—Saiful Islam—
“Laki-laki itu hanya makhluk
maskulin dari ibunya yang feminim. Perempuan itu hanya makhluk feminim dari
ayahnya yang maskulin.”
Selain pandangan patriarki, dalam
kehidupan masyarakat Arab jahiliyah menjelang turunnya Qur’an, itu pendangan
misogini begitu kuat. Yaitu kebencian atau tidak suka pada perempuan atau anak
perempuan. Wujud misogini bisa banyak rupa. Termasuk diskriminasi seksual,
fitnah perempuan, kekerasan terhadap perempuan, serta objektifikasi seksual
perempuan. Gampangnya, perempuan itu dianggap rendah. Stereotip perempuan pada
umumnya disepelekan. Bahkan dihinakan.
Dari cerita sebelumnya, kita telah
mendapat gambaran bagaimana pandangan dan nasib yang menimpa pada rata-rata
perempuan Arab jahiliyah itu. Budak-budak perempuan kerap dipaksa melacur.
Anak-anak perempuan dianggap beban keluarga. Aib. Kalau sudah menginjak dewasa,
dianggap hanya untuk memuaskan nafsu seksual para lelaki. Perempuan tidak
dihargai layaknya manusia.
Lalu bagaimana Qur’an merespon
stereotip masyarakat Arab jahiliyah itu terhadap perempuan? Benarkah perempuan
itu remeh? Rendah? Kelas dua dibanding laki-laki? Atau bahkan sudah hina ‘dari
sononya’? Inilah respon Qur’an.
QS. Al-Hujurat[49]: 13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا
وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia. Sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari SEORANG LAKI-LAKI DAN SEORANG PEREMPUAN dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang PALING MULIA diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang PALING TAQWA DIANTARA KAMU. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.
Sungguh di sini tegas sekali Qur’an
menjawab stereotip jahiliyah yang menyepelekan dan menghinakan perempuan itu.
Bahwa kemuliaan seseorang, itu tidak tergantung dia itu laki-laki atau
perempuan. Tapi kemuliaan itu selaras dengan ketakwaan. Kadar kemuliaan manusia
itu sebanding dengan kadar ketakwaannya. Semakin takwa seseorang, semakin mulia
dia. Dan sebaliknya. Sekali lagi, bukan karena laki-laki atau perempuan.
Jelas sekali ayat di atas didahului
dengan kalimat Allah, “Kami menciptakan kamu dari SEORANG LAKI-LAKI DAN
SEORANG PEREMPUAN…” Ya, laki-laki dan perempuan. Jadi tidak bisa kualitas
manusia itu dinilai karena dia laki-laki. Atau karena dia perempuan. Tapi
tergantung nurutnya kepada Allah. Dan kemanfaatannya bagi kemanusiaan dan
kehidupan secara umum.
Semakin jelas lagi dengan ayat-ayat
di bawah ini.
QS. Al-Nisa’[4]: 124
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ
الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ
يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
Barangsiapa yang mengerjakan
amal-amal saleh, BAIK LAKI-LAKI MAUPUN PEREMPUAN sedang ia orang yang beriman,
maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau
sedikitpun.
Perhatikan kalimat Qur’an itu, “BAIK
LAKI-LAKI MAUPUN PEREMPUAN”. Seakan-akan artinya begini: “Gak ngoros. Bah koen
wedok. Bah koen lanang. Lek koen iman. Terus amal soleh. Surgo!” Maksudnya
titik tekannya bukan pada jenis kelaminnya. Fokusnya bukan pada keperempuanan
atau kelaki-lakiannya. Tapi pada iman dan amal salehnya.
Tak peduli laki-laki atau
perempuan, siapa pun yang beriman dan beramal saleh balasannya surga. Sebaliknya,
tak peduli laki-laki atau perempuan. Siapa pun yang ingkar dan berbuat
kerusakan yang merugikan kemanusiaan dan kehidupan pada umumnya, balasannya
adalah neraka. Baik di dunia maupun kelak lebih-lebih di kehidupan setelah
mati. Bahkan tak peduli sukunya apa, keturunan siapa, bangsa dan negaranya apa,
bahasanya apa, kulitnya bagaimana, dan seterusnya. Kuncinya ada pada kualitas
takwanya. Ada pada kualitas iman dan amal salehnya.
QS. Al-Nahl[16]: 97
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ
ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ
أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal
saleh, BAIK LAKI-LAKI MAUPUN PEREMPUAN dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan Kami berikan kepadanya KEHIDUPAN YANG BAIK. Dan sesungguhnya akan Kami
beri balasan kepada mereka dengan pahala yang LEBIH BAIK dari apa yang telah
mereka kerjakan.
QS. Al-Mukmin[40]: 40
مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً
فَلَا يُجْزَىٰ إِلَّا مِثْلَهَا ۖ وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ
أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا
بِغَيْرِ حِسَابٍ
Barangsiapa mengerjakan perbuatan
jahat, maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu.
Dan barangsiapa mengerjakan AMAL YANG SALEH BAIK LAKI-LAKI MAUPUN PEREMPUAN
SEDANG IA DALAM KEADAAN BERIMAN, maka mereka akan masuk surga. Mereka diberi
rezeki di dalamnya tanpa hisab.
QS. Al-Ahzab[33]: 35
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ
وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ
وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ
وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ
وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ
وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ
مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Sesungguhnya LAKI-LAKI DAN
PEREMPUAN YANG MUSLIM, laki-laki dan perempuan yang MUKMIN, laki-laki dan
perempuan yang TETAP DALAM KETAATANNYA, laki-laki dan perempuan yang BENAR,
laki-laki dan perempuan yang SABAR, laki-laki dan perempuan yang KHUSYUK,
laki-laki dan perempuan yang BERSEDEKAH, laki-laki dan perempuan yang BERPUASA,
laki-laki dan perempuan yang MEMELIHARA KEHORMATANNYA, laki-laki dan perempuan
yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan
dan pahala yang besar.
“Loh, Mas. Bukankah laki-laki itu
memang lebih unggul dari perempuan?!” kata seorang kawan. Lantas mengutip sepenggal
kalimat dari ayat di bawah ini (dibaca hanya yang saya tulis kapital):
QS. Al-Nisa[4]: 34
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ
عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا
أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ
بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ
فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ
سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
KAUM LAKI-LAKI ITU ADALAH PEMIMPIN
BAGI KAUM WANITA. Karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki)
atas sebahagian yang lain (wanita). Dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah
yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh
karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar.
Ayat di atas berbicara dalam
konteks rumah tangga. Antara suami dan perempuan. Bukan laki-laki dibanding
perempuan konteks umum. Dalam rumah tangga, apalagi konteks sosial ekonomi saat
abad ke-7, itu biasanya memang yang bekerja adalah para lelaki. Yang memberi
nafkah adalah para lelaki. Secara sistem sosial, perempuan saat itu memang terkondisikan
begitu. Mereka tidak bisa bekerja seperti para perempuan modern sekarang. Jelas
sekali alasannya, “Dan karena mereka (laki-laki) TELAH MENAFKAHKAN SEBAGIAN
DARI HARTA MEREKA.”
Makanya, membaca Qur’an itu jangan
diambil satu ayat saja. Atau bahkan baru se per delapan. “Tak settong ayat
belekak,” kata kawan yang dari Madura. Membaca Qur’an itu mesti ditinjau
ayat-ayat yang lain. Supaya dapat gambaran yang utuh. Yang komprehensif. Juga mesti
diperhatikan konteksnya. Jangan tekstual. Mesti kontekstual. Hehe.
Jadi bukan ‘dari sononya’ laki-laki
itu lebih unggul daripada perempuan. Tapi lebih karena peradaban yang masih
jahiliyah. Beda dengan para perempuan modern sekarang. Ketika hak
perpengetahuan dan berpendidikan bisa diakses siapa saja yang mau. Periode
informasi bebas. Zaman kesetaraan hukum. Era milenial. Banyak lahir malah, para
perempuan yang lebih tangguh dan lebih hebat dari laki-laki. Sebut saja Bu
Risma, Bu Khafifah, Bu Susi, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Jadi dibanding laki-laki, perempuan
itu adalah makhluk yang different. Laki-laki memang beda dengan perempuan. Saya
pernah menulis singkat, “Laki-laki itu hanya makhluk maskulin dari ibunya yang feminim.
Perempuan itu hanya makhluk feminim dari ayahnya yang maskulin.”
Dari fisiknya sampai otak dan
perasaannya, itu perempuan memang berbeda dengan laki-laki. Tapi bukan berarti lebih
rendah dari laki-laki. Karena perempuan dan laki-laki itu memang saling
membutuhkan. Fitrahnya saling berpasang-pasangan. Berjodoh. Kalau memang saling
membutuhkan, mengapa harus merasa lebih unggul dari yang lain?! Laki-laki tanpa
perempuan, itu seperti bumi tanpa matahari. Mesti saling menghargai, menghormati,
mencintai, mengasihi, menyayangi, bekerja sama, untuk membangun rumah tangga
demi generasi yang saleh-salehah.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung,
insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar