Selasa, 03 September 2019

ASAL USUL PERBUDAKAN


—Saiful Islam—

“Bagi bangsa-bangsa kuno, perbudakan itu sudah biasa. Yang berlaku hukum rimba…”

Tak perlu marah-marah ada disertasi yang menghalalkan seks di luar nikah. Ayat Qur’an pula yang dijadikan pembenarnya. Kita tanggapi pelan-pelan saja ya. OK, bismillah…

Perbudakan itu merupakan sebuah situasi dan kondisi ketika seseorang mengontrol orang lain secara penuh. Nah, orang yang dikontrol itu disebut budak. Biasanya, perbudakan ini terjadi untuk memenuhi kebutuhan buruh atau pelampiasan hasrat seks. Budak adalah seseorang yang dimiliki oleh seseorang yang disebut tuan. Dipekerjakan tapi tanpa digaji. Bahkan, budak ini tidak mempunyai Hak Asasi Manusia (HAM). Budak itu tak ubahnya seperti sapi perah.

Maka dalam perbudakan seperti itu, berlaku hukum rimba. Siapa yang kuat, dialah yang akan menjadi tuan. Terutama kuat ekonominya. Kuat militernya. Kuat pengaruhnya. Manusia seperti barang. Layaknya binatang. Bisa diperjual belikan. Bisa laki-laki maupun perempuan. Tua maupun muda. Disuruh apa saja, harus nurut pada tuannya. Baik itu budak laki-laki, maupun budak perempuan. Pokoknya nasib budak itu totalitas apa kata tuannya. Seperti wayangnya pak dalang.

Jadi, budak itu tidak memiliki kemerdekaan. Tidak punya kebebasan. Bahkan sejak dalam pikirannya. Akal dan hatinya terpasung. Oleh kehendak dan kemauan tuannya. Hidup dan matinya apa kata tuannya.

Dalam bahasa Inggris, slave berarti budak. Slavery artinya perbudakan. Slav itu asalnya menunjuk bangsa Slavia yang banyak ditangkap. Kemudian mereka dijadikan budak saat peperangan di awal Abad Pertengahan. Sebuah masa yang menurut sejarah Eropa berlangsung sejak abad ke-5 sampai 15 Masehi. Atau sejak runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat.

Sejak 8000 tahun sebelum Masehi, kuburan prasejarah di Mesir Bawah menunjukkan bahwa masyarakat Lybia sudah memperbudak suku tertentu. Ini salah satu bukti bahwa keberadaan perbudakan sudah ada sebelum peradaban tulisan. Dan sudah ada dalam berbagai kebudayaan.

Menurut catatan paling awal, perbudakan itu sudah merupakan institusi yang mapan. Kode Hammurabi, sekitar tahun 1760 SM misalnya, itu menyatakan bahwa siapa saja yang membantu seorang budak untuk melarikan diri, maka hukumannya adalah mati. Sebagaimana orang yang menyembunyikan buronan.

Perbudakan itu merupakan hal umum, dan hampir terjadi pada semua bangsa-bangsa kuno. Seperti Sumeria, Mesir Kuno, Tiongkok Kuno, Imperium Akkad, Elamit, Asiria, Babilonia, India Kuno, Hattia, Hittit, Amorit, Yunani Kuno, Kanaan, Eblait, Hurria, Mittani, Israel, Persia, Medes, Kassit, Luwia, Moabit, Edomit, Ammonit, Armedia, Khaldea, orang Ibrani di Palestina, Skitia, Nubia, Kushit, Khilafah Islam, masyarakat-masyarakat sebelum Colombus di Amerika, dan lain semisalnya.

Institusi perbudakan itu berupa gabungan dari perbudakan-hutang, hukuman atas kejahatan, perbudakan terhadap tawanan perang, penelantaran anak, dan kelahiran anak dari seorang budak. Berani macam-macam, ya diperangi. Setelah ditaklukkan, orang-orangnya ditawan. Lantas dijadikan budak.

Di Yunani Kuno, perbudakan tercatat ada sejak zaman Yunani Mycenaia. Athena Klasik mempunyai populasi budak terbesar. Yaitu mencapai 60 ribu jiwa pada abad ke-5 dan 6 Masehi. Saat Republik Romawi melakukan ekspansi wilayah, banyak masyarakat yang diperbudak. Ini mengkibatkan naiknya suplai di Eropa dan Mediteran. Orang Yunani, Iliria, Berber, Jermah, Inggris, Trasia, Galia, Yahudi, Arab, dan lain-lain memperbudak orang itu tidak hanya untuk pekerjaan-pekerjaan keras. Tapi juga untuk hiburan.

Sebut saja misalnya bangsa Sumeria di Mesopotamia mewakili peradaban paling tua. Dari tahun 3500 SM, itu sudah ada perbudakan. Peperangan Bizantium-Utsmaniyah dan peperangan Utsmaniyah di Eropa menyebabkan perampasan para budak Kristen secara besar-besaran. Perbudakan memang menjadi hal yang umum di sebagian besar Eropa dan kepulauan Britania. Yaitu ada Zaman Kegelapan dan terus berlanjut sampai Abad Pertengahan.

Belanda, Prancis, Spanyol, Portugis, Inggris, Arab, dan sejumlah kerajaan Afrika Barat sangat berperan dalam perdagangan budak Atlantik. Terutama setelah tahun 1600 Masehi. Denmark dan Norwegia, termasuk negara Eropa pertama yang melarang perdagangan budak pada tahun 1802 Masehi.

Di sini, saya cuma ingin sampaikan bahwa perbudakan itu sudah ada jauh sebelum Islam. Ada yang mengatakan sudah ada sejak 3500 SM. Pendapat yang lain menyebutkan bahwa perbudakan sudah ada sejak sekitar tahun 1760 SM. Bahkan lebih jauh lagi sebelum itu. Yaitu perbudakan sudah ada sejak tahun 8000 SM. Jadi, manusia memperbudak manusia yang lain itu sudah ada jauh sebelum Al Qur’an diturunkan.

Perbudakan memang sesuatu yang biasa terjadi pada bangsa-bangsa kuno itu. Agaknya, begitu juga peperangan. Sebuah konsekuensi logis tidak adanya hukum yang disepakati oleh komunitas masyarakat. Baik itu tingkat negara, maupun tingkat internasional. Sehingga yang ada adalah yang kuat mengekspoitasi yang lemah. Sebagaimana sifat dasar manusia yang egoistik. Yang hobi melakukan kerusakan dan pertumpahan darah. Hukum rimba.

Manusia memang binatang yang berakal. Ketika peradabannya masih sederhana—seiring dengan belum adanya tulisan—manusia lebih didorong oleh nafsu dan instingnya. Bukan akalnya. Nah, saat akalnya tidak dipakai itu, manusia memang lebih pantas disebut binatang. Ketika belum ada nilai-nilai, norma-norma, dan hukum sosial yang disepakati, wajar kalau manusia berindak layaknya ayam. Atau kambing. Atau serigala. Pengin makan langsung makan. Pengin seks, tinggal terkam. Seperti kucing pengin kawin. Hehe. Tidak ada aturan. Tidak ada hukum.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...