—Saiful Islam—
“Bagi bangsa-bangsa kuno,
perbudakan itu sudah biasa. Yang berlaku hukum rimba…”
Tak perlu marah-marah ada disertasi
yang menghalalkan seks di luar nikah. Ayat Qur’an pula yang dijadikan pembenarnya.
Kita tanggapi pelan-pelan saja ya. OK, bismillah…
Perbudakan itu merupakan sebuah
situasi dan kondisi ketika seseorang mengontrol orang lain secara penuh. Nah,
orang yang dikontrol itu disebut budak. Biasanya, perbudakan ini terjadi untuk
memenuhi kebutuhan buruh atau pelampiasan hasrat seks. Budak adalah seseorang
yang dimiliki oleh seseorang yang disebut tuan. Dipekerjakan tapi tanpa digaji.
Bahkan, budak ini tidak mempunyai Hak Asasi Manusia (HAM). Budak itu tak
ubahnya seperti sapi perah.
Maka dalam perbudakan seperti itu,
berlaku hukum rimba. Siapa yang kuat, dialah yang akan menjadi tuan. Terutama kuat
ekonominya. Kuat militernya. Kuat pengaruhnya. Manusia seperti barang. Layaknya
binatang. Bisa diperjual belikan. Bisa laki-laki maupun perempuan. Tua maupun
muda. Disuruh apa saja, harus nurut pada tuannya. Baik itu budak laki-laki,
maupun budak perempuan. Pokoknya nasib budak itu totalitas apa kata tuannya. Seperti
wayangnya pak dalang.
Jadi, budak itu tidak memiliki
kemerdekaan. Tidak punya kebebasan. Bahkan sejak dalam pikirannya. Akal dan
hatinya terpasung. Oleh kehendak dan kemauan tuannya. Hidup dan matinya apa
kata tuannya.
Dalam bahasa Inggris, slave
berarti budak. Slavery artinya perbudakan. Slav itu asalnya
menunjuk bangsa Slavia yang banyak ditangkap. Kemudian mereka dijadikan budak
saat peperangan di awal Abad Pertengahan. Sebuah masa yang menurut sejarah
Eropa berlangsung sejak abad ke-5 sampai 15 Masehi. Atau sejak runtuhnya
Kekaisaran Romawi Barat.
Sejak 8000 tahun sebelum Masehi,
kuburan prasejarah di Mesir Bawah menunjukkan bahwa masyarakat Lybia sudah
memperbudak suku tertentu. Ini salah satu bukti bahwa keberadaan perbudakan
sudah ada sebelum peradaban tulisan. Dan sudah ada dalam berbagai kebudayaan.
Menurut catatan paling awal,
perbudakan itu sudah merupakan institusi yang mapan. Kode Hammurabi, sekitar
tahun 1760 SM misalnya, itu menyatakan bahwa siapa saja yang membantu seorang
budak untuk melarikan diri, maka hukumannya adalah mati. Sebagaimana orang yang
menyembunyikan buronan.
Perbudakan itu merupakan hal umum,
dan hampir terjadi pada semua bangsa-bangsa kuno. Seperti Sumeria, Mesir Kuno, Tiongkok
Kuno, Imperium Akkad, Elamit, Asiria, Babilonia, India Kuno, Hattia, Hittit,
Amorit, Yunani Kuno, Kanaan, Eblait, Hurria, Mittani, Israel, Persia, Medes,
Kassit, Luwia, Moabit, Edomit, Ammonit, Armedia, Khaldea, orang Ibrani di
Palestina, Skitia, Nubia, Kushit, Khilafah Islam, masyarakat-masyarakat sebelum
Colombus di Amerika, dan lain semisalnya.
Institusi perbudakan itu berupa
gabungan dari perbudakan-hutang, hukuman atas kejahatan, perbudakan terhadap
tawanan perang, penelantaran anak, dan kelahiran anak dari seorang budak. Berani
macam-macam, ya diperangi. Setelah ditaklukkan, orang-orangnya ditawan. Lantas dijadikan
budak.
Di Yunani Kuno, perbudakan tercatat
ada sejak zaman Yunani Mycenaia. Athena Klasik mempunyai populasi budak
terbesar. Yaitu mencapai 60 ribu jiwa pada abad ke-5 dan 6 Masehi. Saat
Republik Romawi melakukan ekspansi wilayah, banyak masyarakat yang diperbudak.
Ini mengkibatkan naiknya suplai di Eropa dan Mediteran. Orang Yunani, Iliria,
Berber, Jermah, Inggris, Trasia, Galia, Yahudi, Arab, dan lain-lain memperbudak
orang itu tidak hanya untuk pekerjaan-pekerjaan keras. Tapi juga untuk hiburan.
Sebut saja misalnya bangsa Sumeria
di Mesopotamia mewakili peradaban paling tua. Dari tahun 3500 SM, itu sudah ada
perbudakan. Peperangan Bizantium-Utsmaniyah dan peperangan Utsmaniyah di Eropa
menyebabkan perampasan para budak Kristen secara besar-besaran. Perbudakan
memang menjadi hal yang umum di sebagian besar Eropa dan kepulauan Britania.
Yaitu ada Zaman Kegelapan dan terus berlanjut sampai Abad Pertengahan.
Belanda, Prancis, Spanyol,
Portugis, Inggris, Arab, dan sejumlah kerajaan Afrika Barat sangat berperan
dalam perdagangan budak Atlantik. Terutama setelah tahun 1600 Masehi. Denmark
dan Norwegia, termasuk negara Eropa pertama yang melarang perdagangan budak
pada tahun 1802 Masehi.
Di sini, saya cuma ingin sampaikan
bahwa perbudakan itu sudah ada jauh sebelum Islam. Ada yang mengatakan sudah
ada sejak 3500 SM. Pendapat yang lain menyebutkan bahwa perbudakan sudah ada
sejak sekitar tahun 1760 SM. Bahkan lebih jauh lagi sebelum itu. Yaitu perbudakan
sudah ada sejak tahun 8000 SM. Jadi, manusia memperbudak manusia yang lain itu
sudah ada jauh sebelum Al Qur’an diturunkan.
Perbudakan memang sesuatu yang
biasa terjadi pada bangsa-bangsa kuno itu. Agaknya, begitu juga peperangan. Sebuah
konsekuensi logis tidak adanya hukum yang disepakati oleh komunitas masyarakat.
Baik itu tingkat negara, maupun tingkat internasional. Sehingga yang ada adalah
yang kuat mengekspoitasi yang lemah. Sebagaimana sifat dasar manusia yang egoistik.
Yang hobi melakukan kerusakan dan pertumpahan darah. Hukum rimba.
Manusia memang binatang yang
berakal. Ketika peradabannya masih sederhana—seiring dengan belum adanya tulisan—manusia
lebih didorong oleh nafsu dan instingnya. Bukan akalnya. Nah, saat akalnya
tidak dipakai itu, manusia memang lebih pantas disebut binatang. Ketika belum
ada nilai-nilai, norma-norma, dan hukum sosial yang disepakati, wajar kalau
manusia berindak layaknya ayam. Atau kambing. Atau serigala. Pengin makan
langsung makan. Pengin seks, tinggal terkam. Seperti kucing pengin kawin. Hehe.
Tidak ada aturan. Tidak ada hukum.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar