Selasa, 14 Januari 2020

DUA WARISAN NABI


—Saiful Islam—

“Siapa yang tidak menjadikan Qur’an sebagai petunjuk hidupnya, bakal menjadi teman setan yang menyesatkannya. Dan mengira sedang mendapat petunjuk…”

Terkait Sunnah Nabi, ada Hadis yang cukup terkenal. Bunyinya sebagai berikut.

إني قد تركت فيكم ما إن اعتصمتم به فلن تضلوا أبدا كتاب الله وسنة نبيه

“Aku telah tinggalkan bagi kalian dua perkara yang kalian tidak akan sesat selamanya jika berpegang teguh dengan keduanya. Yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya.”

Jika melihat Kamus Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Hadts, Hadis di atas diriwatkan oleh  al-Muwaththa’ Malik, Ahmad bin Hambal, Abu Dawud, dan Ibnu Majah.

Jadi menurut redaksi Hadis di atas, yang diwariskan Nabi itu dua hal. Pertama adalah Kitabullah (Qur’an). Dan kedua, adalah Sunnah Nabi. Ya, Sunnah Nabi. Redaksi Hadis di atas, tidak menyebut Hadis Nabi. Sekali lagi, Sunnah Nabi dengan Hadis Nabi, itu beda.

Warisan Nabi SAW yang pertama dan utama adalah Qur’an. Sebuah buku yang menjadi pedoman, prinsip, dan petunjuk hidup bagi Kaum Mukminin yang terjamin keontentikannya. Tidak ada keraguan di dalamnya.

QS. Al-Hijr[15]: 9
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar MEMELIHARANYA.

QS. Al-Sajdah[32]: 2
تَنْزِيلُ الْكِتَابِ لَا رَيْبَ فِيهِ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Turunnya Al-Qur’an yang TIDAK ADA KERAGUAN di dalamnya, (adalah) dari Tuhan semesta alam.

QS. Al-Baqarah[2]: 2
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; PETUNJUK bagi mereka yang bertaqwa.

Siapa saja yang tidak menjadikan Qur’an sebagai petunjuk hidupnya, ia akan berkawan dengan setan. Dan setan itu akan menyesatkannya. Dan orang tersebut mengira, ia sedang mendapat petunjuk.

QS. Al-Zukhruf[43]: 36 – 37
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Qur’an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan). Maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.

وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ
Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.

QS. Thaha[20]: 124
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. Dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.

Warisan kedua, adalah Sunnah Nabi. Ingat, Sunnah Nabi, itu lebih menunjuk praktik aktual Nabi sehari-hari. Sedangkan Hadis, itu lebih kepada beritanya. Sunnah Nabi, itu adalah kebiasaan Nabi yang terkait dengan syariat. Seperti salat, zakat, puasa, dan haji.

Pada masa Nabi, tidak pernah ada Hadis. Yakni cerita tentang Nabi. Praktik ibadah Nabi, itu langsung dicontohkan dan diteladankan kepada para Sahabatnya. Terutama salat, zakat, puasa, dan haji.

Juga ada Hadis riwayat Muslim, “Kalian lebih tahu urusan dunia kalian.” Artinya, Sunnah-Sunnah Nabi yang tidak terkait dengan syariat, yang selain tentang salat, zakat, puasa, dan haji, itu memang tidak harus diikuti. Misalnya penampilan fisik, kendaraan, bentuk rumah, Sains, Teknologi, dan lain semisalnya. Meskipun tentu tidak ada salahnya meniru.

Urusan-urusan dunia yang berbeda dan terus berkembang seiring dengan perubahan keadaan, waktu, dan tempat, itu memang Nabi menyerahkan sepenuhnya kepada umatnya. Yang penting tetap berpegang teguh kepada prinsip-prinsip Qur’an yang umum yang berlaku universal. Seperti yakin, jujur, berani, ikhas, berharap hanya kepada Allah, pantang putus asa, terus berjuang, melayani, kasih sayang, adil, dan lain semisalnya.

Adapun urusan-urusan metafisika (gaib), seperti informasi tentang malaikat, surga, neraka, kiamat, dan semisalnya, itu pasti mengetahuinya sebatas info dari Allah melalui Qur’an saja. Nabi tidak akan menambah-nambahi atau pun mengurang-ngurangi. Maka saya pribadi, memilih sebisa mungkin untuk tidak memakai Hadis-Hadis tentang metafisika ini yang melampaui informasi Qur’an. Saya memilih hati-hati.

Maka menjadi begini. Terkait syariat Islam, pertama yang harus dirujuk adalah Qur’an. Sebab Nabi pun hanya mengikuti Qur’an (QS.10:15, QS.46:9). Begitu juga soal akidah (keimanan), itu juga harus hanya merujuk Qur’an (QS.6:50).

Sedangkan Sunnah Nabi, adalah penjelas aktual dari ayat-ayat syariat Islam itu. Untuk masa kita sekarang, penulusuran Sunnah Nabi terkait syariat itu, bisa melalui Hadis-Hadis Nabi setelah uji sanad dan matan: sebatas dimungkinkan (zhann) masih otentik. Akan tetapi, menurut saya yang lebih kuat dari Hadis-Hadis, adalah praktik syariat orang-orang Madinah. Penting sekali mempertimbangkan laporan Imam Malik dalam al-Muwaththa’. Juga, ini adalah tugas pemerintah untuk mengirim petugas menelusuri praktik-praktik beragama Islam di Madinah itu secara langsung.

Maka menjadi logis, kalau kita memang mesti merujuk kepada Qur’an lebih banyak. Semakin banyak mengutip ayat-ayat Qur’an di dalam kehidupan berislam kita, maka itu semakin baik. Qur’an-lah sumber firman Allah yang pasti. Juga Qur’an pula lah, sumber Sunnah Nabi yang pasti. Semua rujukan-rujukan doktrin Islam, selain Qur’an, itu tidak ada yang pasti. Baik jalur periwayatannya, maupun kebenarannya. Zhanniy semua. Qur’an lah satu-satunya penguji (QS.5:48) untuk semuanya.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...