cocok jadi Muslim. Atau boleh
jadi Muslim, tapi tidak wajib salat dan puasa…”
Sebagaimana salat dan zakat, begitu
juga puasa. Dalam batas-batas tertentu dan apalagai dalam keadaan yang tidak
normal lagi, harus dilakukan proses kontekstualisasi. Atau proses ta’aqquliy
alias proses ijtihadiy. Lagi-lagi, karena situasi dan kondisi tertentu yang
membuat umat Islam mau tidak mau harus berijtihad. Maka meskipun ini urusan
ibadah mahdhah, bahkan ritual, ternyata dalam batas-batas tertentu, Kaum
Mukminin memiliki hak untuk berijtihad.
Misalnya soal waktu. Kita tahu
sebelumnya melalui ayat-ayat yang telah dikutip, bahwa penetapan waktu salat
maupun puasa, itu berdasar pada siang dan malam. Untuk waktu salat lihat
QS.17:78, QS.11:114, QS.30:17, dan QS.4:103. Begitu juga waktu puasa, siangnya
tidak boleh makan, minum, dan berhubungan suami istri. Sedangkan malamnya
diperbolehkan (QS.2:187). Dulu, dimana teknologi tidak secanggih sekarang,
penetapkan waktu memang biasanya berdasar pada malam dan siang itu.
Maka wajar kalau kemudian ulama
salaf dulu (kuno atau tiga abad pertama tahun Hijriyah) menetapkan waktu
salatnya dengan bayangan benda. Mereka berdasar Hadis-Hadis. Masuk waktu
Dhuhur, yaitu sesaat setelah bayangan benda tepat di bawah kaki. Masuk waktu
Asar, yaitu ketika bayangan benda mulai lebih panjang dari bendanya. Waktu
Magrib saat matahari tenggelam atau langit kemerah-merahan. Isya’ saat warna
kemerah-merahan itu hilang. Subuh, yaitu ketika fajar.
Begitu juga soal puasa. Sudah umum
jika puasa didefinisikan sebagai menahan makan, minum, dan berhubungan suami
istri sejak masuk waktu Subuh sampai Magrib. Bukan hanya oleh ulama-ulama
salaf. Bahkan Qur’an pun, sebagaimana definisi yang saya buat kemarin, juga menjadikan
Subuh (fajar) sampai Magrib (awal malam) sebagai waktu atau durasi berpuasa.
Karena keterbatasan matahari yang
tidak tampak di malam hari itu, lantas membuat manusia akhirnya menggunakan
cara lain. Di India, Raja Jaipur, Jai Singh II membangun banyak instrumen dan
jam matahari di observatorium di Jaipur, Varanasi, Ujjain, Mathura sekitar
tahun 1700-an.
Kata jam sendiri berasal dari
Bahasa Latin clocca. Kata jam, itu sudah dipakai pada abad ke-14. Alias sekitar
700 tahun yang lalu. Dan di awal abad ke-17 itu, mesin jam mulai diberi
pembungkus dari kuningan, serta diperkaya dengan penutup kaca dan jarum sebagai
penunjuk menit.
Melakukan penghitungan (hisaab),
termasuk untuk menentukan durasi hari, bulan, tahun, dan seterusnya, pun
sebenarnya inspirasinya adalah dalam Qur’an. Sudah disebut sekitar 15 abad yang
lalu. Misalnya QS.10:5 berikut.
QS. Yunus[10]: 5
هُوَ الَّذِي جَعَلَ
الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ
السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dia lah yang menjadikan MATAHARI bersinar
dan BULAN bercahaya dan (Dia) menentukan manzilah-manzilah-nya (tempat atau
posisinya), SUPAYA KAMU MENGETAHUI BILANGAN TAHUN DAN PERHITUNGAN (WAKTU).
Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan
tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
Apa malam dan siang itu? Malam dan
siang, sejatinya hanyalah sebuah kondisi di saat bumi—bulat yang agak oval—itu
menghadap dan membelakangi matahari. Bagian bumi yang menghadap matahari adalah
siang. Dan bagian bumi yang membelakangi matahari adalah malam. Menurut Sains,
siang dan malam itu terjadi karena sifat bumi yang berputar pada porosnya.
Rotasi bumi, istilahnya. Proses ini terjadi selama 24 jam.
Jika dilihat dari kutub utara, maka
bumi berputar dari barat ke timur. Searah jarum jam. Tetapi sebaliknya, jika
dilihat dari kutub selatan. Berlawanan arah jarum jam. Perputaran bumi ini
membuat seakan-akan matahari yang berputar dari timur ke barat. Sejatinya, yang
berputar bukanlah matahari. Tetapi bumilah yang berputar mengelilingi matahari
bersama planet-planet lain dalam tata surya. Sekali bumi berputar mengelilingi
matahari itu, membutuhkan waktu selama 1 tahun. Periode perputaran ini disebut
revolusi bumi.
Andai saja sumbu rotasi bumi
(poros) itu tegak lurus, maka semua negara atau wilayah di muka bumi pasti
mendapatkan pembagian waktu siang dan malam yang sama. Siangnya 12 jam dan
malamnya 12 jam. Tetapi karena sumbu bumi ini ternyata miring (sekitar 23,5
derajat), maka bagian bumi yang lebih condong menghadap matahari akan mengalami
waktu siang lebih banyak. Sedangkan yang lainnya akan mengalami waktu malam
yang lebih banyak.
Negara-negara di daerah kutub
Selatan, seperti Islandia. Dalam sehari, negara di benua Eropa, ini waktu
siangnya berdurasi 22 jam. Jadi negara yang terletak di sebelah barat laut
Eropa atau sebelah utara Samudera Atlantik, itu malanya cuma 2 jam saja. Dengan
kata lain, sehari yang 24 jam, itu hampir seluruhnya siang.
Selain itu, juga negara-negara
Skandinavia. Yaitu meliputi negara Swedia, Finlandia, dan sebagian Norwegia
bagian tengah. Negara-negara yang berlokasi di bagian barat benua Eropa, itu
waktu siang terlamanya mencapai 21 jam. Yaitu tepatnya ketika musim panas.
Dengan kata lain, malamnya hanya 3 jam saja.
Ada juga Alaska. Ini adalah negara
bagian terbesar dari Amerika Serikat. Alaska, secara geografis, memang terletak
di daerah kutub Utara. Akibatnya, negara tersebut juga memiliki waktu siang
yang lama. Yaitu 20 jam. Sedangkan malamnya cuma 4 jam.
Pun begitu, Rusia. Jika kita
melihat globe, Rusia merupakan negara terbesar di dunia. Luas wilayahnya
mencapai 17.075.400 km2. Tidak heran kalau hampir seluruh Benua
Eropa, memanjang dari Timur ke Barat, itu diduduki oleh Rusia. Negara ini
memiliki waktu siang terlamanya, yaitu 19 jam. Malamnya 5 jam.
Berikutnya, adalah Inggris. Yang waktu siang
terlamanya hampir 18 jam. Dan 7 jam untuk waktu malamnya. Begitu terus
negara-negara yang semakin ke selatan sampai garis khatulistiwa. Semakin
mendekati garis khatulistiwa itu, maka suatu negara akan semakin mendapat porsi
siang dan malam yang seimbang. Contohnya Indonesia, yang waktu siang terlamanya
adalah 13 jam.
Nah, coba kita kembalikan lagi kepada
definisi puasa yang umum tersebut. Yaitu menahan diri dari makan, minum, dan
berhubungan intim dari Subuh sampai Magrib. Kalau ukurannya adalah siang dan
malam, maka Muslimin di Islandia akan berpuasa sekitar 22 jam. Begitu juga Kaum
Muslimin di Swedia, Finlandia, dan sebagian Norwegia bagian tengah akan
berpuasa selama 21 jam. Dan seterusnya untuk umat Islam di Alaska, Rusia, dan
Inggris.
Jadi jika definisi puasa ini tidak
diubah, maka kita Muslimin Indonesia akan berpuasa cuma sekitar 13 jam, sedangkan
Muslim di Islandia puasanya selama 22 jam. Belum lagi waktu salatnya. Kalau
kita kaku dengan definisi kuno itu, meskipun berdasar Qur’an dan Hadis, maka
wajar ada yang mengatakan bahwa Islam ini adalah agama yang hanya cocok untuk
orang-orang tropis. Islam adalah agama tropis. Kemudian dengan gegabah
disimpulkan bahwa orang-orang Eropa memang tidak cocok jadi Muslim. Atau boleh
jadi Muslim, tapi tidak wajib salat dan puasa. Hehe.
Tentu saja tidak begitu. Inilah yang
berkali-kali saya sebut, bahwa kalau kita sekarang ini tidak melakukan
proses-proses ijtihad, maka Islam memang tidak akan bisa diamalkan di segala
wilayah, segala zaman, dan segala SAR. Dan itu, tidak mungkin. Maka dalam
situasi, kondisi, dan tempat (ketupat) tertentu, Umat Islam harus dan wajib
melakukan proses ijtihadiy, ta’aqquliy, qiyasiy, dan kontekstualisasi. Karena
Islam, adalah agama yang rahmatan lil ‘aalamiin.
Dan menjadi catatan pentingnya,
adalah: semua proses ijtihadiy, ta’aqquliy, qiyasiy, dan kontekstualisasi, itu
tidak berarti telah mendapatkan wahyu teologis lain selain Qur’an. Wahyu, itu
cuma Qur’an saja. Selain Qur’an, tidak ada yang wahyu itu.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar