—Saiful Islam—
“Asal dari Hadis-Hadis, itu memang
meragukan. Keyakinan saya kepada Hadis-Hadis, itu tidak bisa layaknya keyakinan
saya kepada Al-Qur’an al-Karim yang 100 persen…”
Jika kita mendengar atau membaca
Rasulullah berabda, atau jika kita mendengar atau membaca Nabi bersabda,
biasanya yang tergambar langsung Hadis. Amati saja mayoritas pendakwah kalau
sudah mengatakan qoola Rosuulullooh SAW. Atau yaquulun Nabiy SAW. Hampir semuanya
lantas mengutarakan Hadis. Begitu juga kalau bercerita dengan mengatasnamakan
Rasulullah, mayoritas yang dikutip lantas adalah Hadis-Hadis atau Sirah
(biografi) atau Sejarah. Sedikit sekali setelah menyandarkan kepada Rasulullah,
yang kemudian mengutip ayat-ayat Qur’an.
Kali ini saya akan menyoal masalah
Rasulullah atau Nabi ini. Tentu saja kaitannya dengan tema yang sedang kita
bahas: MENGGUGAT KEWAHYUAN HADIS. Jangan salah paham: tulisan ini tidak
bermaksud ujug-ujug menolak Hadis secara keseluruhan. Tidak. Ini klarifikasi
saya! Jangan menuduh macam-macam yang tidak bertanggung jawab. Kalau belum
paham, baca tulisan-tulisan sebelumnya. Kalau bisa membuktikan salah, silakan
berargumen yang baik. Kalau tidak bisa, sebaiknya diam adalah emas. Hadis-Hadis,
tetap bisa menjadi jembatan untuk menelusuri Sunnah.
Kalau dikatakan bahwa saya
meragukan Hadis-Hadis, iya memang. Saya meragukan Hadis-Hadis. Bahkan yang
katanya Mutawatir dan riwayat Bukhari-Muslim (muttafaq ‘alayh) sekalipun,
saya meragukannya. Hadis-Hadis, itu asalnya memang meragukan. Bukan yakin. Ingat,
zhann. Dugaan. Barulah setelah diketahui how to deal with Hadith-nya,
keraguan saya itu bisa naik. Tetapi tetap tidak bisa yakin sampai 100 persen.
Layaknya keyakinan saya kepada Qur’an al-Karim. Andai saja hidup 2020 ini masih
ada Rasulullah SAW, kita tidak perlu semua Hadis-Hadis dan semua tafsir Qur’an.
Langsung saja ittiba’ Rasulullah muthlaqon.
Jujur saja, saya curiga kalau
Rasulullah atau Nabi, itu langsung diidentikkan dengan Hadis-Hadis. Atau
riwayat-riwayat yang disandarkan kepada beliau. Sebab tidak adanya Hadis-Hadis
ketika Nabi masih hidup, itu adalah fakta historis. Nabi tidak menyuruh menulis
apa pun yang berasal dari diri pribadi beliau, kecuali Qur’an. Bahkan ada Hadis
yang berbunyi, “Jangan tulis apa pun dariku selain Qur’an. Siapa saja yang
terlanjur menulisnya, maka hapuslah.” Nabi tidak pernah menjaga, memelihara,
dan mengawal penulisan Hadis-Hadis, itu juga merupakan fakta historis.
Rosuulullooh, itu adalah
frase (idhofah) yang terdiri dari dua kata. Pertama adalah rosuul.
Dan kata kedua adalah Allooh. Menurut Lisan al-‘Arab, kata al-rosala
itu berarti sebagian setelah sebagian. Berturut-turut. Tidak sekaligus. Secara
bahasa, al-rosuul itu artinya adalah seseorang yang mengikuti
berita-berita orang lain yang mengutusnya. Dinamai al-rosuul, karena ia
membawa risaalah (semacam surat).
Sedangkan menurut Al-Mufradat fi
Gharib al-Qur’an, al-risl itu asalnya berarti iring-iringan yang
berjalan berlahan-lahan. Dari kata itu tergambar makna kelembutan dan
keramahan. Dari makna al-risl tadi juga, kemudian muncullah kata al-rosuul.
Kata al-rosuul terkadang menunjuk kepada ucapan dan semacam surat (pesan
tertulis) yang berbobot.
Maka rosuul Allooh berarti
utusan Allah. Orang yang diutus oleh Allah dengan membawa risalah. Rosuul
Allooh bisa untuk menunjuk para malaikat, dan bisa juga yang dimaksud
adalah para nabi. Yang berarti malaikat misalnya QS.69:40; QS.11:81 dan 69;
QS.77:1; QS.43:80. Yang berarti nabi seperti QS.3:144; QS.5:67. Adapun kata al-mursaliin
pada QS.8:48, itu bisa untuk malaikat dan juga manusia.
Untuk konteks Nabi Muhammad, rosuul
Allooh berarti Nabi mengikuti berita-berita dari Allah (Qur’an) yang mengutus
beliau SAW. Risalah atau Qur’an, itu diturunkan perlahan-lahan. Yakni selama
sekitar 23 tahun. Tidak sekaligus turun 30 juz.
Ingat, Muhammad SAW adalah layaknya
manusia biasa. Fariabel sangat penting dan inti yang membedakan beliau dengan
manusia yang lain hanyalah ini: Muhammad SAW mendapatkan wahyu Qur’an langsung
dari Tuhan melalui Malaikat Jibril (QS.18:110).
Muhammad SAW sendiri pun hanya
mengikuti apa yang diwahyukan kepada beliau, yakni Qur’an (QS.6:50 dan 106;
QS.7:3; QS.10:15; QS.46:9).
QS. Al-An’am[6]: 50 dan 106
قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ
عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي
مَلَكٌ ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ
ۚ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَىٰ وَالْبَصِيرُ
ۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ
50. Katakanlah: “Aku tidak
mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula)
aku mengetahui yang gaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku
seorang malaikat. AKU TIDAK MENGIKUTI KECUALI APA YANG DIWAHYUKAN KEPADAKU.”
Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat? Apakah kamu
tidak memikirkan(nya)?"
اتَّبِعْ مَا أُوحِيَ
إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
106. IKUTILAH APA YANG TELAH
DIWAHYUKAN KEPADAMU DARI TUHANMU; tidak ada Tuhan selain dia; dan berpalinglah
dari orang-orang musyrik.
QS. Al-A’raf[7]: 3
اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ
إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ ۗ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ
IKUTILAH APA YANG DITURUNKAN
KEPADAMU DARI TUHANMU dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya.
Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).
QS. Yunus[10]: 15
وَإِذَا تُتْلَىٰ
عَلَيْهِمْ آيَاتُنَا بَيِّنَاتٍ ۙ قَالَ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا ائْتِ بِقُرْآنٍ غَيْرِ هَٰذَا أَوْ
بَدِّلْهُ ۚ قُلْ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أُبَدِّلَهُ مِنْ
تِلْقَاءِ نَفْسِي ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا
يُوحَىٰ إِلَيَّ ۖ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ
رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
Dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan
Kami berkata: "Datangkanlah Al-Qur’an yang lain dari ini atau gantilah ia.”
Katakanlah: "TIDAKLAH PATUT BAGIKU MENGGANTINYA DARI PIHAK DIRIKU SENDIRI.
AKU TIDAK MENGIKUT KECUALI APA YANG DIWAHYUKAN KEPADAKU. Sesungguhnya aku takut
jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat).”
QS. Al-Ahqaf[46]: 9
قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا
مِنَ الرُّسُلِ وَمَا أَدْرِي مَا يُفْعَلُ بِي وَلَا بِكُمْ ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ
وَمَا أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ مُبِينٌ
Katakanlah: "Aku bukanlah Rasul
yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan
diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. AKU TIDAK LAIN HANYALAH
MENGIKUTI APA YANG DIWAHYUKAN KEPADAKU dan aku tidak lain hanyalah seorang
pemberi peringatan yang menjelaskan.”
Kalau kita mengikuti atau taat
kepada Rasul, itu otomatis mengikuti Qur’an. Siapa mengikuti Qur’an, otomatis
taat kepada Allah (QS.4:80).
QS. Al-Nisa’[4]: 80
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ
فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ۖ وَمَنْ تَوَلَّىٰ فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
BARANGSIAPA YANG MENTAATI RASUL
ITU, SESUNGGUHNYA IA TELAH MENTAATI ALLAH. Dan barangsiapa yang berpaling (dari
ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.
Bersama Rasul itu, umatnya juga
diperintah untuk mengikuti Qur’an (QS.39:55). Tentu saja, wong Rasul
saja mengikuti Qur’an. Nah, apalagi kita. Tentu saja, kita yang mengaku beriman
ini, wajib dan harus mengikuti Qur’an.
QS. Al-Zumar[39]: 55
وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا
أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ
بَغْتَةً وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
DAN IKUTILAH SEBAIK-BAIK APA YANG
TELAH DITURUNKAN KEPADAMU DARI TUHANMU (AL-QUR’AN) sebelum datang azab kepadamu
dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya.
Dan kita pun diperintah supaya
berpegang teguh kepada tali Allah, yakni Qur’an (QS.3:103). Sekaligus dilarang
sesama umat Islam ini bercerai berai. Konon, cerai-berainya umat Islam, seperti
khususnya Sunni-Syi’i, itu karena Hadis-Hadis. Andai saja mereka sama-sama
lebih mengutamakan Qur’an, mungkin bisa rukun. Hal ini insya Allah akan
ditinjau lebih lanjut.
Bahkan ayat berikut tegas melarang
mengikuti jalan-jalan lain selain Qur’an. Karena jalan-jalan lain selain Qur’an
itu bisa mencerai-beraikan seseorang dari jalan Allah.
QS. Al-An’am[6]: 153
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي
مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dan inilah jalanku yang LURUS. Maka
ikutilah jalan itu. Dan JANGANLAH KAMU MENGIKUTI JALAN-JALAN (YANG LAIN). Karena
jalan-jalan itu MENCERAI BERAIKAN KAMU DARI JALAN-NYA. Yang demikian itu
diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.
Tampaknya termasuk jalan-jalan lain
selain Qur’an itu, adalah Hadis-Hadis yang tidak ada cantolannya kepada Qur’an.
Yang mungkin secara sanad sahih, tetapi secara matan belum
diperiksa secara mendalam. Mengetes teks-teks Hadis dengan Qur’an, setahu saya
memang masih jarang Kaum Mukminin melakukannya. Yang banyak itu, asal bunyi
teks Hadis tampak baik, ujug-ujug langsung diterima begitu saja. Padahal ternyata
Hadis lemah dan palsu misalnya. Contoh-contohnya banyak sekali misalnya dalam
kitab Al-Mawdhu’at, buah karya Ibnu Jawziy.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar