—Saiful Islam—
“Para budak gadis itu pun lantas
terpaksa terjun dalam dunia prostitusi. Karena memang dipaksa oleh para tuan
mereka…”
Sekarang saya akan mengajak
Kawan-Kawan sekalian untuk melihat bagaimana gambaran perbudakan, khususnya
perempuan di masa pra Islam. Yakni sebelum Islam. Pra Islam yang saya maksud
adalah lebih pada masa menjelang Qur’an turun. Terutama di masyarakat Arab itu
sendiri. Yakni Mekah dan sekitarnya. Karena Qur’an pertama kali diturunkan di
sana pada abad ke-7. Audiens pertamanya adalah masyarakat Arab. Kita ingin tahu
asbab nuzul makro-nya.
Kita memang tidak bisa pungkiri
bahwa bagaimana pun Qur’an itu turun untuk merespon peradaban manusia. Budayanya,
tradisinya, keyakinannya, dan lain seterusnya. Mengritik sekaligus memberi
solusi. Tentu yang pertama adalah realitas sosial di sekitar Qur’an itu turun. Yaitu
sekitar abad 7 Masehi. Baik sebelumnya, saat, dan bahkan sampai sekarang dan
masa depan. Saya yakin memang, bahwa Qur’an itu shalih li kull zaman wa
makan. Selalu cocok kapan pun dan dimana pun. Soal ini insya Allah di waktu
yang tepat akan saya ceritakan (mohon sabar).
By the way. Pembahasan
sebelumnya, itu gambaran perempuan yang terkait dengan perbudakan masih ‘panjang’
dan ‘lebar’. Panjang maksudnya masanya terlalu jauh dari abad 7M. Yaitu mulai dari
abad ke-21 SM, 18 SM, 8 SM, 5 SM, dan seterusnya. Lebar maksudnya adalah
meliputi wilayah yang cukup jauh dari jazirah Arab dan sekitarnya. Seperti Yunani
dan Romawi. Nah, kali ini kita akan melihat gambaran perempuan yang terkait
dengan perbudakan ini lebih ‘pendek’ dan ‘sempit’ (mengerucut). Yaitu di
sekitar jazirah Arab pada abad ke-5 M, 6, 7, dan seterusnya.
Ingat. Sebelumnya kita sudah tahu
bahwa di Timur Tengah purba (sekitar dua ribu sampai seribu tahun SM) rata-rata,
perbudakan memang merupakan hal yang dianggap biasa. Budak yang manusia itu,
dianggap sebagai properti kepemilikan. Layaknya barang. Atau bahkan hewan. Di
Mesir misalnya, budak bisa dijadikan seperti hewan kurban. Dikorbankan alias
dibunuh. Lantas dikuburkan bersama raja yang meninggal. Keyakinan mereka,
supaya arwah budak itu melayani arwah sang raja.
Nah. Sangat bisa jadi, tradisi
masyarakat purba itu masih terwariskan oleh generasi-generasi awam berikutnya. Sebab
biasanya memang begitulah. Tradisi, budaya, dan keyakinan itu adalah warisan
dari nenek moyang.
Nah. Gambaran nilai kemanusiaan
perempuan terkait dengan perbudakan pada abad ke-5 M dan seterusnya di sekitar
jazirah Arab itu seperti ini. Orang sering menyebutnya dengan zaman jahiliyah. Masa
kebodohan. Anak perempuan yang lahir itu dianggap aib. Tercela. Ia dianggap
tidak berguna. Hanya menjadi alat pemuas nafsu laki-laki. Makanya orang tuanya
sangat bisa jadi membunuhnya. Yaitu dengan menguburnya hidup-hidup.
Di masa jahiliyah ini, seorang
perempuan itu bisa diwariskan. Baik ia suka maupun terpaksa karena dipaksa. Seorang
suami yang bosan dengan istrinya, maka ia bisa memberikannya begitu saja kepada
orang lain. Baik si istri itu suka atau pun terpaksa. Si suami bisa menuduh istrinya
telah berbuat serong, hanya karena ia ingin menikah lagi.
Kalau ada laki-laki yang mengasuh
gadis perempuan, maka laki-laki ini berkuasa penuh atau perempuan tersebut.
Begitu juga harta yang dimilikinya. Jika perempuan ini cantik, maka laki-laki
itu akan menikahinya. Serta diambil hartanya. Jika ia tidak begitu suka dengan
perempuan itu sebab dianggapnya buruk rupa, maka perempuan tadi tidak boleh
menikah dengan laki-laki lain. Tujuannya agar ia tetap menguasai harta
perempuan itu. Begitu kebiasaan Arab jahiliyah.
Karena perempuan itu dipandang
rendah, di masa Arab jahiliyah ini, seorang ibu tidak mendapat warisan kalau
anaknya meninggal. Pokoknya semua harta benda dan kendali kehidupan itu semua
dikuasai laki-laki. Kita kerap mendengar istilah patriarki. Yaitu sebuah sistem
sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan
mendominasi dalam peran kepempimpinan politik, otoritas moral, hak sosial, dan
penguasaan properti.
Maka gerak langkah perempuan-perempuan
di masa jahiliyah ini amat sangat terbatas. Sistem sosial memaksa dan
memosisikan mereka hanya sebagai pengurus para suami. Para perempuan itu
dilarang melakukan yang lain. “Kasur, dapur, sumur,” begitu kira-kira kalau
istilah sekrang. Para perempuan itu didiskriminasikan. Yaitu diperlakukan
secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras,
kepercayaan, kondisi fisik, atau sifat-sifat lainnya.
Menurut sejarawan, salah satu budak
asli Arab adalah Zaid bin Haditsah. Dan lantas Muhammad SAW menjadikannya anak
angkat. Budak-budak Arab saat itu umumnya diperoleh dari peperangan. Para budak
ini sebagai tawanan. Umumnya mereka ditebus di antara suku-suku nomad
(berpindah-pindah tempat tinggal). Jumlah budak meningkat biasanya karena
penculikan dan penjualan anak. Juga untuk membayar hutang. Orang-orang masih
bebas menjual keturunan atau diri mereka ke dalam perbudakan.
Di masa jahiliyah itu ada dua kelas
budak. Pertama budak belian. Kedua adalah budak yang lahir di rumah tuannya. Si
tuan ini lebih memiliki hak penuh pada budak-budak yang lahir di rumahnya. Lebih
sak karepe dewe. Dibanding budak-budak belian. Untuk kepentingannya, si
tuan terkadang memaksa budak perempuannya untuk menjadi pelacur. Itulah kebiasaan
Timur Dekat (Palestina, Jalur Gaza, Lebanon, Suriah, Tepi Barat, Yordania,
Anatolia/Turki, Irak, Suriah Timur, dan Iran).
Bahkan praktik prostitusi bisa
dibilang meluas di kalangan orang-orang Arab jahiliyah itu. Perempuan memang
tidak dihormati ketika itu. Suku-suku Arab pun seperti merestui dan mendukung
praktik pelacuran. Bahkan para budak gadis terpaksa terjun dalam dunia
prostitusi. Karena memang dipaksa oleh para tuan mereka. Para budak gadis itu
memang lemah dan dilemahkan.
Tokoh yang terkenal menjadi germo
itu adalah Ibnu Salul. Orang ini memang sering mengambil keuntungan dengan cara
menarik paksa pada budak wanitanya untuk melayani para lelaki hidung belang
yang matanya selalu ke ranjang (tempat tidur). Tentu saja, uang yang diperoleh
para budak yang tak berdosa tersebut lantas masuk ke kantong Ibnu Salul.
(Sssttt… tidak usah misuh. Hehe).
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar