Minggu, 08 Desember 2019

INSPIRED BY QUR’AN


—Saiful Islam—

“Tidak perlu nggetu-nggetu berprinsip dengan hadis-hadis. Sampai mem-bid’ah-bid’ah-kan yang lain. Seng penting onok hadise, atau niro wong Madinah, yoweslah. lumayan!”

Dengan tulisan-tulisan sebelumnya, tampaknya sudah sangat jelas. Bahwa Hadis-Hadis, itu memang bukan wahyu. Sudah cukup untuk membuktikan bahwa Hadis-Hadis, memanglah bukan wahyu. Tidak semua yang diucapkan, disikapi, dan diputuskan Nabi adalah wahyu. Yang wahyu itu hanyalah Qur’an saja. The one and only wahyu itu ya Qur’an itu saja.

Tidak ada wahyu yang sampai ke Nabi selain Qur’an. Tidak ada wahyu yang berdiri sendiri selain Qur’an. Tidak ada wahyu yang tidak tertulis. Semua wahyu sudah tertulis semua. Yakni Qur’an. Sudah komplit Qur’an ini. Tidak ada kurang meski satu hurufnya. Firman Tuhan sudah komplit. Sudah sempurna. Tidak ada sedikit pun yang dilupakan oleh Nabi.

Juga sudah komplit dan sempurna disampaikan beliau SAW untuk kita, umatnya. Supaya Qur’an itu dijadikan referensi utama dalam hidup dan kehidupan kita. Menjadi kiblat utama hati dan akal kita. Semua rujukan doktrin Islam, sekali lagi semuanya, itu zhann. Kebenarannya itu hanya sebatas dugaan saja. Yang pasti benarnya, memang hanya Qur’an. Pasti keluar dari mulut Rasulullah SAW yang amat kita cintai itu.

Biasanya yang dijadikan andalan untuk membantah kesimpulan-kesimpulan saya itu, adalah Hadis-Hadis teknis ibadah mahdhah. Yaitu teknis shalat, zakat, puasa, dan teknis (manasik) haji. Dianggap teknis-teknis ibadah tersebut tidak ada dalam Qur’an. Lantas ujug-ujug disimpulkan bahwa ada wahyu lain selain Qur’an. Ada wahyu yang tidak tertulis. Ada wahyu yang berdiri sendiri selain Qur’an. Lalu memaksakan QS.53:3-4 sebagai pembenar bahwa semua Hadis-Hadis (termasuk Hadis Qudsi) yang sahih adalah wahyu. Tentu saja, tidak benar. Karena pasti bertabrakan dengan ayat-ayat yang saya tulis pada tulisan-tulisan sebelumnya.

Pertama, jangan gampangan mengatakan semua teknis ibadah mahdhah tersebut, itu tidak ada dalam Qur’an. Kita ambil contoh teknis salat misalnya. Pernah saya mendengar Sejarawan Barat yang menjeneralisir bahwa salat itu tidak ada dalam Qur’an. Salat dalam Islam, itu hanya Tradisi (Hadis). Tak sedikit juga kaum Mukminin yang ‘pukul rata’ begitu, bahwa teknis salat tidak ada dalam Qur’an.

Memang ada benarnya. Tapi juga ada salahnya. Ini yang saya maksud, hati-hatilah dengan pernyataan: teknis salat itu tidak ada dalam Qur’an. Teknis salat, itu memang tidak ada dalam Qur’an. Itu hanya yang tidak substansial. Teknis salat yang paling substansial (isi/pokok/inti) itu ada dalam Qur’an. Yaitu sujud, rukuk, bertasbih (memuji dan mengagungkan-Nya).

Sujud, misalnya QS. Fushshilat[41]: 37
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah kalian bersujud kepada matahari maupun bulan. TETAPI BERSUJUDLAH KEPADA ALLAH YANG MENCIPTAKAN SEMUA ITU, jika hanya kepada-Nya saja kalian menyembah.

Rukuk, misalnya QS. Al-Hajj[22]: 77
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, RUKUKLAH KALIAN, SUJUDLAH, SEMBAHLAH TUHAN KALIAN, dan berbuatlah kebajikan, supaya kalian mendapat kemenangan.

Bertasbih (menquduskan Allah), misalnya QS. Thaha[20]: 130
فَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا ۖ وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَىٰ
Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan. Dan BERTASBIHLAH DENGAN MEMUJI TUHANMU, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya. Dan BERTASBIHLAH juga pada waktu-waktu di malam hari, dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang (puas).

Begitu juga, banyak yang ceroboh bahwa waktu salat itu juga tidak ada dalam Qur’an. Sekali lagi, jangan ujug-ujug mengatakan teknis-teknis ibadah mahdhah itu, tidak ada dalam Qur’an sebelum mengeceknya langsung. Atau jangan-jangan mereka telah mencuekin Qur’an? Dan ujug-ujug suibuk dengan Hadis-Hadis? Menjadikan Qur’an nomer 2 di bawah Hadis-Hadis? Berikut bahwa waktu salat yang lima waktu itu ada dalam Qur’an!

QS. Al-Isra’[17]: 78
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَىٰ غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ ۖ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
Dirikanlah salat DARI SESUDAH MATAHARI TERGELINCIR (DHUHUR DAN ASAR) SAMPAI GELAP MALAM (MAGRIB DAN ISYA’) DAN (DIRIKANLAH PULA SALAT) SUBUH. Sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat).

QS. Hud[11]: 114
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ ۚ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ
Dan dirikanlah salat itu PADA KEDUA TEPI SIANG (SUBUH DAN ASAR) DAN PADA BAGIAN PERMULAAN MALAM (MAGRIB DAN ISYA’). Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.

QS. Al-Rum[30]: 17
فَسُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ
Maka bertasbihlah kepada Allah DI WAKTU KAMU BERADA DI PETANG HARI (MAGRIB DAN ISYA’) DAN WAKTU KAMU BERADA DI WAKTU SUBUH.

QS. Al-Nisa’[4]: 103
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya SALAT ITU ADALAH FARDHU YANG DITENTUKAN WAKTUNYA atas orang-orang yang beriman.

Adapun teknis salat yang tidak substansial, seperti posisi tangan ketika takbiratul ihram, posisi tangan bersedekap (sendakep, jare wong Jowo), bacaan-bacaan tasbih, i’tidal dan bacaan-bacaannya, itu memang bisa berbeda-beda. Posisi tangan ketika sujud. Ketika mau sujud tangannnya dulu sampai lantai atau dengkulnya dulu. Dan seterusnya. Tidak masalah. Semua ini, memang teknis yang tidak substansial. Dan itu dilakukan Nabi berdasar ijtihad beliau sendiri. Bukan karena ada wahyu lain selain Qur’an.

Makanya, Imam Malik dengan Imam Syafi’i misalnya, itu bisa berbeda terkait teknis-teknis yang tidak substansial ini. Karena Imam Malik lebih percaya pada praktik turun temurun orang-orang Madinah, sedangkan Imam Syafi’i lebih menggunakan Hadis-Hadis. Tetapi yang jelas, para Imam yang kita hormati tersebut, itu salat. Sujud. Rukuk. Bertasbih dan memuji Allah! Makanya, tidak perlu nggetu-nggetu berprinsip dengan Hadis-Hadis. Sampai-sampai membid’ah-bid’ah-kan yang lain. Seng penting onok Hadise, atau niro wong Madinah, yoweslah. Lumayan! Kecuali misalnya ada orang sujud dengan salto dan kayang. Hehe. Nah itu boleh kalian bid’ahkan, sah kalian sesatkan.

Kedua, ada kawan yang meminta menunjukkan dasar saya bahwa Nabi terinspirasi oleh Qur’an. Memang secara tekstual, tidak ada ayat yang berbunyi misalnya: “Sesungguhnya Rasulullah itu terinspirasi oleh Qur’an.” Ya, tidak ada. Tetapi memahami Qur’an, selain secara komprehensif, itu juga harus kontekstual. Mengumpulkan ayat-ayat terkait (tadabbur), dipertimbangkan secara konteksual, barulah diambil kesimpulan.

Dasar saya bahwa Nabi itu terinspirasi oleh Qur’an adalah teknis ibadah mahdhah Nabi yang tidak substansial itu sendiri. Seperti teknis salat Nabi yang tidak substansial tersebut. Seperti posisi sendakep tangan di pusar perut, atau di dada, atau miring di perut bagian pinggir kiri. Tidak ada semua itu dalam Qur’an. Kok bisa berbeda-beda begitu? Ya itu karena Nabi terinspirasi oleh perintah salat dalam Qur’an. Misalnya QS.2:43 berikut ini.

QS. Al-Baqarah[2]: 43
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
DAN DIRIKANLAH SALAT, TUNAIKANLAH ZAKAT DAN RUKUKLAH BESERTA ORANG-ORANG YANG RUKUK.

Jadi teknis salat Nabi yang tidak substansial tersebut, itu terinspirasi oleh Qur’an. Bukan karena wahyu lain yang berdiri sendiri, yang tidak tertulis.

Kawan lain berkomentar. “Wah, terinspirasi oleh Qur’an? Kalau begitu apa bedanya Syahrur dengan Nabi?”

Oh, beda sekali. Pertama, kalau inspirasi Nabi salah, maka langsung ditegur oleh Allah. Kalau Syahrur, dan siapa pun yang selain Nabi, itu tidak ditegur langsung oleh Allah. Kedua, yang berhak berjitihad soal teknis salat adalah Nabi SAW saja. Syahrur, dan siapa pun yang selain Nabi, tidak berhak. Misalnya salat dengan Bahasa Inggris, hehe, ya haram.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...