Selasa, 21 Januari 2020

SYARIAT ADALAH QUR’AN


—Saiful Islam—

“Syariat, itu bukan Hadis. Nabi pun diperintah untuk mengikuti syariat…”

Kali ini kita akan mengaji tentang syariat Islam. Menurut Lisan al-‘Arab, kata syara’a itu artinya adalah jalan menuju tempat air minum. Bisa juga berarti jalan air. Menurut Al-Layts, dari kata itulah kemudian lahir istilah syariat Allah. Seperti puasa, salat, haji, nikah, dan seterusnya.

Sedangkan Kura’, beda lagi. Syariat itu secara bahasa, berarti jalan di tepi pantai yang biasa dilalui oleh hewan semacam kepiting kecil. Al-Syarii’ah dan al-Syir’ah, yaitu peraturan Allah yang berupa agama Islam sekaligus perintah untuk mentaatinya. Seperti puasa, salat, haji, zakat, dan amal-amal saleh serta perbuatan-perbuatan baik.

Adapun Al-Raghib al-Asfahaniy dalam Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, menceritakan seperti ini. Bahwa al-syar’ adalah jalan yang terang dan jelas. Lantas kata tersebut dipinjam (dikiaskan atau dimajazkan) untuk makna jalan ketuhanan.

Disebutkan bahwa kata syir’ah pada QS.5:48, itu menunjuk dua hal. Salah satunya adalah apa pun yang disebutkan di dalam agama Islam dan perintah Allah untuk memeluknya. Menurut Ibnu Abbas, terkait QS.45:18, al-syar’ah adalah apa pun yang ada atau disebut di dalam Qur’an. Sedangkan al-minhaaj, adalah apa pun yang ada di dalam Sunnah Nabi (praktik aktual Nabi).

Jadi yang dimaksud syariat Islam, itu adalah agama Islam. Yaitu segala nilai, norma, prinsip, aturan, hukum, dan semisalnya yang telah ditentukan oleh Allah di dalam Qur’an. Bukan di dalam Hadis-Hadis.

Darimana kah asal syariat Islam? Apakah syariat Islam itu dari diri pribadi Nabi sendiri, atau dari Allah? Agama Islam ini sebenarnya dari siapa? Dari Nabi ataukah dari Allah?

Ternyata agama Islam ini dari Allah saja. Benar sekali, syariat Islam ini asal mulanya memang dari Allah saja. Bukan dari Muhammad SAW. Beliau pun ternyata hanya mengikuti syariat dari Allah itu. Yakni segala peraturan, prinsip-prinsip dan hukum Qur’an saja.

QS. Al-Jatsiyah[45]: 18
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu SYARIAT (peraturan) dari urusan (agama itu). Maka IKUTILAH SYARIAT ITU. Dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.

Dan ternyata yang dimaksud syariat, itu adalah Al-Qur’an itu sendiri. Wahyu Qur’an yang Nabi pun diperintah untuk mengikutinya (QS.10:109). Dan kita pun, juga mengikuti Qur’an (QS.6:155) tersebut bersama Nabi. Jadi Nabi dan kita, semuanya berkiblat kepada syariat yang sama: Al-Qur’an. Karenanya yang dimaksud dengan agama Islam, itu ya Qur’an itu sendiri. Mustahil Nabi membuat-buat syariat dan agama sendiri.

QS. Yunus[10]: 109
وَاتَّبِعْ مَا يُوحَىٰ إِلَيْكَ وَاصْبِرْ حَتَّىٰ يَحْكُمَ اللَّهُ ۚ وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ
Dan IKUTILAH APA YANG DIWAHYUKAN KEPADAMU. Dan bersabarlah hingga Allah memberi keputusan. Dan Dia adalah hakim yang sebaik-baiknya.

QS. Al-An’am[6]: 155
وَهَٰذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati. MAKA IKUTILAH IA dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.

Nabi tidak pernah dan tidak akan pernah membuat syariat Islam sendiri. Nabi memang hanya mengikuti Qur’an (QS.6:106; 7:3; 6:50; 10:15; 46:9). Nabi hanya penyampai Qur’an (QS.24:54). Umatnya pun diperintah supaya mengikuti Qur’an (QS.39:55). Serta dilarang mengikuti jalan-jalan lain selain Qur’an yang bisa mencerai-beraikan umat Islam sendiri (QS.6:151-153).

Ayat di bawah ini juga menjelaskan bahwa hanya Allah lah pembuat syariat itu. Siapa pun yang selain Allah, itu tidak bisa dan tidak boleh membuat syariat. Tidak boleh membuat syariat agama sendiri. Tidak boleh membuat-buat akidah (keyakinan), tasawwuf, spiritual, dan fikih sendiri. Begitu juga Nabi. Syariat agama beliau pasti, kalau tidak Qur’an ya terinspirasi oleh Qur’an. Atau implementasi dari Qur’an yang berupa Sunnah-Sunnah aktual beliau yang terkait dengan syariat. Seperti teknis-teknis non-substansial salat, zakat, puasa, dan haji.

QS. Al-Syura[42]: 13 dan 21
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ ۖ أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ
13. Dia telah MENSYARIATKAN bagi kamu tentang AGAMA apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami WAHYUKAN kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa. Yaitu: TEGAKKANLAH AGAMA DAN JANGANLAH KAMU BERPECAH BELAH TENTANGNYA. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ ۚ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ ۗ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
21. Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan SELAIN ALLAH YANG MENSYARIATKAN UNTUK MEREKA AGAMA YANG TIDAK DIIZINKAN ALLAH? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang Amat pedih.

Dengan kata lain, Sunnah-Sunnah Nabi yang harus dan wajib kita ikuti, itu adalah Sunnah-Sunnah beliau yang terkait dengan Qur’an saja. Kalau pun ada berita-berita yang disandarkan kepada beliau SAW (Hadis-Hadis), kalau itu syariat (akidah, fikih, tasawuf, spiritual, dan semisalnya), harus dan wajib ada cantolan Qur’annya. Mesti berdasar pada Qur’an. Tidak boleh berdiri sendiri.

Maka siapa pun yang mengaku mengikuti Sunnah Nabi, maka ia harus memutuskan (menghukumi) apa pun berdasar spirit-spirit dan prinsip-prinsip Qur’an. Meskipun bentuk-bentuknya bisa berbeda-beda sesuai dengan suku, adat, ras, situasi, kondisi, waktu, dan tempat masing-masing. Sesuai dengan zaman yang berubah dinamis. Ke depan, Qur’an selalu sesuai dengan zaman dan lokasi tertentu. Shoolih li kull zamaan wa makaan.

QS. Al-Maidah[5]: 48
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu. MAKA PUTUSKANLAH PERKARA MEREKA MENURUT APA YANG ALLAH TURUNKAN (QUR’AN). Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan SYARIAT (ATURAN) DAN JALAN YANG TERANG. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja). Tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya. Lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.

Kalau begitu, sejatinya darimana sumber yang pertama dan utama dari agama Islam ini? Darimana sumber asal syariat itu? Jelas dari Allah saja. Yakni Al-Qur’an. Sunnah-Sunnah Nabi, itu selalu dan selalu berdasar Al-Qur’an.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...