Kamis, 12 September 2019

KUALITAS SEORANG PEREMPUAN


—Saiful Islam—

“Laki-laki itu hanya makhluk maskulin dari ibunya yang feminim. Perempuan itu hanya makhluk feminim dari ayahnya yang maskulin.”

Selain pandangan patriarki, dalam kehidupan masyarakat Arab jahiliyah menjelang turunnya Qur’an, itu pendangan misogini begitu kuat. Yaitu kebencian atau tidak suka pada perempuan atau anak perempuan. Wujud misogini bisa banyak rupa. Termasuk diskriminasi seksual, fitnah perempuan, kekerasan terhadap perempuan, serta objektifikasi seksual perempuan. Gampangnya, perempuan itu dianggap rendah. Stereotip perempuan pada umumnya disepelekan. Bahkan dihinakan.

Dari cerita sebelumnya, kita telah mendapat gambaran bagaimana pandangan dan nasib yang menimpa pada rata-rata perempuan Arab jahiliyah itu. Budak-budak perempuan kerap dipaksa melacur. Anak-anak perempuan dianggap beban keluarga. Aib. Kalau sudah menginjak dewasa, dianggap hanya untuk memuaskan nafsu seksual para lelaki. Perempuan tidak dihargai layaknya manusia.

Lalu bagaimana Qur’an merespon stereotip masyarakat Arab jahiliyah itu terhadap perempuan? Benarkah perempuan itu remeh? Rendah? Kelas dua dibanding laki-laki? Atau bahkan sudah hina ‘dari sononya’? Inilah respon Qur’an.

QS. Al-Hujurat[49]: 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia. Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari SEORANG LAKI-LAKI DAN SEORANG PEREMPUAN dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang PALING MULIA diantara kamu disisi Allah ialah orang yang PALING TAQWA DIANTARA KAMU. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Sungguh di sini tegas sekali Qur’an menjawab stereotip jahiliyah yang menyepelekan dan menghinakan perempuan itu. Bahwa kemuliaan seseorang, itu tidak tergantung dia itu laki-laki atau perempuan. Tapi kemuliaan itu selaras dengan ketakwaan. Kadar kemuliaan manusia itu sebanding dengan kadar ketakwaannya. Semakin takwa seseorang, semakin mulia dia. Dan sebaliknya. Sekali lagi, bukan karena laki-laki atau perempuan.

Jelas sekali ayat di atas didahului dengan kalimat Allah, “Kami menciptakan kamu dari SEORANG LAKI-LAKI DAN SEORANG PEREMPUAN…” Ya, laki-laki dan perempuan. Jadi tidak bisa kualitas manusia itu dinilai karena dia laki-laki. Atau karena dia perempuan. Tapi tergantung nurutnya kepada Allah. Dan kemanfaatannya bagi kemanusiaan dan kehidupan secara umum.

Semakin jelas lagi dengan ayat-ayat di bawah ini.

QS. Al-Nisa’[4]: 124
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, BAIK LAKI-LAKI MAUPUN PEREMPUAN sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.

Perhatikan kalimat Qur’an itu, “BAIK LAKI-LAKI MAUPUN PEREMPUAN”. Seakan-akan artinya begini: “Gak ngoros. Bah koen wedok. Bah koen lanang. Lek koen iman. Terus amal soleh. Surgo!” Maksudnya titik tekannya bukan pada jenis kelaminnya. Fokusnya bukan pada keperempuanan atau kelaki-lakiannya. Tapi pada iman dan amal salehnya.

Tak peduli laki-laki atau perempuan, siapa pun yang beriman dan beramal saleh balasannya surga. Sebaliknya, tak peduli laki-laki atau perempuan. Siapa pun yang ingkar dan berbuat kerusakan yang merugikan kemanusiaan dan kehidupan pada umumnya, balasannya adalah neraka. Baik di dunia maupun kelak lebih-lebih di kehidupan setelah mati. Bahkan tak peduli sukunya apa, keturunan siapa, bangsa dan negaranya apa, bahasanya apa, kulitnya bagaimana, dan seterusnya. Kuncinya ada pada kualitas takwanya. Ada pada kualitas iman dan amal salehnya.

QS. Al-Nahl[16]: 97
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, BAIK LAKI-LAKI MAUPUN PEREMPUAN dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya KEHIDUPAN YANG BAIK. Dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang LEBIH BAIK dari apa yang telah mereka kerjakan.

QS. Al-Mukmin[40]: 40
مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلَا يُجْزَىٰ إِلَّا مِثْلَهَا ۖ وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ
Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan AMAL YANG SALEH BAIK LAKI-LAKI MAUPUN PEREMPUAN SEDANG IA DALAM KEADAAN BERIMAN, maka mereka akan masuk surga. Mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.

QS. Al-Ahzab[33]: 35
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Sesungguhnya LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN YANG MUSLIM, laki-laki dan perempuan yang MUKMIN, laki-laki dan perempuan yang TETAP DALAM KETAATANNYA, laki-laki dan perempuan yang BENAR, laki-laki dan perempuan yang SABAR, laki-laki dan perempuan yang KHUSYUK, laki-laki dan perempuan yang BERSEDEKAH, laki-laki dan perempuan yang BERPUASA, laki-laki dan perempuan yang MEMELIHARA KEHORMATANNYA, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

“Loh, Mas. Bukankah laki-laki itu memang lebih unggul dari perempuan?!” kata seorang kawan. Lantas mengutip sepenggal kalimat dari ayat di bawah ini (dibaca hanya yang saya tulis kapital):

QS. Al-Nisa[4]: 34
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
KAUM LAKI-LAKI ITU ADALAH PEMIMPIN BAGI KAUM WANITA. Karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita). Dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Ayat di atas berbicara dalam konteks rumah tangga. Antara suami dan perempuan. Bukan laki-laki dibanding perempuan konteks umum. Dalam rumah tangga, apalagi konteks sosial ekonomi saat abad ke-7, itu biasanya memang yang bekerja adalah para lelaki. Yang memberi nafkah adalah para lelaki. Secara sistem sosial, perempuan saat itu memang terkondisikan begitu. Mereka tidak bisa bekerja seperti para perempuan modern sekarang. Jelas sekali alasannya, “Dan karena mereka (laki-laki) TELAH MENAFKAHKAN SEBAGIAN DARI HARTA MEREKA.”

Makanya, membaca Qur’an itu jangan diambil satu ayat saja. Atau bahkan baru se per delapan. “Tak settong ayat belekak,” kata kawan yang dari Madura. Membaca Qur’an itu mesti ditinjau ayat-ayat yang lain. Supaya dapat gambaran yang utuh. Yang komprehensif. Juga mesti diperhatikan konteksnya. Jangan tekstual. Mesti kontekstual. Hehe.

Jadi bukan ‘dari sononya’ laki-laki itu lebih unggul daripada perempuan. Tapi lebih karena peradaban yang masih jahiliyah. Beda dengan para perempuan modern sekarang. Ketika hak perpengetahuan dan berpendidikan bisa diakses siapa saja yang mau. Periode informasi bebas. Zaman kesetaraan hukum. Era milenial. Banyak lahir malah, para perempuan yang lebih tangguh dan lebih hebat dari laki-laki. Sebut saja Bu Risma, Bu Khafifah, Bu Susi, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Jadi dibanding laki-laki, perempuan itu adalah makhluk yang different. Laki-laki memang beda dengan perempuan. Saya pernah menulis singkat, “Laki-laki itu hanya makhluk maskulin dari ibunya yang feminim. Perempuan itu hanya makhluk feminim dari ayahnya yang maskulin.”

Dari fisiknya sampai otak dan perasaannya, itu perempuan memang berbeda dengan laki-laki. Tapi bukan berarti lebih rendah dari laki-laki. Karena perempuan dan laki-laki itu memang saling membutuhkan. Fitrahnya saling berpasang-pasangan. Berjodoh. Kalau memang saling membutuhkan, mengapa harus merasa lebih unggul dari yang lain?! Laki-laki tanpa perempuan, itu seperti bumi tanpa matahari. Mesti saling menghargai, menghormati, mencintai, mengasihi, menyayangi, bekerja sama, untuk membangun rumah tangga demi generasi yang saleh-salehah.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...