—Saiful Islam—
“Ternyata. TIDAK PERNAH Nabi
mendapat pesan Tuhan (wahyu) itu melalui mimpi, atau suara, atau lonceng, atau
penampakan Jibril…”
Jadi secara bahasa, wahyu itu adalah
tanda-tanda yang mengandung pesan. Atau pesan yang ada dalam simbol-simbol dan
lambang-lambang. Terutama bahasa. Baik yang ditulis maupun yang diucapkan. Sebenarnya
tidak ada yang istimewa dengan pengertian wahyu secara bahasa ini.
Barulah secara teologis, pemahaman
wahyu ini menjadi istimewa.
Secara teologis, wahyu adalah pesan
Tuhan kepada seseorang yang Dia pilih (al-mushtofa) melalui media
tertentu. Melalui media suara, seperti yang terjadi kepada Nabi Musa (misalnya
QS.28:30) dan ibunya (QS.28:7). Melalui mimpi, seperti yang terjadi pada Nabi Ibrahim
(QS.37:102). Melalui penampakan Jibril, seperti terjadi pada Maryam (QS.19:17-22).
QS. Al-Nahl[16]: 2
يُنَزِّلُ الْمَلَائِكَةَ
بِالرُّوحِ مِنْ أَمْرِهِ عَلَىٰ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ أَنْ أَنْذِرُوا
أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاتَّقُونِ
DIA MENURUNKAN PARA MALAIKAT DENGAN
(MEMBAWA) WAHYU (PESAN TUHAN) DENGAN PERINTAH-NYA KEPADA SIAPA YANG DIA
KEHENDAKI DI ANTARA HAMBA-HAMBA-NYA, Yaitu: "Peringatkanlah olehmu
sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku. Maka hendaklah
kamu bertakwa kepada-Ku.”
QS. Al-Baqarah[2]: 136
قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ
وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ
وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَا
أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ
وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Katakanlah (hai orang-orang
mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan APA YANG DITURUNKAN KEPADA KAMI.
DAN APA YANG DITURUNKAN KEPADA IBRAHIM, ISMA'IL, ISHAQ, YA'QUB DAN ANAK
CUCUNYA. DAN APA YANG DIBERIKAN KEPADA MUSA DAN ISA SERTA APA YANG DIBERIKAN
KEPADA NABI-NABI DARI TUHANNYA. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun diantara
mereka. Dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.”
Lalu bagaimana pesan Tuhan (wahyu)
itu terjadi kepada Nabi Muhammad SAW? Ternyata, proses pewahyuan kepada Nabi
Muhammad, itu hanya langsung kepada jiwa (hati/kalbu/psikis) Nabi yang dibawa
oleh Jibril. Sepanjang penelusuran saya terhadap ayat-ayat Qur’an, tidak pernah
Nabi mendapat pesan Tuhan (wahyu) itu melalui mimpi, atau suara, atau lonceng, atau
penampakan Jibril.
Berikut ayat-ayat Qur’an yang
menceritakan bahwa proses pewahyuan kepada Nabi SAW itu hanya terjadi secara
psikis.
QS. Al-Syu’ara[26]: 192-195
وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ
رَبِّ الْعَالَمِينَ
192. Dan sesungguhnya Qur’an ini
benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam.
نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ
الْأَمِينُ
193. IA DIBAWA TURUN OLEH AL-RUH
AL-AMIN (JIBRIL).
عَلَىٰ قَلْبِكَ لِتَكُونَ
مِنَ الْمُنْذِرِينَ
194. KE DALAM HATIMU (MUHAMMAD),
agar engkau menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi
peringatan.
بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ
195. Dengan bahasa Arab yang jelas.
QS. Al-Baqarah[2]: 97
قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا
لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَىٰ قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا
لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ
Katakanlah: "Barang siapa yang
menjadi musuh Jibril, maka JIBRIL ITU TELAH MENURUNKANNYA (QUR’AN) KE DALAM
HATIMU DENGAN SEIZIN ALLAH, membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya, dan
menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.
Jibril pada ayat di atas disebut
dengan al-ruuh al-amiin. Di tempat yang lain, Jibril juga disebut dengan
ruuh al-qudus.
QS. Al-Nahl[16]: 102
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ
الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى
وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: "RUHUL QUDUS
(JIBRIL) MENURUNKAN QUR’AN ITU DARI TUHANMU dengan benar, untuk meneguhkan
(hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira
bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
Dan pada ayat berikut ini, Jibril
disebut dengan syadiid al-quwaa (pemilik kekuatan yang dahsyat) yang dzuu
mirrah (pemilik keteguhan dan kecerdasan).
QS. Al-Najm[53]: 3-18
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ
3. Dan tiadalah yang diucapkannya
itu (Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.
إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ
يُوحَىٰ
4. Ucapannya itu (Qur’an) tiada
lain hanyalah wahyu (pesan Tuhan) yang diwahyukan (kepadanya).
عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَىٰ
5. Yang diajarkan kepadanya (Muhammad)
OLEH (JIBRIL) YANG SANGAT KUAT.
ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَىٰ
6. YANG MEMPUNYAI AKAL YANG CERDAS;
dan (Jibril itu) bermaksud (kepada Muhammad itu untuk mewahyukan).
وَهُوَ بِالْأُفُقِ
الْأَعْلَىٰ
7. Sedang ia berada di ufuk yang
tinggi.
ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّىٰ
8. Kemudian ia mendekat, lalu
bertambah dekat lagi.
فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ
أَوْ أَدْنَىٰ
9. Maka jadilah ia dekat (pada
Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).
فَأَوْحَىٰ إِلَىٰ عَبْدِهِ
مَا أَوْحَىٰ
10. Lalu ia menyampaikan kepada
hamba-Nya (Muhammad) apa (sebagian ayat Qur’an) yang telah Allah wahyukan.
مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا
رَأَىٰ
11. HATINYA tidak mendustakan apa
yang telah DILIHATNYA (pesan Tuhan tersebut).
أَفَتُمَارُونَهُ عَلَىٰ
مَا يَرَىٰ
12. Maka apakah kaum (musyrik
Mekah) hendak membantahnya tentang apa (pesan Tuhan/wahyu/Qur’an) yang telah DILIHATNYA?
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً
أُخْرَىٰ
13. Dan sesungguhnya Muhammad telah
MELIHAT (wahyu/pesan Tuhan) itu pada waktu yang lain.
عِنْدَ سِدْرَةِ
الْمُنْتَهَىٰ
14. (Yaitu) di sidrah al-muntaha (nama
sebuah pohon di tempat yang paling jauh).
عِنْدَهَا جَنَّةُ
الْمَأْوَىٰ
15. Di dekatnya ada jannah (kebun
atau taman) sebagai tempat tinggal.
إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ
مَا يَغْشَىٰ
16. Ketika sidrah itu diliputi
(malam).
مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا
طَغَىٰ
17. PENGLIHATANNYA (Muhammad) tidak
berpaling dari yang dilihatnya (pesan Tuhan/wahyu) itu dan tidak (pula)
melampauinya.
لَقَدْ رَأَىٰ مِنْ آيَاتِ
رَبِّهِ الْكُبْرَىٰ
18. Sesungguhnya MUHAMMAD TELAH
MELIHAT SEBAGIAN AYAT-AYAT TUHANNYA yang paling besar (Qur’an).
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar