—Saiful Islam—
“Tidak bisa berpikir. Wong dirinya
lahir dari rahim perempuan. Bukan dari batu…”
Menurut narasi Qur’an, pembunuhan
anak itu sudah pernah terjadi pada masa Musa. Yaitu sekitar abad 14 – 16 SM. Saat
itu Fir’aun menyembelih anak-anak laki-laki. Dan membiarkan hidup anak-anak
perempuan (QS.28:4). Tampaknya dia takut dan khawatir akan ada anak laki-laki
yang dewasanya kelak mengkudetanya. Meruntuhkan kekuasaan dan jabatannya.
Nah. Itu beda 180 derajat dengan
masyarakat Arab jahiliyah pada sekitar abad 7 Masehi itu. Yaitu membunuh
anak-anak perempuan. Dan membiarkan hidup anak-anak laki-laki. Karena sekali
lagi, anak-anak perempuan dianggap hanya menjadi beban keluarga. Kalau dewasa
pun hanya akan menjadi alat pemuas nafsu seksual laki-laki.
Masyarakat Arab jahiliyah itu juga
memang memandang rendah dan hina seorang anak perempuan. Anak perempuan yang
lahir, dianggap sebagai aib keluarga. Membuat malu seisi rumah. Seorang perempuan
yang melahirkan bayi perempuan, dianggap sebagai musibah. Bahkan sampai
menguburnya hidup-hidup. Sadis. Meneror hati nurani. Qur’an menyorot fenomena
itu.
QS. Al-Nahl[16]: 58 – 59
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ
بِالْأُنْثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ
58. Dan apabila seseorang dari
mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah
padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.
يَتَوَارَىٰ مِنَ الْقَوْمِ
مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ ۚ أَيُمْسِكُهُ عَلَىٰ هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ
ۗ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
59. Ia menyembunyikan dirinya dari
orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia
akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke
dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka
tetapkan itu.
Jadi, anak perempuan itu seperti
tidak dikehendaki. Makanya digambarkan merah mukanya. Yakni marah. Mendengar
bayinya perempuan, itu adalah berita buruk. Merasa hina. Sampai harus sembunyi
dari khalayak. Sebab stereotip khalayak pun sama. Maunya anak laki-laki semua. Ini
secara akal sederhana pun, pastilah bertentangan dengan sunnatullah. Sudah menjadi
hukum alam, ada laki-laki dan perempuan. Tidak bisa berpikir, wong dirinya itu
lahir dari perempuan. Bukan dari batu.
Bukan hanya menceritakan fenomena
pembunuhan sadis kepada bayi-bayi perempuan. Di ayat itu Qur’an juga telah mengritiknya.
“Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” Bukan hanya menceritakan dan
mengritik. Qur’an juga memberi solusi. Bagaimana menyikapi anak-anak. Kelahiran
bayi-bayi. Terutama yang perempuan. Begini.
QS. Al-An’am[6]: 151
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا
حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ
وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا
تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ
بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Katakanlah: "Marilah kubacakan
apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu. Yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan
sesuatu dengan Dia; Berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak; Dan JANGANLAH
KAMU MEMBUNUH ANAK-ANAK KAMU KARENA TAKUT MISKIN. Kami akan memberi rezki
kepadamu dan kepada mereka; Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan
yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi; Dan janganlah
kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu
(sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu
memahami(nya).
QS. Al-Isra’[17]: 31
وَلَا تَقْتُلُوا
أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ
كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
DAN JANGANLAH KAMU MEMBUNUH ANAK-ANAKMU
KARENA TAKUT MISKIN. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga
kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah DOSA BESAR.
Memang. Jangankan orang-orang
jahiliyah. Orang-orang abad 21 yang katanya era milineal ini pun, bisa takut
dan khawatir dengan anak-anak. Terutama kekurangan ekonomi. Dalam batas-batas
tertentu, masih wajar. Bisa jadi itu memang ujian dari Allah (QS.2:155). Tapi
kalau sudah terlalu, bisa jadi itu ulah Setan (QS.2:267-268). Termasuk yang
terjadi pada masyarakat jahiliyah itu. Takut dan khawatir akut. Sampai tega
membunuh anaknya sendiri.
Bahkan di ayat berikut ini, tanda
orang yang mendapat maghfirah, itu salah satunya dikaruniai banyak anak. Bukan
hanya anak laki-laki. Tapi juga perempuan. Sebab kaidah Bahasa Arab, ketika
disebut bentuk plural laki-laki, maka di situ include juga perempuan.
QS. Nuh[71]: 10 – 12
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا
رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
10. Maka aku katakan kepada mereka:
“Beristighfarlah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.
يُرْسِلِ السَّمَاءَ
عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا
11. Pasti Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat.”
وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ
وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
12. Dan MEMBANYAKKAN harta dan ANAK-ANAKMU.
Dan mengadakan untukmu kebun-kebun. Dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu
sungai-sungai.”
Ya. Anak-anak itu, baik laki-laki
maupun perempuan pada dasarnya adalah anugerah dari Allah. Investasi. Harta yang
sangat berharga. Bukan musibah. Terutama. Manusia akan merasakan langsung bahwa
anak-anak itu sejatinya adalah anugerah, kelak ketika ia sudah tua renta. Sudah
‘bau tanah’. Ketika sudah tidak mampu lagi bekerja untuk memenuhi kebutuhan
dirinya. Pastilah mereka butuh pertolongan. Dan pertolongan yang paling tulus
adalah anak-anak mereka.
QS. Syu’ara[26]: 133
أَمَدَّكُمْ بِأَنْعَامٍ
وَبَنِينَ
Dia telah MENGANUGERAHKAN kepadamu
binatang-binatang ternak, dan anak-anak.
Qur’an ini memang ‘ajaran ajaib’
yang memberi pengharapan kepada orang yang beriman. Menghidupkan (QS.8:24).
Tidak ada seorang pun yang tahu persis bagaimana nasibnya di masa depan. Makanya
gampang disentuh ketakutan dan kekhawatiran. Lantas tidak sedikit manusia yang
terjebak pikiran negatif. Masalah ekonomi misalnya. Putus asa, lantas bunuh
diri sampai membunuh anak-anak mereka. “Kenapa kalian tidak positive
thinking saja?!” begitu kira-kira Qur’an mengingatkan.
“Kamilah yang akan memberi rezeki kepada
mereka dan juga kepada kalian,” begitulah tegas Allah di QS.6:151
dan QS.17:31 di atas. Allah menggunakan kata ‘Kami’. Artinya, datangnya rezeki
(finansial terutama), itu bukan hanya murni usaha kita. Tapi juga Allah yang
mengatur kausalitas itu terjadi sehingga rezeki itu sampai kepada kita. Ada
peran Allah. Dan tentu saja kita juga. ‘Kami’: Allah melibatkan pihak lain.
Berarti memang kita harus terlibat. Misalnya dengan bekerja jadi karyawan,
pebisnis, dan lain semisalnya.
Bahkan. Kata ‘hum’ dalam
Bahasa Arab, atau ‘them’ dalam Bahasa Inggris, itu adalah jamak
mudzakkar salim. Artinya mereka. Maksudnya adalah minimal tiga. Sesuatu yang
jamak, itu memang minimal tiga. Satu (mufrad), dan dua itu tatsniyah.
Dan ingat sekali lagi kaidah ini: ketika yang disebut plural laki-laki, itu
sudah otomatis di dalamnya menyebut perempuan juga.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar