—Saiful Islam—
“Memang tidak banyak yang jago
Matematika, yang juara kelas IPA, kemudian juga cumlaude di jurusan Tafsir Qur’an.
Hehe…”
Yang pernah belajar Matematika,
pastilah mudah memahami apa itu sistem koordinat Kartesius. Ini adalah sistem
yang digunakan untuk menentukan tiap titik dalam bidang dengan menggunakan dua
bilangan yang biasa disebut koordinat X dan koordinat Y dari titik tersebut.
Teman-teman saya dulu sering menamainya dengan sumbu X dan sumbu Y. Sumbu X
adalah garis yang melintang horizontal (tidur). Sedangkan sumbu Y adalah garis
membujur vertikal (berdiri).
Titik pertemuan antara sumbu X dan
sumbu Y adalah titik ordinat (0). Ini titik netral. Makanya diberi nilai 0
(nol). Sumbu X di kanan titik 0 ini bernilai positif. Misalnya 1, 2, 3, dan
seterusnya. Sedangkan bilangan di sebelah kirinya bernilai negatif. Misal -1,
-2, -3, dan seterusnya. Begitu juga untuk sumbu Y. Di atas titik 0 nilainya
positif. Seperti 1, 2, 3, dan seterusnya. Sisi bawahnya adalah negatif. Seperti
-1, -2, -3, dan seterusnya.
Syahrur, itu orang teknik. Terbiasa
dengan konsep-konsep yang logis dan rasional. Wajar kalau dia menggunakan
konsep Matematika untuk memahami ayat-ayat hukum. Dengan mengacu pada persamaan
Y=f(X) untuk satu variabel dan Y=f(X,Z) untuk yang dua variabel yang lantas
menghasilkan bentuk grafik atau kurva.
Aplikasi persamaan Y=f(X) dan
Y=fd(X,Z) ini, akan menghasilkan bentuk kurva atau grafik. Dimana Y
menggambarkan perkembangan hukum yang selalu dinamis. Sedangkan X menggambarkan
waktu dan konteks sejarah hukum diterapkan. Sedangkan titik ordinat (0) adalah
awal Nabi Muhammad SAW diutus.
Kurva atau grafik itu memang
mempunyai titik puncak. Jika grafik atau kurvanya terbuka ke atas, maka titik
puncaknya adalah titik minimum. Seperti lembah. Titik yang terdalamnya adalah
puncak minimum. Sebaliknya. Jika kurvanya terbuka ke bawah, maka titik
puncaknya adalah titik maksimum. Seperti gunung. Ujung tertingginya adalah
titik maksimum. Permisalan yang lain, grafik atau kurva terbuka ke atas itu
seperti huruf u. Sedangkan kurva terbuka ke bawah itu seperti huruf n.
Kalau menggunakan permisalan gunung
dan lembah itu, kira-kira menjadi begini. Puncak gunung paling tinggi itu batas
atas. Sedangkan titik paling bawah lembah, itu adalah batas bawah. Nah, batas
itulah yang disebut limit. Baik itu batas atas maupun batas bawah. Itulah konsep
dasar pikiran teori limit Syahrur. Berikut keterangan supaya lebih jelas.
Syahrur mengelompokkan enam wilayah
ijtihad berdasar teori limitnya. Yaitu pertama, posisi batas minimal. Kurvanya
berbentuk terbuka. Satu titik balik minimum terletak berhimpit sejajar dengan
garis sumbu X. Posisi minimal ini merupakan hasil dari persamaan Y=f(X). Artinya,
penetapan hukum hanya boleh dilakukan di atas batas minimum. Dan tidak boleh
melebihi batas minimum itu. Ayat-ayat tentang maharam (QS.4:22-23), makanan
yang haram dimakan (QS.5:3), juga batasan aurat wanita (QS.24:31), merupakan
contoh untuk posisi ini.
Kedua adalah posisi
batas maksimal. Bentuk kurvanya tertutup. Garis lengkungnya menghadap ke bawah.
Posisi ini hasil dari persamaan Y=f(X,Z). Artinya, penetapan hukum tidak boleh
melebihi batas maksimal. Ruang ijtihad untuk menetapkan hukum berada di bawah
batas maksimal. Atau pas dengan batas maksimal. Seperti hukum potong tangan. Menurut
Syahrur, potong tangan itu adalah hukuman maksimal bagi pencuri. Sehingga pencuri
boleh dihukum yang lebih rendah dari potong tangan. Dan tidak boleh melebihi
batas maksimal itu (QS.5:38).
Ketiga adalah batas
minimal dan maksimal secara bersamaan. Kurvanya berbentuk gelombang yang
memiliki puncak maksimal dan lembah minimal. Titik baliknya berada pada garis
lurus yang sejajar sumbu X. Karenanya, posisi hukum yang ditetapkan memiliki
batas maksimal dan minimal secara bersamaan. Maka ijtihad hukum bisa dilakukan
di antara dua batas itu. Seperti ayat-ayat tentang poligami (QS.4:3) dan waris
(QS.4:11-14).
Keempat adalah posisi
lurus tanpa alternatif. Dengan Y=f(X) bernilai konstan (tetap) untuk semua X.
Daerah hasil untuk posisi ini hanya berupa garis lurus yang sejajar dengan
sumbu X. Maka, posisi ini tidak ada batas maksimal atau minimal. Gampangnya begini:
hukumnya tetap meski zaman telah berubah. Misalnya hukum zina muhshan (QS.24:2).
Menurut Syahrur, hukumannya tidak bisa dikurangi misalnya karena kasihan. Atau ditambah
karena ada kata walaa ta’khudzkum.
Kelima. Posisi batas
maksimal tanpa menyentuh garis batas minimal sama sekali. Hasil persamaannya
adalah kurva terbuka. Titik pangkal hampir berhimpit dengan sumbu X. Dan titik
finalnya hampir menyentuh sumbu Y. Contohnya aturan interaksi antar laki-laki
dan perempuan mendekati zina. Orang dilarang melakukan sesuatu yang menjurus
pada zina. Jika sampai berzina, maka orang tersebut layak dihukum.
Keenam. Posisi batas
maksimal positif dan batas minimal negatif. Hasil persamaannya berupa kurva
gelombang. Titik balik maksimal ada di daerah positif. Titik balik minimal di
daerah negatif. Kedua titik balik tersebut tidak boleh dilampaui atau
diterobos. Kedua titik itu berhimpit dengan garis lurus sumbu X. Aplikasinya
adalah kasus bunga bank. Atau riba sebagai batas maksimal yang tidak boleh
dilanggar. Dan kewajiban zakat sebagai batas minimal yang boleh untuk
melebihkan bayaran, misalnya sedekah. Sedangkan titik 0 adalah lambang terjadi
akad pinjaman tanpa bunga.
Itulah beberapa contoh penerapan
teori batas (limit) Syahrur. Itu baru contoh aplikasi dasarnya. Selanjutnya,
Syahrur mengambangkan teori dasarnya itu untuk aplikasi pada ide-ide kreatifnya
yang lain. Seperti batasan aurat, homosexual, dan yang tak kalah menghebohkan
adalah teori milkul yamin.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, Insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar