Selasa, 10 September 2019

PEREMPUAN ARAB JAHILIYAH


—Saiful Islam—

“Para budak gadis itu pun lantas terpaksa terjun dalam dunia prostitusi. Karena memang dipaksa oleh para tuan mereka…”

Sekarang saya akan mengajak Kawan-Kawan sekalian untuk melihat bagaimana gambaran perbudakan, khususnya perempuan di masa pra Islam. Yakni sebelum Islam. Pra Islam yang saya maksud adalah lebih pada masa menjelang Qur’an turun. Terutama di masyarakat Arab itu sendiri. Yakni Mekah dan sekitarnya. Karena Qur’an pertama kali diturunkan di sana pada abad ke-7. Audiens pertamanya adalah masyarakat Arab. Kita ingin tahu asbab nuzul makro-nya.

Kita memang tidak bisa pungkiri bahwa bagaimana pun Qur’an itu turun untuk merespon peradaban manusia. Budayanya, tradisinya, keyakinannya, dan lain seterusnya. Mengritik sekaligus memberi solusi. Tentu yang pertama adalah realitas sosial di sekitar Qur’an itu turun. Yaitu sekitar abad 7 Masehi. Baik sebelumnya, saat, dan bahkan sampai sekarang dan masa depan. Saya yakin memang, bahwa Qur’an itu shalih li kull zaman wa makan. Selalu cocok kapan pun dan dimana pun. Soal ini insya Allah di waktu yang tepat akan saya ceritakan (mohon sabar).

By the way. Pembahasan sebelumnya, itu gambaran perempuan yang terkait dengan perbudakan masih ‘panjang’ dan ‘lebar’. Panjang maksudnya masanya terlalu jauh dari abad 7M. Yaitu mulai dari abad ke-21 SM, 18 SM, 8 SM, 5 SM, dan seterusnya. Lebar maksudnya adalah meliputi wilayah yang cukup jauh dari jazirah Arab dan sekitarnya. Seperti Yunani dan Romawi. Nah, kali ini kita akan melihat gambaran perempuan yang terkait dengan perbudakan ini lebih ‘pendek’ dan ‘sempit’ (mengerucut). Yaitu di sekitar jazirah Arab pada abad ke-5 M, 6, 7, dan seterusnya.

Ingat. Sebelumnya kita sudah tahu bahwa di Timur Tengah purba (sekitar dua ribu sampai seribu tahun SM) rata-rata, perbudakan memang merupakan hal yang dianggap biasa. Budak yang manusia itu, dianggap sebagai properti kepemilikan. Layaknya barang. Atau bahkan hewan. Di Mesir misalnya, budak bisa dijadikan seperti hewan kurban. Dikorbankan alias dibunuh. Lantas dikuburkan bersama raja yang meninggal. Keyakinan mereka, supaya arwah budak itu melayani arwah sang raja.

Nah. Sangat bisa jadi, tradisi masyarakat purba itu masih terwariskan oleh generasi-generasi awam berikutnya. Sebab biasanya memang begitulah. Tradisi, budaya, dan keyakinan itu adalah warisan dari nenek moyang.

Nah. Gambaran nilai kemanusiaan perempuan terkait dengan perbudakan pada abad ke-5 M dan seterusnya di sekitar jazirah Arab itu seperti ini. Orang sering menyebutnya dengan zaman jahiliyah. Masa kebodohan. Anak perempuan yang lahir itu dianggap aib. Tercela. Ia dianggap tidak berguna. Hanya menjadi alat pemuas nafsu laki-laki. Makanya orang tuanya sangat bisa jadi membunuhnya. Yaitu dengan menguburnya hidup-hidup.

Di masa jahiliyah ini, seorang perempuan itu bisa diwariskan. Baik ia suka maupun terpaksa karena dipaksa. Seorang suami yang bosan dengan istrinya, maka ia bisa memberikannya begitu saja kepada orang lain. Baik si istri itu suka atau pun terpaksa. Si suami bisa menuduh istrinya telah berbuat serong, hanya karena ia ingin menikah lagi.

Kalau ada laki-laki yang mengasuh gadis perempuan, maka laki-laki ini berkuasa penuh atau perempuan tersebut. Begitu juga harta yang dimilikinya. Jika perempuan ini cantik, maka laki-laki itu akan menikahinya. Serta diambil hartanya. Jika ia tidak begitu suka dengan perempuan itu sebab dianggapnya buruk rupa, maka perempuan tadi tidak boleh menikah dengan laki-laki lain. Tujuannya agar ia tetap menguasai harta perempuan itu. Begitu kebiasaan Arab jahiliyah.

Karena perempuan itu dipandang rendah, di masa Arab jahiliyah ini, seorang ibu tidak mendapat warisan kalau anaknya meninggal. Pokoknya semua harta benda dan kendali kehidupan itu semua dikuasai laki-laki. Kita kerap mendengar istilah patriarki. Yaitu sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepempimpinan politik, otoritas moral, hak sosial, dan penguasaan properti.

Maka gerak langkah perempuan-perempuan di masa jahiliyah ini amat sangat terbatas. Sistem sosial memaksa dan memosisikan mereka hanya sebagai pengurus para suami. Para perempuan itu dilarang melakukan yang lain. “Kasur, dapur, sumur,” begitu kira-kira kalau istilah sekrang. Para perempuan itu didiskriminasikan. Yaitu diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, kepercayaan, kondisi fisik, atau sifat-sifat lainnya.

Menurut sejarawan, salah satu budak asli Arab adalah Zaid bin Haditsah. Dan lantas Muhammad SAW menjadikannya anak angkat. Budak-budak Arab saat itu umumnya diperoleh dari peperangan. Para budak ini sebagai tawanan. Umumnya mereka ditebus di antara suku-suku nomad (berpindah-pindah tempat tinggal). Jumlah budak meningkat biasanya karena penculikan dan penjualan anak. Juga untuk membayar hutang. Orang-orang masih bebas menjual keturunan atau diri mereka ke dalam perbudakan.

Di masa jahiliyah itu ada dua kelas budak. Pertama budak belian. Kedua adalah budak yang lahir di rumah tuannya. Si tuan ini lebih memiliki hak penuh pada budak-budak yang lahir di rumahnya. Lebih sak karepe dewe. Dibanding budak-budak belian. Untuk kepentingannya, si tuan terkadang memaksa budak perempuannya untuk menjadi pelacur. Itulah kebiasaan Timur Dekat (Palestina, Jalur Gaza, Lebanon, Suriah, Tepi Barat, Yordania, Anatolia/Turki, Irak, Suriah Timur, dan Iran).

Bahkan praktik prostitusi bisa dibilang meluas di kalangan orang-orang Arab jahiliyah itu. Perempuan memang tidak dihormati ketika itu. Suku-suku Arab pun seperti merestui dan mendukung praktik pelacuran. Bahkan para budak gadis terpaksa terjun dalam dunia prostitusi. Karena memang dipaksa oleh para tuan mereka. Para budak gadis itu memang lemah dan dilemahkan.

Tokoh yang terkenal menjadi germo itu adalah Ibnu Salul. Orang ini memang sering mengambil keuntungan dengan cara menarik paksa pada budak wanitanya untuk melayani para lelaki hidung belang yang matanya selalu ke ranjang (tempat tidur). Tentu saja, uang yang diperoleh para budak yang tak berdosa tersebut lantas masuk ke kantong Ibnu Salul. (Sssttt… tidak usah misuh. Hehe).

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...