Sabtu, 18 Januari 2020

RASUL PUN MENGIKUTI QUR’AN


—Saiful Islam—

“Asal dari Hadis-Hadis, itu memang meragukan. Keyakinan saya kepada Hadis-Hadis, itu tidak bisa layaknya keyakinan saya kepada Al-Qur’an al-Karim yang 100 persen…”

Jika kita mendengar atau membaca Rasulullah berabda, atau jika kita mendengar atau membaca Nabi bersabda, biasanya yang tergambar langsung Hadis. Amati saja mayoritas pendakwah kalau sudah mengatakan qoola Rosuulullooh SAW. Atau yaquulun Nabiy SAW. Hampir semuanya lantas mengutarakan Hadis. Begitu juga kalau bercerita dengan mengatasnamakan Rasulullah, mayoritas yang dikutip lantas adalah Hadis-Hadis atau Sirah (biografi) atau Sejarah. Sedikit sekali setelah menyandarkan kepada Rasulullah, yang kemudian mengutip ayat-ayat Qur’an.

Kali ini saya akan menyoal masalah Rasulullah atau Nabi ini. Tentu saja kaitannya dengan tema yang sedang kita bahas: MENGGUGAT KEWAHYUAN HADIS. Jangan salah paham: tulisan ini tidak bermaksud ujug-ujug menolak Hadis secara keseluruhan. Tidak. Ini klarifikasi saya! Jangan menuduh macam-macam yang tidak bertanggung jawab. Kalau belum paham, baca tulisan-tulisan sebelumnya. Kalau bisa membuktikan salah, silakan berargumen yang baik. Kalau tidak bisa, sebaiknya diam adalah emas. Hadis-Hadis, tetap bisa menjadi jembatan untuk menelusuri Sunnah.

Kalau dikatakan bahwa saya meragukan Hadis-Hadis, iya memang. Saya meragukan Hadis-Hadis. Bahkan yang katanya Mutawatir dan riwayat Bukhari-Muslim (muttafaq ‘alayh) sekalipun, saya meragukannya. Hadis-Hadis, itu asalnya memang meragukan. Bukan yakin. Ingat, zhann. Dugaan. Barulah setelah diketahui how to deal with Hadith-nya, keraguan saya itu bisa naik. Tetapi tetap tidak bisa yakin sampai 100 persen. Layaknya keyakinan saya kepada Qur’an al-Karim. Andai saja hidup 2020 ini masih ada Rasulullah SAW, kita tidak perlu semua Hadis-Hadis dan semua tafsir Qur’an. Langsung saja ittiba’ Rasulullah muthlaqon.

Jujur saja, saya curiga kalau Rasulullah atau Nabi, itu langsung diidentikkan dengan Hadis-Hadis. Atau riwayat-riwayat yang disandarkan kepada beliau. Sebab tidak adanya Hadis-Hadis ketika Nabi masih hidup, itu adalah fakta historis. Nabi tidak menyuruh menulis apa pun yang berasal dari diri pribadi beliau, kecuali Qur’an. Bahkan ada Hadis yang berbunyi, “Jangan tulis apa pun dariku selain Qur’an. Siapa saja yang terlanjur menulisnya, maka hapuslah.” Nabi tidak pernah menjaga, memelihara, dan mengawal penulisan Hadis-Hadis, itu juga merupakan fakta historis.

Rosuulullooh, itu adalah frase (idhofah) yang terdiri dari dua kata. Pertama adalah rosuul. Dan kata kedua adalah Allooh. Menurut Lisan al-‘Arab, kata al-rosala itu berarti sebagian setelah sebagian. Berturut-turut. Tidak sekaligus. Secara bahasa, al-rosuul itu artinya adalah seseorang yang mengikuti berita-berita orang lain yang mengutusnya. Dinamai al-rosuul, karena ia membawa risaalah (semacam surat).

Sedangkan menurut Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, al-risl itu asalnya berarti iring-iringan yang berjalan berlahan-lahan. Dari kata itu tergambar makna kelembutan dan keramahan. Dari makna al-risl tadi juga, kemudian muncullah kata al-rosuul. Kata al-rosuul terkadang menunjuk kepada ucapan dan semacam surat (pesan tertulis) yang berbobot.

Maka rosuul Allooh berarti utusan Allah. Orang yang diutus oleh Allah dengan membawa risalah. Rosuul Allooh bisa untuk menunjuk para malaikat, dan bisa juga yang dimaksud adalah para nabi. Yang berarti malaikat misalnya QS.69:40; QS.11:81 dan 69; QS.77:1; QS.43:80. Yang berarti nabi seperti QS.3:144; QS.5:67. Adapun kata al-mursaliin pada QS.8:48, itu bisa untuk malaikat dan juga manusia.

Untuk konteks Nabi Muhammad, rosuul Allooh berarti Nabi mengikuti berita-berita dari Allah (Qur’an) yang mengutus beliau SAW. Risalah atau Qur’an, itu diturunkan perlahan-lahan. Yakni selama sekitar 23 tahun. Tidak sekaligus turun 30 juz.

Ingat, Muhammad SAW adalah layaknya manusia biasa. Fariabel sangat penting dan inti yang membedakan beliau dengan manusia yang lain hanyalah ini: Muhammad SAW mendapatkan wahyu Qur’an langsung dari Tuhan melalui Malaikat Jibril (QS.18:110).

Muhammad SAW sendiri pun hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepada beliau, yakni Qur’an (QS.6:50 dan 106; QS.7:3; QS.10:15; QS.46:9).

QS. Al-An’am[6]: 50 dan 106
قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ ۚ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ ۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ
50. Katakanlah: “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. AKU TIDAK MENGIKUTI KECUALI APA YANG DIWAHYUKAN KEPADAKU.” Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat? Apakah kamu tidak memikirkan(nya)?"

اتَّبِعْ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
106. IKUTILAH APA YANG TELAH DIWAHYUKAN KEPADAMU DARI TUHANMU; tidak ada Tuhan selain dia; dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.

QS. Al-A’raf[7]: 3
اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ ۗ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ
IKUTILAH APA YANG DITURUNKAN KEPADAMU DARI TUHANMU dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).

QS. Yunus[10]: 15
وَإِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ ۙ قَالَ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا ائْتِ بِقُرْآنٍ غَيْرِ هَٰذَا أَوْ بَدِّلْهُ ۚ قُلْ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أُبَدِّلَهُ مِنْ تِلْقَاءِ نَفْسِي ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ ۖ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: "Datangkanlah Al-Qur’an yang lain dari ini atau gantilah ia.” Katakanlah: "TIDAKLAH PATUT BAGIKU MENGGANTINYA DARI PIHAK DIRIKU SENDIRI. AKU TIDAK MENGIKUT KECUALI APA YANG DIWAHYUKAN KEPADAKU. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat).”

QS. Al-Ahqaf[46]: 9
قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ وَمَا أَدْرِي مَا يُفْعَلُ بِي وَلَا بِكُمْ ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ وَمَا أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ مُبِينٌ
Katakanlah: "Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. AKU TIDAK LAIN HANYALAH MENGIKUTI APA YANG DIWAHYUKAN KEPADAKU dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan.”

Kalau kita mengikuti atau taat kepada Rasul, itu otomatis mengikuti Qur’an. Siapa mengikuti Qur’an, otomatis taat kepada Allah (QS.4:80).

QS. Al-Nisa’[4]: 80
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ۖ وَمَنْ تَوَلَّىٰ فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
BARANGSIAPA YANG MENTAATI RASUL ITU, SESUNGGUHNYA IA TELAH MENTAATI ALLAH. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.

Bersama Rasul itu, umatnya juga diperintah untuk mengikuti Qur’an (QS.39:55). Tentu saja, wong Rasul saja mengikuti Qur’an. Nah, apalagi kita. Tentu saja, kita yang mengaku beriman ini, wajib dan harus mengikuti Qur’an.

QS. Al-Zumar[39]: 55
وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
DAN IKUTILAH SEBAIK-BAIK APA YANG TELAH DITURUNKAN KEPADAMU DARI TUHANMU (AL-QUR’AN) sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya.

Dan kita pun diperintah supaya berpegang teguh kepada tali Allah, yakni Qur’an (QS.3:103). Sekaligus dilarang sesama umat Islam ini bercerai berai. Konon, cerai-berainya umat Islam, seperti khususnya Sunni-Syi’i, itu karena Hadis-Hadis. Andai saja mereka sama-sama lebih mengutamakan Qur’an, mungkin bisa rukun. Hal ini insya Allah akan ditinjau lebih lanjut.

Bahkan ayat berikut tegas melarang mengikuti jalan-jalan lain selain Qur’an. Karena jalan-jalan lain selain Qur’an itu bisa mencerai-beraikan seseorang dari jalan Allah.

QS. Al-An’am[6]: 153
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dan inilah jalanku yang LURUS. Maka ikutilah jalan itu. Dan JANGANLAH KAMU MENGIKUTI JALAN-JALAN (YANG LAIN). Karena jalan-jalan itu MENCERAI BERAIKAN KAMU DARI JALAN-NYA. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.

Tampaknya termasuk jalan-jalan lain selain Qur’an itu, adalah Hadis-Hadis yang tidak ada cantolannya kepada Qur’an. Yang mungkin secara sanad sahih, tetapi secara matan belum diperiksa secara mendalam. Mengetes teks-teks Hadis dengan Qur’an, setahu saya memang masih jarang Kaum Mukminin melakukannya. Yang banyak itu, asal bunyi teks Hadis tampak baik, ujug-ujug langsung diterima begitu saja. Padahal ternyata Hadis lemah dan palsu misalnya. Contoh-contohnya banyak sekali misalnya dalam kitab Al-Mawdhu’at, buah karya Ibnu Jawziy.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...