—Saiful Islam—
“Siapa yang tidak menjadikan Qur’an
sebagai petunjuk hidupnya, bakal menjadi teman setan yang menyesatkannya. Dan mengira
sedang mendapat petunjuk…”
Terkait Sunnah Nabi, ada Hadis yang
cukup terkenal. Bunyinya sebagai berikut.
إني قد تركت فيكم ما إن اعتصمتم به فلن تضلوا أبدا كتاب
الله وسنة نبيه
“Aku telah tinggalkan bagi kalian
dua perkara yang kalian tidak akan sesat selamanya jika berpegang teguh dengan
keduanya. Yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya.”
Jika melihat Kamus Al-Mu’jam
al-Mufahras li Alfazh al-Hadts, Hadis di atas diriwatkan oleh al-Muwaththa’ Malik, Ahmad bin Hambal, Abu
Dawud, dan Ibnu Majah.
Jadi menurut redaksi Hadis di atas,
yang diwariskan Nabi itu dua hal. Pertama adalah Kitabullah (Qur’an). Dan
kedua, adalah Sunnah Nabi. Ya, Sunnah Nabi. Redaksi Hadis di atas, tidak
menyebut Hadis Nabi. Sekali lagi, Sunnah Nabi dengan Hadis Nabi, itu beda.
Warisan Nabi SAW yang pertama dan
utama adalah Qur’an. Sebuah buku yang menjadi pedoman, prinsip, dan petunjuk hidup
bagi Kaum Mukminin yang terjamin keontentikannya. Tidak ada keraguan di dalamnya.
QS. Al-Hijr[15]: 9
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا
الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan
Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar MEMELIHARANYA.
QS. Al-Sajdah[32]: 2
تَنْزِيلُ الْكِتَابِ لَا
رَيْبَ فِيهِ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Turunnya Al-Qur’an yang TIDAK ADA
KERAGUAN di dalamnya, (adalah) dari Tuhan semesta alam.
QS. Al-Baqarah[2]: 2
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا
رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada
keraguan padanya; PETUNJUK bagi mereka yang bertaqwa.
Siapa saja yang tidak menjadikan
Qur’an sebagai petunjuk hidupnya, ia akan berkawan dengan setan. Dan setan itu
akan menyesatkannya. Dan orang tersebut mengira, ia sedang mendapat petunjuk.
QS. Al-Zukhruf[43]: 36 – 37
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ
الرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Barangsiapa yang berpaling dari
pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Qur’an), Kami adakan baginya setan (yang
menyesatkan). Maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.
وَإِنَّهُمْ
لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ
Dan sesungguhnya setan-setan itu
benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa
mereka mendapat petunjuk.
QS. Thaha[20]: 124
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ
ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
Dan barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. Dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
Warisan kedua, adalah Sunnah Nabi. Ingat,
Sunnah Nabi, itu lebih menunjuk praktik aktual Nabi sehari-hari. Sedangkan Hadis,
itu lebih kepada beritanya. Sunnah Nabi, itu adalah kebiasaan Nabi yang terkait
dengan syariat. Seperti salat, zakat, puasa, dan haji.
Pada masa Nabi, tidak pernah ada
Hadis. Yakni cerita tentang Nabi. Praktik ibadah Nabi, itu langsung dicontohkan
dan diteladankan kepada para Sahabatnya. Terutama salat, zakat, puasa, dan
haji.
Juga ada Hadis riwayat Muslim, “Kalian
lebih tahu urusan dunia kalian.” Artinya, Sunnah-Sunnah Nabi yang tidak terkait
dengan syariat, yang selain tentang salat, zakat, puasa, dan haji, itu memang
tidak harus diikuti. Misalnya penampilan fisik, kendaraan, bentuk rumah, Sains,
Teknologi, dan lain semisalnya. Meskipun tentu tidak ada salahnya meniru.
Urusan-urusan dunia yang berbeda
dan terus berkembang seiring dengan perubahan keadaan, waktu, dan tempat, itu
memang Nabi menyerahkan sepenuhnya kepada umatnya. Yang penting tetap berpegang
teguh kepada prinsip-prinsip Qur’an yang umum yang berlaku universal. Seperti yakin,
jujur, berani, ikhas, berharap hanya kepada Allah, pantang putus asa, terus
berjuang, melayani, kasih sayang, adil, dan lain semisalnya.
Adapun urusan-urusan metafisika
(gaib), seperti informasi tentang malaikat, surga, neraka, kiamat, dan
semisalnya, itu pasti mengetahuinya sebatas info dari Allah melalui Qur’an
saja. Nabi tidak akan menambah-nambahi atau pun mengurang-ngurangi. Maka saya
pribadi, memilih sebisa mungkin untuk tidak memakai Hadis-Hadis tentang
metafisika ini yang melampaui informasi Qur’an. Saya memilih hati-hati.
Maka menjadi begini. Terkait syariat
Islam, pertama yang harus dirujuk adalah Qur’an. Sebab Nabi pun hanya mengikuti
Qur’an (QS.10:15, QS.46:9). Begitu juga soal akidah (keimanan), itu juga harus
hanya merujuk Qur’an (QS.6:50).
Sedangkan Sunnah Nabi, adalah
penjelas aktual dari ayat-ayat syariat Islam itu. Untuk masa kita sekarang,
penulusuran Sunnah Nabi terkait syariat itu, bisa melalui Hadis-Hadis Nabi
setelah uji sanad dan matan: sebatas dimungkinkan (zhann)
masih otentik. Akan tetapi, menurut saya yang lebih kuat dari Hadis-Hadis,
adalah praktik syariat orang-orang Madinah. Penting sekali mempertimbangkan
laporan Imam Malik dalam al-Muwaththa’. Juga, ini adalah tugas pemerintah untuk
mengirim petugas menelusuri praktik-praktik beragama Islam di Madinah itu
secara langsung.
Maka menjadi logis, kalau kita
memang mesti merujuk kepada Qur’an lebih banyak. Semakin banyak mengutip
ayat-ayat Qur’an di dalam kehidupan berislam kita, maka itu semakin baik. Qur’an-lah
sumber firman Allah yang pasti. Juga Qur’an pula lah, sumber Sunnah Nabi yang
pasti. Semua rujukan-rujukan doktrin Islam, selain Qur’an, itu tidak ada yang
pasti. Baik jalur periwayatannya, maupun kebenarannya. Zhanniy semua.
Qur’an lah satu-satunya penguji (QS.5:48) untuk semuanya.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar