—Saiful Islam—
“Dengan menikah, hasrat seksual itu
disalurkan dengan baik, benar. Ueenak dan barokaaaah. Hehe…”
Ada sebagian orang yang menyatakan
bahwa Nabi Muhammad pun punya budak. Memberi kesan bahwa Nabi Muhammad
memperbudak orang. Perempuan cantik. Namanya Mariah. Bahkan sampai ada yang
menyebut bahwa Mariah ini adalah selir-nya Nabi. Memperbudak yang diartikan dengan
mengeksploitasi. Selir dimaksudkan sebagai satu bentuk pergundikan. Yaitu
ikatan hubungan di luar pernikahan antara seorang perempuan dan seorang
laki-laki dengan alasan tertentu. Benarkah demikian?
Nabi Muhammad pernah berhubungan biologis
dengan Mariah itu memang betul. Bahkan sampai memiliki anak. Nama anak tersebut
adalah Ibrahim. Hanya saja, Ibrahim ini wafat saat masih kecil. Qur’an memandang
hubungan biologis itu merupakan sesuatu yang manusiawi. Bahkan mulia. Tentu
bukan seks bebas kayak kucing! Tapi dengan menikah!! Dengan perantara seks,
Allah menganugerahkan rezeki berupa anak-anak.
Tidak seperti agama lain yang
memandang kesucian itu harus dengan tidak menikah. Kerahiban. Saya punya dua
teman pendeta. Masih muda. Mickael dan Bram namanya. Keduanya memang sudah
berjanji tidak akan menikah. Justru kata Nabi, “Menikah itu sunnahku.
Barangsiapa yang anti dengan sunnahku itu (menikah), berarti dia bukan termasuk
golonganku.” Dalam Islam, kalau ingin kesucian, justru disuruh menikah.
Dengan menikah, hasrat seksual itu disalurkan dengan baik, benar. Ueenak
dan barokaaaah. Hehe…”
Nama lengkapnya Mariah binti
Syama’un. Atau Mariah al-Qibthiyah yang jika diindonesiakan berarti Mariah
orang Koptik. Wafat pada tahun 637 Masehi. Awalnya ia adalah seorang budak
Kristen Koptik yang dikirimkan oleh penguasa Mesir untuk Nabi sebagai hadiah.
Nama penguasa tersebut adalah Muqawqis. Pada waktu itu, Muqawqis itu layaknya
gubernur di bawah pemerintahan pusat Kerajaan Bizantium. Yaitu kekaisaran
Romawi yang terutama berbahasa Yunani pada abad kuno (abad 3 – 8 M) dan
pertengahan (abad 5 – 15 M).
Ceritanya begini. Pada tahun 6
setelah hijrah ke Madinah atau Yatsrib, (sekitar tahun 627 – 628 Masehi), Nabi
Muhammad menulis surat kepada para penguasa Timur Tengah. Isi surat itu
membahas ajaran Islam. Dengan surat itu Nabi bermaksud berdakwah atau mengajak
para penguasa tersebut untuk masuk Islam. Salah satunya surat Nabi dikirimkan
ke penguasa Mesir, Muqawqis itu. Hatib bin Balta’ah lah yang membawa surat itu
dari Nabi untuk Muqawqis.
Muqawqis menyambut hangat dan ramah
kedatangan Hatib. Hanya saja, dengan ramah juga Muqawqis menolak untuk masuk
Islam. Bahkan ia tidak membiarkan Hatib kembali kepada Nabi dengan tangan
hampa. Muqawqis mengirim Mariah dan saudaranya, Sirrin untuk Nabi. Serta
hadiah-hadiah lain berupa hasil kerajinan dari negeri para Fir’aun itu. Mariah
dan Sirrin masuk Islam berkat ajakan Hatib.
Setelah mendapat kabar, Nabi lantas
tahu bahwa Muqawqis menolak dakwahnya untuk masuk Islam. Meski begitu, Nabi
tidak menolak hadiah-hadiah yang telah diberikan pemimpin Mesir tersebut. Nabi
menerimanya. Dan membaginya. Nabi menikahi Mariah. Sedangkan Sirrin, Nabi nikahkan
dengan sahabat beliau yang terkenal penyair—Hassan bin Tsabit. Mariah
melahirkan Ibrahim. Sedangkan Sirrin melahirkan ‘Abdur Rahman bin Hassan.
Jadi Nabi pernah berubungan
biologis dengan Mariah al-Qibthiyah itu, is OK. Bahkan Nabi juga dengan
istri-istrinya yang lain, is good. Bagus. Indah. Mulia. Seperti dengan
Khadijah, Aisyah, dan seterusnya. Dengan Khadijah pun lahir para putri Nabi:
Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah. Karena semuanya dibingkai dalam
sebuah pernikahan. Mariah juga merupakan perempuan yang cantik jelita, is
fine. Allah itu Maha Indah. Menyukai keindahan. Wong kecantikan, itu pun
karya Allah kok.
Tapi kalau dikatakan Mariah adalah
budaknya Nabi, jelas salah. Totally wrong. Mariah itu budak ketika masih
milik Muqawqis. Sudah jelas kok kisahnya di atas. Kalau pun Mariah itu dianggap
budak, itu ketika dia masih Kristen Koptik. Masih bersama Muqawqis. Ketika
sudah Islam, lantas kemudian menikah dan hidup bersama Nabi, sampai melahirkan
Ibrahim, tentu saja dia sudah bukan budak lagi. Mariah adalah istri Nabi. Nabi
menikahinya. Jadi, bukan budak Nabi.
Indikasi bahwa Nabi menikahi
Mariah, sehingga statusnya menjadi istri Nabi, adalah pertama. Bahwa
Mariah tidak menikah lagi dengan siapa pun setelah Nabi wafat. Karena Qur’an
memang melarang siapa pun menikahi bekas istri Nabi. Karena mereka semua adalah
para ibu kaum Mukminin.
Ya, setelah Nabi wafat pada tahun
632 M, Mariah tidak menikah lagi. Tidak ada seorang yang berani menikahi Mariah
setelah wafatnya Nabi itu. Bahkan sampai kewafatannya. Yaitu tahun 637 M,
sekitar 5 tahun setelah wafatnya Nabi. Tidak pernah ada Sejarah, Mariah
bersuami lain setelah menikah dengan Nabi. Sekali lagi, kaum Mukmin sudah paham
betul aturan Qur’an itu. Seperti dikisahkan pada ayat berikut.
QS. Al Ahzab[33]: 53
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَىٰ
طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَٰكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا
طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي
النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ ۖ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ ۚ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا
فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ۚ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا
رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ
عَظِيمًا
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk
makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya). Tetapi jika kamu
diundang maka masuklah. Dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik
memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi
lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar). Dan Allah tidak malu
(menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada
mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang
demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu
menyakiti (hati) Rasulullah dan TIDAK BOLEH (PULA) MENGAWINI ISTERI-ISTERINYA
SELAMA-LAMANYA SESUDAH IA WAFAT. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar
(dosanya) di sisi Allah.
Kedua, semakin
tegas lagi Qur’an menyebut bahwa tidak boleh sembarangan berhubungan biologis
dengan budak. Tapi harus dengan menikah. Jelas sekali ada kata MENIKAH di sini.
Serta dengan meminta izin kepada walinya. Dan memberinya mas kawin (mahar). Berikut
ayatnya.
QS. Al-Nisa’[4]: 25
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
مِنْكُمْ طَوْلًا أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ مَا
مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ۚ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِكُمْ
ۚ بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ ۚ فَانْكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ وَآتُوهُنَّ
أُجُورَهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ مُحْصَنَاتٍ غَيْرَ مُسَافِحَاتٍ وَلَا مُتَّخِذَاتِ
أَخْدَانٍ ۚ فَإِذَا أُحْصِنَّ فَإِنْ أَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا
عَلَى الْمُحْصَنَاتِ مِنَ الْعَذَابِ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ
ۚ وَأَنْ تَصْبِرُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Barangsiapa diantara kamu (orang
merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi
beriman, ia boleh MENIKAHI wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu
miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian
yang lain. Karena itu NIKAHILAH MEREKA DENGAN SEIZIN TUAN MEREKA, DAN BERILAH
MASKAWIN MEREKA MENURUT YANG PATUT, SEDANG MEREKAPUN WANITA-WANITA YANG
MEMELIHARA DIRI, BUKAN PEZINA DAN BUKAN (PULA) WANITA YANG MENGAMBIL LAKI-LAKI
LAIN SEBAGAI PIARAANNYA. Dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian
mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separuh hukuman
dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak)
itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kesulitan menjaga diri (dari
perbuatan zina) di antara kamu. Dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Mengatakan Mariah adalah selir
Nabi. Tentu saja salah. Salah pangkat dua. Selir itu praktik pergundikan.
Hubungan seksual tanpa nikah. Praktik yang biasa dilakukan oleh orang-orang
Eropa di Nusantara. Masa penjajahan. Zaman kolonial. Semacam seks bebas. Kayak
kucing. Atau wedus. Begitu mau disamakan dengan Nabi. Tentu saja ngawur.
Tendensius. (Tapi, sssst… meski ini Suroboyo, tidak usah misuh, Guys).
Hehe.
Apalagi mengatakan bahwa Qur’an
mengeksploitasi perempuan dengan merestui perbudakan. Yang semena-mena dan sak
karepe dewe seperti perbudakan ala jahiliyah. Ini menurut saya sangat
tendensius yang disengaja. Justru Qur’an itu datang untuk mengoreksi,
mengritik, dan memberi solusi dari perbudakan ala jahiliyah itu. Qur’an
menyuruh berbuat baik. Berlaku adil. Memberi. Menghormati hak setiap orang. Membantu
budak supaya merdeka dengan zakat. Memanusiakan manusia yang telah
dibinatangkan oleh peradaban jahiliyah. Sekali lagi, memerdekakan budak. Bukan
memperbudak yang sudah merdeka.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, Insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar