Jumat, 13 Desember 2019

JEJAK AL-HIKMAH


—Saiful Islam—

“Ciri orang yang memiliki al-Hikmah itu, bisa mengontrol diri. Barangsiapa yang dianugerahi al-Hikmah, sungguh ia telah memperoleh kebaikan yang banyak…”

Masih meneruskan cerita Ibnu Manzhur tentang hikmah dan yang terkait dengannya.

Menurut Ibnu al-A’robiy, kata hakama dan ahkama bisa berarti kembali. Seperti kalimat, “Hakama Fulaan ‘an al-amr wa al-syay’. Yakni Fulan kembali dari sebuah urusan. Sedangkan ahkamtuhu anaa, artinya adalah aku kembali kepadanya. Maka menurut riwayat Syamir dari Abu Sa’id al-Dharir, kata hakama dan ahkama itu maknanya lain. Bahkan saling berlawanan. Kalau hakama ‘an (kembali dari), sedangkan ahkama (kembali ke).

Al-Azhariy berkata bahwa Ibnu al-A’robiy menjadikan hakama itu sebagai fi’il laazim (intransitive verb—kata kerja yang tidak membutuhkan objek). “Aku tidak pernah mendengar bahwa kata hakama itu berarti kembali, kecuali dari Ibnu al-A’robiy. Dan ia adalah orang yang tsiqah (cerdas dan berakhlak baik).

Hakama al-rojula, hakkamahu, dan ahkamahu artinya adalah mencegah orang tersebut dari apa yang akan dia lakukan. Dalam Hadis Ibnu Abbas, pernah ada seorang laki-laki yang mewarisi (wasiat) perempuan yang masih saudara, dengan larangan: tidak boleh menikah lagi sampai perempuan itu wafat. Kalau tidak mau, hartanya harus dikembalikan kepada laki-laki itu. Lantas Allah menentukan hukumnya dengan melarang praktik tersebut.

Karena itu, hakim itu diambil dari makna mencegah tersebut. Karena hakim itu mencegah seseorang berbuat zalim. Menurut satu pendapat, makna menahan atau mencegah tersebut dari rekdasi hakamtu al-faras, ahkamtuhu, hakkamtuhu. Yang artinya adalah aku menahan atau mengdalikan kuda. Juga dari redaksi hakamtu al-safiih, yang berarti aku memegang tangan orang bodoh itu supaya ia tidak bertindak anarkis.

Adapun hakamah al-lijaam, itu artinya adalah sesuatu yang meliputi tulang rahangnya hewan. Pada tulang rahang tersebut biasa dililitkan tali kekang. Diberi nama hakamah al-lijaam (tali kekang), agar hewan tersebut tidak lari secara liar. Bentuk plural hakamah ini adalah hakam. Disebutkan dalam Hadis: Aku mengambil hakamah kudanya. Yang dimaksud adalah tali kekangnya atau tali kendalinya.

Juga disebutkan dalam Hadis: Tak seorang pun manusia kecuali pada kepalanya (pikirannya) ada kendali (hakamah). Disebutkan dalam sebuah riwayat: Di setiap kepala (pikiran) seorang hamba, itu ada kendali (hakamah) ketika ia akan berbuat keburukan. Ketika Allah berkehendak untuk mencegahnya, maka orang itu akan mengurungkan niatnya itu.

Al-Hakamah (tali kekang atau kemudi kuda) adalah besi dalam tali kekang yang dipasang di mulut dan tulang rahang kuda untuk menahannya supaya tidak menentang penunggangnya dan menuruti kehendak penunggangnya. Maka dijumpai redaksi hakama al-faras hakman dan ahkamahu bi al-hakamah. Orang Arab menggunakan kata al-hakamah itu sebagai kiasan ungkapan keberanian. Gentle. Lawan kata lari karena pecundang.

Jika disebutkan bahwa Allah mengangkat hakamah seseorang, maka itu artinya adalah Allah mengangkat kualitas dan kapabilitas orang tersebut. Seperti itu makna yang disebutkan dalam Hadis Umar: Sesungguhnya ketika seseorang itu berwudhu, maka Allah akan mengangkat hakamah-nya.

Dijumpai juga redaksi: lahuu ‘indana hakamah, yang berarti orang tersebut memiliki kualitas dan kepabilitas yang lebih di antara kami. Semakna juga ungkapan: Fulaan ‘aaliy al-hakamah.

Menurut satu pendapat hakamah seseorang itu adalah wajah seseorang yang paling bawah (sekitar dagu). Makna ini dipinjam dari tempat hakamah al-lijaam, yakni di sekitar rahang hewan. Mengangkat hakamah-nya itu berarti kiasan. Yakni memuliakannya. Sebab sifat yang rendah (hina), itu kebalikan dari posisi kepalanya.

Begitulah narasi dan deskripsi dalam Lisan al-‘Arab, tentang kata al-hikmah dan yang terkait dengannya.

Sementara itu, Kamus Al-Munawwir mengartikan hikmah sebagai kebijaksanaan, bagusnya pendapat atau pikiran, ilmu pengetahuan (Sains), filsafat, kenabian, keadilan, peribahasa, dan pepatah.

Adapun Kamus Mahmud Yunus mengartikan hikmah sebagai mengetahui yang benar.

Sedangkan Hans Wehr: A Dictionary of Modern Written Arabic mengartikan hikmah (plural hikam) sebagai wisdom (kebijaksanaan), sagacity (kecerdasan atau akal sehat), philosophy (filsafat), maxim (pepatah atau peribahasa), rationale (rasional), dan underlying reason (argumentatif atau memiliki dasar hujjah).

Begitulah makna al-hikmah dalam kamus-kamus Arab yang kredibel. Analisisnya insya Allah besok, akan saya gunakan untuk menjawab sanggahan dari seorang kawan yang menurutnya al-hikmah adalah Sunnah, al-hikmah adalah wahyu yang berdiri sendiri selain Qur’an, yang kedudukannya setara dengan Qur’an.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...