—Saiful Islam—
“Inilah Qur’an, yang ayat-ayat-nya
mengandung hikmah…”
Redaksi haakamahu ilaa al-hakam,
berarti mengajaknya. Yakni mengajaknya kepada hakim. Kalimat di dalam Hadis, haakamtu
bik, artinya adalah aku menjunjung tinggi hukum darimu. Tidak ada hukum
kecuali hukummu. Menurut satu pendapat artinya begini: “Bersamamu aku menang
secara hukum, mengalahkan orang yang menentangku dalam hal agama.”
Kalimat hakkamuuhu baynahum,
berarti menyuruhnya supaya berhukum. Dikatakan, hakkamnaa Fulaanan fiimaa
baynanaa, yang artinya adalah menurut hukum kami, itu boleh baginya.
Redaksi hakkamahu fi al-amr fahtakama bermakna hukumnya adalah boleh
(diizinkan) baginya.
Haakamnaa Fulaanan ilaa Allah, berarti kami
mengajak Fulan kepada hukum Allah.
Al-muhakkam artinya
adalah orang yang berhukum untuk dirinya sendiri. Menurut Al-Jauhariy, kelompok
Khawarij disebut al-muhakkamah karena keingkaran mereka kepada dua
hakim. Serta karena perkataan mereka, “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah.”
Ibnu Sidah mengatakan bahwa tahkiim
al-haruuriyyah (memutuskan untuk bebas) adalah pernyataan kelompok Khawarij
itu: “Tidak ada hukum kecuali hukum Allah. Dan tidak ada hakim kecuali Allah.” Seakan-akan,
itu adalah kebalikannya. Karena mereka meniadakan hukum itu sendiri.
Menurut satu pendapat, semua itu
bermula dari peristiwa Ali dan Muawiyah. Sedangkan dua hakim yang dimaksud
adalah Abu Musa al-Asy’ariy dan ‘Amr bin al-‘Ash.
Disebutkan dalam Hadis, “Surga itu
untuk al-muhakkamin.” Menurut riwayat bisa dibaca dua cara: al-muhakkamin
dan al-muhakkimin. Adapun al-muhakkamin adalah kaum Muslimin yang
ditangkap musuh. Mereka diberi pilihan oleh musuh: meninggalkan agama Nabi SAW
(murtad) atau mati. Mereka memilih dibunuh saja daripada murtad dari Islam.
Menurut Al-Jauhariy, mereka adalah para tentara kaum Muslimin yang dibunuh
dalam parit.
Al-muhakkam dalam syair
Tharafah artinya adalah orang tua yang mempunyai al-hikmah. Sedangkan al-hikmah
di sini berarti adil. Laki-laki yang hakiim adalah laki-laki yang adil
dan memiliki hikmah (pemahaman yang mendalam).
Kalimat ahkama al-amr itu
berarti suatu urusan atau perkara yang dikokohkan, dibuat berkualitas. Ketika
seorang laki-laki disebut hakiim, maka pengalaman hidup telah
memperkokohnya dan membuatnya memperoleh hikmah (pemahaman). Al-hakiim
itu adalah orang yang membuat apa pun yang ditanganinya itu kokoh dan
berkualitas.
Al-Azhariy berpendapat tentang
laki-laki yang hakama, itu begini: hakama al-rojul yahkumu hukman,
yakni ketika orang tersebut dipuji dengan pujian yang terbaik.
Sedangkan Abu Adnan berkata bahwa
ketika seseorang disebut istahkama al-rojul, maka artinya adalah
seseorang yang bisa menghindar dari apa pun yang membahayakannya. Baik dalam
urusan agama maupu dunianya.
Redaksi ahkahmtu al-syay’
fastahkama, itu artinya adalah urusan tersebut menjadi muhkam (kokoh
dan berkualitas). Urusan atau perkara yang ihtakama dan istahkama,
maka urusan itu terpercaya.
QS.11:1 menurut Al-Azhariy
tafsirnya adalah, ayat-ayat Qur’an itu menjadi muhkam (kokoh dan jelas)
dengan perintah, larangan, halal, dan haram. Kemudian ayat-ayat tersebut
diperjelas atau diperinci dengan janji dan ancaman. Al-Azhariy berkata:
“Maknanya adalah ayat-ayat Qur’an itu dibuat muhkam dan diperinci dengan
semua dalil tentang keesaan Allah, kenabian, dan syariat-syariat Islam.
Petunjuknya adalah firman Allah: Dan tidak ada yang Kami lupakan dalam al-Kitab
(Qur’an) itu (QS.6:38).
QS. Hud[11]: 1
الر ۚ كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ
مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ
Alif laam raa. (Inilah) SUATU KITAB
YANG AYAT-AYAT-NYA MUHKAM (JELAS, KOKOH) SERTA DIJELASKAN SECARA TERPERINCI,
yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.
QS. Al-An’am[6]: 38
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي
الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ ۚ مَا
فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
Dan tiadalah binatang-binatang yang
ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan
umat (juga) seperti kamu. TIADALAH KAMI ALPAKAN SESUATU PUN DALAM AL-KITAB
(QUR’AN) ITU. Kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.
Sebagian Mufassir mengomentari kata
al-hakiim pada QS.10:1 atau QS.31:2. Bahwa meskipun mengikuti wazan
fa’iil (kata aktif) tetapi maknanya adalah muf’al (kata pasif).
Indikasinya adalah kalimat uhkimat aayaatuh pada QS.11:1 di atas.
Menurut Al-Azhariy, Qur’an itu ayat-ayat-nya memperjelas ayat-ayat yang lain.
Ayat satu saling memperjelas atau menerangkan ayat lainnya. Lalu ia berkata,
“Kami membenarkan ini karena hakamtu itu maknanya adalah ahkamtu.
Maka dikembalikan ke asalnya.”
QS. Yunus[10]: 1
الر ۚ تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ الْحَكِيمِ
Alif laam raa. INILAH AYAT-AYAT QUR’AN
YANG MENGANDUNG HIKMAH.
QS. Lukman[31]: 2
تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ
الْحَكِيمِ
INILAH AYAT-AYAT QUR’AN YANG
MENGANDUNG HIKMAH.
Kalimat hakama al-syay’ dan ahkama
al-syay’, dua-duanya sama maknanya. Yaitu mencegah dari kerusakan.
Al-Azhariy berkata bahwa ia meriwayatkan dari Ibrahim al-Nakha’iy yang berkata,
“Hakkim al-yatiim kamaa tuhakkim waladak,” maknanya yaitu cegahlah anak
yatim itu dari kerusakan dan keburukan, berbuat baiklah kepada anak yatim itu
seperti engkau berbuat baik kepada anakmu sendiri.
Al-Azhariy juga berkata, “Setiap
orang yang kau halangi atau kau cegah, itu berarti engkau telah berbuat tahkiim
dan ihkaam kepadanya.” Ia juga berkata, “Hakamah al-daabbah (tali
kekang atau alat kendali) dinamai dengan makna tersebut (mencegah). Karena tali
kekang itu mencegah hewan (seperti kuda dan sapi) dari banyak kebodohan (liar
tidak bisa dimanfaatkan).”
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar