Minggu, 22 September 2019

KERAJAAN ARAB PRA-QUR’AN


—Saiful Islam—

“Dampak orang-orang Arab yang suka perang itu, nilai perempuan menjadi sangat rendah…”

Jazirah Arabia. Tanjung adalah daratan yang dikelilingi oleh laut di ketiga sisinya. Sedangkan semenanjung, adalah tanjung yang lebih luas. Nah. Jazirah itu merupakan semenanjung yang lebih besar. Jadi jazirah Arabia bisa diartikan, sebuah semenanjung besar di Asia barat daya pada persimpangan Afrika dan Asia.

Tiga laut yang membatasi sisi jazirah Arab ini sebagai berikut. Ada Laut Merah  dan Teluk Aqabah di barat daya. Di tenggara, ada Laut Arab. Serta ada Teluk Oman dan Teluk Persia di timur laut.

Adapun secara politik, jazirah Arab meliputi beberapa negara. Yaitu Arab Saudi, Kuwait, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Irak, dan Suriah.

Dari asal keturunannya, orang-orang yang menghuni jazirah Arab itu, dapat dibagi menjadi dua golongan besar. Pertama, Qahthaniyun. Alias keturunan Qahthan. Dan kedua, ‘Adnaniyun. Yakni keturunan Ismail putra Ibrahim. Qahthaniyun, pada awalnya mendiami bagian selatan. Sedangkan di bagian utara, ditempati golongan ‘Adnaniyun. Meski dalam perkembangannya, terjadi percampuran. Karena pindah-pindah selatan-utara. Atau sebaliknya.

Orang-orang Arab kuno merupakan penduduk fakir miskin yang hidup di pinggiran desa terpencil. Mereka senang perang. Hidupnya bergantung pada cocok tanam serta turunnya hujan. Dalam kehidupan sosial, prinsipnya adalah aturan kabilah atau suku. Sedangkan orang Arab kota lebih sibuk bepergian dan berdagang. Meskipun prinsip bersosialnya juga sama dengan yang di desa.

Baik yang menetap, maupun yang nomadik (pindah-pindah), hidup dalam budaya kesukuan Badui. Beberapa keluarga yang berkelompok membentuk kabilah. Dan beberapa kelompok kabilah itu membentuk suku. Dipimpin oleh seorang syekh. Solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi kabilah atau suku. Suka berperang, membuat antar suku sering perang. Dampak masyarakat yang suka perang seperti itu, nilai perempuan menjadi sangat rendah.

Meski orang-orang Badui memiliki pemimpin, mereka hanya nurut kepada syekh atau ketua kabilahnya. Terutama hal yang kaitannya dengan peperangan, pembagian harta rampasan, dan pertempuran tertentu. Di luar urusan tersebut, syekh atau amir tidak kuasa mengatur anggota kabilahnya.

Sejarah orang-orang Arab Badui itu, baru diketahui sekitar 150 tahun menjelang hadirnya Qur’an. Yaitu melalui syair-syair yang beredar di kalangan para perawi syair. Cukup terlambat. Ya karena mereka sibuk perang itu. Dari syair-syair tersebut, bisa diketahui. Bahwa sifat orang-orang Arab Badui itu salah satunya tinggi sekali semangatnya dalam mencari harta. Sabar menghadapi kekerasan alam. Sekaligus orang-orang yang cinta dengan kebebasan. Hampir semua penduduk Badui itu penyair.

Beda dengan penduduk negeri yang telah berbudaya. Yang mendiami pesisir jazirah Arab. Sejarahnya bisa diketahui lebih jelas. Mereka bisa membuat alat-alat dari besi. Bahkan mendirikan kerajaan-kerajaan. Sampai hadirnya Nabi, kota-kotanya adalah kota-kota perdagangan. Memang jazirah Arab saat itu, merupakan daerah yang terletak pada jalur perdagangan. Yang menghubungkan antara Syam dan Samudra India. Mereka juga pandai menggubah syair. Biasanya dibacakan di pasar-pasar. Bahasa mereka kaya dengan tata bahasa dan kiasan.

Nah. Golongan Qahthaniyun itu pernah mendirikan Kerajaan Saba’ dan Kerajaan Himyar (110 SM – 525 M) di Yaman—bagian selatan Jazirah Arab. Kerajaan Saba’ itulah yang membangun bendungan raksasa yang menjadi sumber air untuk seluruh wilayah kerajaan. Bendungan Ma’arib namanya. Pada masa pemerintahan Saba’, bangsa Arab menjadi penghubung perdagangan antara Eropa dan dunia Timur Jauh.

Setelah kerajaan Saba’ itu mengalami kemunduran, muncul kerajaan Himyar menaklukannya (sekitar tahun 25 SM). Kerajaan baru tersebut dikenal kekuatan armada niaganya. Yang menjelajah India, Cina, Somalia, dan Sumatera. Bolak-balik ke pelabuhan-pelabuhan Yaman. Bisa dikatakan, saat itu kerajaan Himyar ini memonopoli dunia perdagangan.

Sementara di bagian utara Jazirah Arab, juga pernah berdiri kerajaan-kerajaan. Meskipun hanya kerajaan protektorat. Sebab para kafilah Romawi dan Persia selalu mendapat gangguan dari para suku Arab yang memeras dan merampoknya. Nah, untuk melindungi para kafilah tersebut, atas inisiatif kerajaan besar itu, didirikanlah Kerajaan Hirah di bawah perlindungan Persia. Serta kerajaan Ghassan di bawah perlindungan Romawi. Kerajaan Hirah dan Ghassan ini berkembang dalam waktu yang hampir bersamaan. Yakni sekitar abad ke-3 sampai turunnya Qur’an.

Hijaz, termasuk wilayah Arab yang tidak pernah dijajah oleh bangsa lain. Baik karena sulit dijangkau, tandus, dan miskin. Kota paling penting di daerah ini adalah Mekah. Ka’bah ada di sini. Bukan hanya para penganut agama asli Mekah yang menyucikan dan mengunjungi Ka’bah. Tapi juga orang-orang Yahudi yang bermukim di sekitarnya.

Supaya para peziarah aman berkunjung ke Mekah itu, dibangunlah pemerintahan. Awalnya suku Jurhum sebagai pemegang kekuasaan politik. Lalu berpindah ke suku Khuza’ah. Dan akhirnya ke suku Quraisy di bawah pimpinan Qushai. Suku Quraisy inilah yang lantas mengatur semuanya. Baik politik maupun khususnya urusan Ka’bah.

Sejak itulah, suku Quraisy mendominasi masyarakat Arab. Berikut 10 jabatan tinggi yang dibagikan kepada para kabilah asal suku Quraisy. Yaitu hijabah (penjaga kunci-kunci Ka’bah; siqayah pengawas zam-zam untuk digunakan para peziarah); diyat (kekuasaan hakim sipil dan kriminal); sifarah (kuasa usaha negara atau duta); liwa’ (ketentaraan); rifadah (pengurus pajak untuk orang miskin); nadwah (ketua dewan); khaimmah (pengurus balai musyawarah); khazinah (administrasi keuangan); azlam (penjaga panah peramal untuk mengetahui pendapat dewa-dewa).

Setelah kerajaan Himyar runtuh pada 525 M oleh kerajaan Aksum, jalur perdagangan didominasi oleh kerajaan Romawi di barat, dan kerajaan Persia di timur. Pusat perdagangan bangsa Arab lantas serentak beralih ke Hijaz. Akibatnya Mekah menjadi terkenal dan disegani. Otomatis juga suku Quraisy. Sehingga perdagangan suku Quraisy ini semakin maju. Walaupun kemajuan itu masih belum sebanding dengan  kemajuan yang pernah diraih oleh kerajaan-kerajaan Arab sebelumnya.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...