—Saiful Islam—
“Jadi sejak abad ke-21 SM, itu
kehidupan perbudakan tidak dibiarkan seliar-liarnya. Manusia mencoba
mengaturnya dengan undang-undang bikinannya sendiri…”
Berbicara perbudakan. Jauh sebelum
Qur’an turun pada abad ke-7 Masehi, itu sudah ada terlebih dahulu undang-undang
tertulis dari peradaban kuno. Yang paling tua adalah, pertama
undang-undang Ur-Nammu atau Shulgi. Undang-undang ini lahir dari pemerintahan
atau kerajaan Sumeria. Bahkan masih ada lagi yang lebih tua dari undang-undang
ini. Yaitu undang-undang Urukaiga. Tapi undang-undang Ur-Nammu tertua yang
masih ada hingga kini. Ada di Museum Arkeologi Istanbul.
Undang-undang Ur-Nammu itu ditulis
pada lembengan dalam bahasa Sumeria. Berasal dari tahun 2100 – 2050 SM. Dalam
pembukaan undang-undang ini, disebut langsung siapa pembuatnya. Yaitu raja
Ur-Nammu dari Ur (yakni 2112 – 2095 SM). Meski begitu, sebagian sejarawan
memungkinkan pembuatnya adalah Shulgi—tidak lain merupakan putranya raja
Ur-Nammu itu sendiri.
Isi undang-undang Ur-Nammu ini
berpola sebab-akibat (kasuistik). Kalau begini, maka begitu. Jika melakukan
sesuatu (kejahatan) maka akan mendapat sesuatu (hukuman). Pada zamannya,
undang-undang ini dianggap maju. Sebab ada ganti rugi atau denda untuk
kerusakan.
Kedua, kita
mengenal undang-undang Hammurabi. Atau piagam Hammurabi. Ini adalah prasasti
hukum kuno Babilonia. Undang-undang ini sekarang ada di Museum Louvre, Paris,
Perancis. Ditulis pada tahun 1740 SM. Penulisnya adalah raja Hammurabi (raja
keenam dari Dinasti Babilonia pertama yang memerintah tahun 1792 – 1750 SM). Berbahasa
Akkadia yang berisi 282 peraturan. Seperti tentang undang-undang perdagangan,
perbudakan, penuduhan, ganti rugi kerusakan, pencurian, dan hubungan keluarga.
Kalau undang-undang Ur-Nammu itu
berbola kasuistik, maka undang-undang Hammurabi ini berasas hukum balas
setimpal yang mirip dengan hukum di kitab Taurat. Seperti hukum ke-196 dan
ke-197 yang begini bunyinya: “Jika seseorang menghancurkan mata milik orang
lain, mereka harus menghancurkan mata milik perusak itu. Jika seseorang
mematahkan tulang milik orang lain, mereka harus mematahkan tulang milik orang
yang mematahkan itu..”
Meski begitu, dalam undang-undang
Hammurabi ini, kasus-kasus seperti pembunuhan, perampokan, perzinaan, dan pemerkosaan
bisa diganjar dengan hukuman mati. Jika memperhatikan tahun di atas, maka
undang-undang Hammurabi ini tiga abad lebih muda dari undang-undang Ur-Nammu.
Yang ketiga, aturan
tentang perbudakan itu juga ada di dalam Taurat. Taurat merupakan lima kitab
(bab) pertama dalam Alkitab Ibrani (Tanakh). Atau Taurat adalah bagian dari
Alkitab Kristen (Perjanjian Lama). Taurat terdiri dari 5 kitab: Kitab Kejadian,
Kitab Keluaran, Kitab Imamat, Kitab Bilangan, dan Kitab Ulangan.
Menurut tradisi Yahudi, seluruh
Taurat, baik yang tertulis (5 kitab) maupun yang oral (kumpulan Talmud dan
Midrash), itu diwahyukan kepada Musa. Ditulis atau disusun oleh Musa. Tepatnya
di atas gunung Sinai. Menurut penanggalan naskah oleh para rabbi Ortodoks, itu
terjadi tahun 1312 atau 1280 SM.
Sedangkan menurut tradisi Islam,
Taurat adalah juga kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Musa AS. Sebagaimana
Qur’an. Diwahyukan kepada Nabi Musa pada sekitar abad 12 SM. Isinya adalah
syariat (kumpulan hukum) serta kepercayaan yang benar. Isi pokok Taurat adalah
10 firman Allah untuk Bani Israel. Selain itu, Taurat juga berisi sejarah
nabi-nabi terdahulu sampai Nabi Musa AS.
Jadi dengan mencermati tahun di
atas, Taurat itu ada sejak kira-kira abad 14 SM. Atau abad ke-13, atau abad ke-12
SM. Namun menurut beberapa pakar Alkitab modern, Taurat itu mulai disusun dalam
periode pembuangan ke Babel. Yakni sekitar tahun 600 SM. Serta dilengkapi
sebelum zaman Persia. Yaitu sekitar tahun 400 SM.
Taurat itu memuat kisah-kisah,
pernyataan-pernyataan hukum, dan pernyataan-pernyataan etika. Secara menyeluruh,
hukum-hukum tersebut biasa disebut hukum alkitabiah. Atau perintah-perintah (commandments).
Atau Hukum Musa (Law of Moses/ Mosaic Law/ Torah Moshe).
Undang-undang Ur-Nammu/Shulgi dan
undang-undang Hammurabi, ada yang menganggap sebagai undang-undang sekuler. Ini
berbeda dengan Taurat, Injil, dan Al Qur’an misalnya yang dianggap sebagai undang-undang
atau peraturan ilahi sebagai dasar agama-agama samawi.
Demikianlah gambaran undang-undang
yang pernah ada tentang perbudakan Bahwa ternyata undang-undang perbudakan itu
sudah ada sejak abad ke-21 SM. Dengan kata lain, meskipun UU Ur-Nammu dan UU
Hammurabi itu bukan kitab suci dari Tuhan, tapi manusia sudah mencoba untuk
mengatur kehidupan sosialnya. Terutama perbudakannya. Jadi kehidupan perbudakan
sejak abad ke-21 itu, tidak dibiarkan liar seliar-liarnya. Seiring pergerakan
sejarah itu, ternyata Qur’an di abad ke-7 M juga masih berbicara tentang
perbudakan.
. Ini masih gambaran umumnya. Untuk
lebih detilnya, insya Allah akan diceritakan di depan. Semoga bermanfaat.
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar