Selasa, 17 September 2019

HUBUNGAN BIOLOGIS NABI


—Saiful Islam—

“Dengan menikah, hasrat seksual itu disalurkan dengan baik, benar. Ueenak dan barokaaaah. Hehe…”

Ada sebagian orang yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad pun punya budak. Memberi kesan bahwa Nabi Muhammad memperbudak orang. Perempuan cantik. Namanya Mariah. Bahkan sampai ada yang menyebut bahwa Mariah ini adalah selir-nya Nabi. Memperbudak yang diartikan dengan mengeksploitasi. Selir dimaksudkan sebagai satu bentuk pergundikan. Yaitu ikatan hubungan di luar pernikahan antara seorang perempuan dan seorang laki-laki dengan alasan tertentu. Benarkah demikian?

Nabi Muhammad pernah berhubungan biologis dengan Mariah itu memang betul. Bahkan sampai memiliki anak. Nama anak tersebut adalah Ibrahim. Hanya saja, Ibrahim ini wafat saat masih kecil. Qur’an memandang hubungan biologis itu merupakan sesuatu yang manusiawi. Bahkan mulia. Tentu bukan seks bebas kayak kucing! Tapi dengan menikah!! Dengan perantara seks, Allah menganugerahkan rezeki berupa anak-anak.

Tidak seperti agama lain yang memandang kesucian itu harus dengan tidak menikah. Kerahiban. Saya punya dua teman pendeta. Masih muda. Mickael dan Bram namanya. Keduanya memang sudah berjanji tidak akan menikah. Justru kata Nabi, “Menikah itu sunnahku. Barangsiapa yang anti dengan sunnahku itu (menikah), berarti dia bukan termasuk golonganku.” Dalam Islam, kalau ingin kesucian, justru disuruh menikah. Dengan menikah, hasrat seksual itu disalurkan dengan baik, benar. Ueenak dan barokaaaah. Hehe…”

Nama lengkapnya Mariah binti Syama’un. Atau Mariah al-Qibthiyah yang jika diindonesiakan berarti Mariah orang Koptik. Wafat pada tahun 637 Masehi. Awalnya ia adalah seorang budak Kristen Koptik yang dikirimkan oleh penguasa Mesir untuk Nabi sebagai hadiah. Nama penguasa tersebut adalah Muqawqis. Pada waktu itu, Muqawqis itu layaknya gubernur di bawah pemerintahan pusat Kerajaan Bizantium. Yaitu kekaisaran Romawi yang terutama berbahasa Yunani pada abad kuno (abad 3 – 8 M) dan pertengahan (abad 5 – 15 M).

Ceritanya begini. Pada tahun 6 setelah hijrah ke Madinah atau Yatsrib, (sekitar tahun 627 – 628 Masehi), Nabi Muhammad menulis surat kepada para penguasa Timur Tengah. Isi surat itu membahas ajaran Islam. Dengan surat itu Nabi bermaksud berdakwah atau mengajak para penguasa tersebut untuk masuk Islam. Salah satunya surat Nabi dikirimkan ke penguasa Mesir, Muqawqis itu. Hatib bin Balta’ah lah yang membawa surat itu dari Nabi untuk Muqawqis.

Muqawqis menyambut hangat dan ramah kedatangan Hatib. Hanya saja, dengan ramah juga Muqawqis menolak untuk masuk Islam. Bahkan ia tidak membiarkan Hatib kembali kepada Nabi dengan tangan hampa. Muqawqis mengirim Mariah dan saudaranya, Sirrin untuk Nabi. Serta hadiah-hadiah lain berupa hasil kerajinan dari negeri para Fir’aun itu. Mariah dan Sirrin masuk Islam berkat ajakan Hatib.

Setelah mendapat kabar, Nabi lantas tahu bahwa Muqawqis menolak dakwahnya untuk masuk Islam. Meski begitu, Nabi tidak menolak hadiah-hadiah yang telah diberikan pemimpin Mesir tersebut. Nabi menerimanya. Dan membaginya. Nabi menikahi Mariah. Sedangkan Sirrin, Nabi nikahkan dengan sahabat beliau yang terkenal penyair—Hassan bin Tsabit. Mariah melahirkan Ibrahim. Sedangkan Sirrin melahirkan ‘Abdur Rahman bin Hassan.

Jadi Nabi pernah berubungan biologis dengan Mariah al-Qibthiyah itu, is OK. Bahkan Nabi juga dengan istri-istrinya yang lain, is good. Bagus. Indah. Mulia. Seperti dengan Khadijah, Aisyah, dan seterusnya. Dengan Khadijah pun lahir para putri Nabi: Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah. Karena semuanya dibingkai dalam sebuah pernikahan. Mariah juga merupakan perempuan yang cantik jelita, is fine. Allah itu Maha Indah. Menyukai keindahan. Wong kecantikan, itu pun karya Allah kok.

Tapi kalau dikatakan Mariah adalah budaknya Nabi, jelas salah. Totally wrong. Mariah itu budak ketika masih milik Muqawqis. Sudah jelas kok kisahnya di atas. Kalau pun Mariah itu dianggap budak, itu ketika dia masih Kristen Koptik. Masih bersama Muqawqis. Ketika sudah Islam, lantas kemudian menikah dan hidup bersama Nabi, sampai melahirkan Ibrahim, tentu saja dia sudah bukan budak lagi. Mariah adalah istri Nabi. Nabi menikahinya. Jadi, bukan budak Nabi.

Indikasi bahwa Nabi menikahi Mariah, sehingga statusnya menjadi istri Nabi, adalah pertama. Bahwa Mariah tidak menikah lagi dengan siapa pun setelah Nabi wafat. Karena Qur’an memang melarang siapa pun menikahi bekas istri Nabi. Karena mereka semua adalah para ibu kaum Mukminin.

Ya, setelah Nabi wafat pada tahun 632 M, Mariah tidak menikah lagi. Tidak ada seorang yang berani menikahi Mariah setelah wafatnya Nabi itu. Bahkan sampai kewafatannya. Yaitu tahun 637 M, sekitar 5 tahun setelah wafatnya Nabi. Tidak pernah ada Sejarah, Mariah bersuami lain setelah menikah dengan Nabi. Sekali lagi, kaum Mukmin sudah paham betul aturan Qur’an itu. Seperti dikisahkan pada ayat berikut.

QS. Al Ahzab[33]: 53
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَىٰ طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَٰكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ ۖ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ الْحَقِّ ۚ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ۚ وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya). Tetapi jika kamu diundang maka masuklah. Dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar). Dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan TIDAK BOLEH (PULA) MENGAWINI ISTERI-ISTERINYA SELAMA-LAMANYA SESUDAH IA WAFAT. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.

Kedua, semakin tegas lagi Qur’an menyebut bahwa tidak boleh sembarangan berhubungan biologis dengan budak. Tapi harus dengan menikah. Jelas sekali ada kata MENIKAH di sini. Serta dengan meminta izin kepada walinya. Dan memberinya mas kawin (mahar). Berikut ayatnya.

QS. Al-Nisa’[4]: 25
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلًا أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ۚ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِكُمْ ۚ بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ ۚ فَانْكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ وَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ مُحْصَنَاتٍ غَيْرَ مُسَافِحَاتٍ وَلَا مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ ۚ فَإِذَا أُحْصِنَّ فَإِنْ أَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى الْمُحْصَنَاتِ مِنَ الْعَذَابِ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ ۚ وَأَنْ تَصْبِرُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh MENIKAHI wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain. Karena itu NIKAHILAH MEREKA DENGAN SEIZIN TUAN MEREKA, DAN BERILAH MASKAWIN MEREKA MENURUT YANG PATUT, SEDANG MEREKAPUN WANITA-WANITA YANG MEMELIHARA DIRI, BUKAN PEZINA DAN BUKAN (PULA) WANITA YANG MENGAMBIL LAKI-LAKI LAIN SEBAGAI PIARAANNYA. Dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separuh hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kesulitan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu. Dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Mengatakan Mariah adalah selir Nabi. Tentu saja salah. Salah pangkat dua. Selir itu praktik pergundikan. Hubungan seksual tanpa nikah. Praktik yang biasa dilakukan oleh orang-orang Eropa di Nusantara. Masa penjajahan. Zaman kolonial. Semacam seks bebas. Kayak kucing. Atau wedus. Begitu mau disamakan dengan Nabi. Tentu saja ngawur. Tendensius. (Tapi, sssst… meski ini Suroboyo, tidak usah misuh, Guys). Hehe.

Apalagi mengatakan bahwa Qur’an mengeksploitasi perempuan dengan merestui perbudakan. Yang semena-mena dan sak karepe dewe seperti perbudakan ala jahiliyah. Ini menurut saya sangat tendensius yang disengaja. Justru Qur’an itu datang untuk mengoreksi, mengritik, dan memberi solusi dari perbudakan ala jahiliyah itu. Qur’an menyuruh berbuat baik. Berlaku adil. Memberi. Menghormati hak setiap orang. Membantu budak supaya merdeka dengan zakat. Memanusiakan manusia yang telah dibinatangkan oleh peradaban jahiliyah. Sekali lagi, memerdekakan budak. Bukan memperbudak yang sudah merdeka.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, Insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...