Kamis, 12 September 2019

KELAHIRAN TAK DIHARAPKAN

—Saiful Islam—

“Tidak bisa berpikir. Wong dirinya lahir dari rahim perempuan. Bukan dari batu…”

Menurut narasi Qur’an, pembunuhan anak itu sudah pernah terjadi pada masa Musa. Yaitu sekitar abad 14 – 16 SM. Saat itu Fir’aun menyembelih anak-anak laki-laki. Dan membiarkan hidup anak-anak perempuan (QS.28:4). Tampaknya dia takut dan khawatir akan ada anak laki-laki yang dewasanya kelak mengkudetanya. Meruntuhkan kekuasaan dan jabatannya.

Nah. Itu beda 180 derajat dengan masyarakat Arab jahiliyah pada sekitar abad 7 Masehi itu. Yaitu membunuh anak-anak perempuan. Dan membiarkan hidup anak-anak laki-laki. Karena sekali lagi, anak-anak perempuan dianggap hanya menjadi beban keluarga. Kalau dewasa pun hanya akan menjadi alat pemuas nafsu seksual laki-laki.

Masyarakat Arab jahiliyah itu juga memang memandang rendah dan hina seorang anak perempuan. Anak perempuan yang lahir, dianggap sebagai aib keluarga. Membuat malu seisi rumah. Seorang perempuan yang melahirkan bayi perempuan, dianggap sebagai musibah. Bahkan sampai menguburnya hidup-hidup. Sadis. Meneror hati nurani. Qur’an menyorot fenomena itu.

QS. Al-Nahl[16]: 58 – 59
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ
58. Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.
يَتَوَارَىٰ مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ ۚ أَيُمْسِكُهُ عَلَىٰ هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ ۗ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
59. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.

Jadi, anak perempuan itu seperti tidak dikehendaki. Makanya digambarkan merah mukanya. Yakni marah. Mendengar bayinya perempuan, itu adalah berita buruk. Merasa hina. Sampai harus sembunyi dari khalayak. Sebab stereotip khalayak pun sama. Maunya anak laki-laki semua. Ini secara akal sederhana pun, pastilah bertentangan dengan sunnatullah. Sudah menjadi hukum alam, ada laki-laki dan perempuan. Tidak bisa berpikir, wong dirinya itu lahir dari perempuan. Bukan dari batu.

Bukan hanya menceritakan fenomena pembunuhan sadis kepada bayi-bayi perempuan. Di ayat itu Qur’an juga telah mengritiknya. “Alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” Bukan hanya menceritakan dan mengritik. Qur’an juga memberi solusi. Bagaimana menyikapi anak-anak. Kelahiran bayi-bayi. Terutama yang perempuan. Begini.

QS. Al-An’am[6]: 151
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu. Yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia; Berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak; Dan JANGANLAH KAMU MEMBUNUH ANAK-ANAK KAMU KARENA TAKUT MISKIN. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi; Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).

QS. Al-Isra’[17]: 31
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
DAN JANGANLAH KAMU MEMBUNUH ANAK-ANAKMU KARENA TAKUT MISKIN. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah DOSA BESAR.

Memang. Jangankan orang-orang jahiliyah. Orang-orang abad 21 yang katanya era milineal ini pun, bisa takut dan khawatir dengan anak-anak. Terutama kekurangan ekonomi. Dalam batas-batas tertentu, masih wajar. Bisa jadi itu memang ujian dari Allah (QS.2:155). Tapi kalau sudah terlalu, bisa jadi itu ulah Setan (QS.2:267-268). Termasuk yang terjadi pada masyarakat jahiliyah itu. Takut dan khawatir akut. Sampai tega membunuh anaknya sendiri.

Bahkan di ayat berikut ini, tanda orang yang mendapat maghfirah, itu salah satunya dikaruniai banyak anak. Bukan hanya anak laki-laki. Tapi juga perempuan. Sebab kaidah Bahasa Arab, ketika disebut bentuk plural laki-laki, maka di situ include juga perempuan.

QS. Nuh[71]: 10 – 12
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
10. Maka aku katakan kepada mereka: “Beristighfarlah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.
يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا
11. Pasti Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat.”
وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
12. Dan MEMBANYAKKAN harta dan ANAK-ANAKMU. Dan mengadakan untukmu kebun-kebun. Dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”

Ya. Anak-anak itu, baik laki-laki maupun perempuan pada dasarnya adalah anugerah dari Allah. Investasi. Harta yang sangat berharga. Bukan musibah. Terutama. Manusia akan merasakan langsung bahwa anak-anak itu sejatinya adalah anugerah, kelak ketika ia sudah tua renta. Sudah ‘bau tanah’. Ketika sudah tidak mampu lagi bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Pastilah mereka butuh pertolongan. Dan pertolongan yang paling tulus adalah anak-anak mereka.

QS. Syu’ara[26]: 133
أَمَدَّكُمْ بِأَنْعَامٍ وَبَنِينَ
Dia telah MENGANUGERAHKAN kepadamu binatang-binatang ternak, dan anak-anak.

Qur’an ini memang ‘ajaran ajaib’ yang memberi pengharapan kepada orang yang beriman. Menghidupkan (QS.8:24). Tidak ada seorang pun yang tahu persis bagaimana nasibnya di masa depan. Makanya gampang disentuh ketakutan dan kekhawatiran. Lantas tidak sedikit manusia yang terjebak pikiran negatif. Masalah ekonomi misalnya. Putus asa, lantas bunuh diri sampai membunuh anak-anak mereka. “Kenapa kalian tidak positive thinking saja?!” begitu kira-kira Qur’an mengingatkan.

“Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kalian,” begitulah tegas Allah di QS.6:151 dan QS.17:31 di atas. Allah menggunakan kata ‘Kami’. Artinya, datangnya rezeki (finansial terutama), itu bukan hanya murni usaha kita. Tapi juga Allah yang mengatur kausalitas itu terjadi sehingga rezeki itu sampai kepada kita. Ada peran Allah. Dan tentu saja kita juga. ‘Kami’: Allah melibatkan pihak lain. Berarti memang kita harus terlibat. Misalnya dengan bekerja jadi karyawan, pebisnis, dan lain semisalnya.

Bahkan. Kata ‘hum’ dalam Bahasa Arab, atau ‘them’ dalam Bahasa Inggris, itu adalah jamak mudzakkar salim. Artinya mereka. Maksudnya adalah minimal tiga. Sesuatu yang jamak, itu memang minimal tiga. Satu (mufrad), dan dua itu tatsniyah. Dan ingat sekali lagi kaidah ini: ketika yang disebut plural laki-laki, itu sudah otomatis di dalamnya menyebut perempuan juga.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...