—Saiful Islam—
“Syariat, itu bukan Hadis. Nabi pun
diperintah untuk mengikuti syariat…”
Kali ini kita akan mengaji tentang
syariat Islam. Menurut Lisan al-‘Arab, kata syara’a itu artinya
adalah jalan menuju tempat air minum. Bisa juga berarti jalan air. Menurut
Al-Layts, dari kata itulah kemudian lahir istilah syariat Allah. Seperti puasa,
salat, haji, nikah, dan seterusnya.
Sedangkan Kura’, beda lagi. Syariat
itu secara bahasa, berarti jalan di tepi pantai yang biasa dilalui oleh hewan
semacam kepiting kecil. Al-Syarii’ah dan al-Syir’ah, yaitu
peraturan Allah yang berupa agama Islam sekaligus perintah untuk mentaatinya.
Seperti puasa, salat, haji, zakat, dan amal-amal saleh serta
perbuatan-perbuatan baik.
Adapun Al-Raghib al-Asfahaniy dalam
Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, menceritakan seperti ini. Bahwa al-syar’
adalah jalan yang terang dan jelas. Lantas kata tersebut dipinjam (dikiaskan
atau dimajazkan) untuk makna jalan ketuhanan.
Disebutkan bahwa kata syir’ah
pada QS.5:48, itu menunjuk dua hal. Salah satunya adalah apa pun yang
disebutkan di dalam agama Islam dan perintah Allah untuk memeluknya. Menurut
Ibnu Abbas, terkait QS.45:18, al-syar’ah adalah apa pun yang ada atau disebut
di dalam Qur’an. Sedangkan al-minhaaj, adalah apa pun yang ada di dalam
Sunnah Nabi (praktik aktual Nabi).
Jadi yang dimaksud syariat Islam,
itu adalah agama Islam. Yaitu segala nilai, norma, prinsip, aturan, hukum, dan
semisalnya yang telah ditentukan oleh Allah di dalam Qur’an. Bukan di dalam
Hadis-Hadis.
Darimana kah asal syariat Islam?
Apakah syariat Islam itu dari diri pribadi Nabi sendiri, atau dari Allah? Agama
Islam ini sebenarnya dari siapa? Dari Nabi ataukah dari Allah?
Ternyata agama Islam ini dari Allah
saja. Benar sekali, syariat Islam ini asal mulanya memang dari Allah saja.
Bukan dari Muhammad SAW. Beliau pun ternyata hanya mengikuti syariat dari Allah
itu. Yakni segala peraturan, prinsip-prinsip dan hukum Qur’an saja.
QS. Al-Jatsiyah[45]: 18
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ
شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا
يَعْلَمُونَ
Kemudian Kami jadikan kamu berada
di atas suatu SYARIAT (peraturan) dari urusan (agama itu). Maka IKUTILAH
SYARIAT ITU. Dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui.
Dan ternyata yang dimaksud syariat,
itu adalah Al-Qur’an itu sendiri. Wahyu Qur’an yang Nabi pun diperintah untuk
mengikutinya (QS.10:109). Dan kita pun, juga mengikuti Qur’an (QS.6:155) tersebut
bersama Nabi. Jadi Nabi dan kita, semuanya berkiblat kepada syariat yang sama:
Al-Qur’an. Karenanya yang dimaksud dengan agama Islam, itu ya Qur’an itu
sendiri. Mustahil Nabi membuat-buat syariat dan agama sendiri.
QS. Yunus[10]: 109
وَاتَّبِعْ مَا يُوحَىٰ
إِلَيْكَ وَاصْبِرْ حَتَّىٰ يَحْكُمَ اللَّهُ ۚ وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ
Dan IKUTILAH APA YANG DIWAHYUKAN
KEPADAMU. Dan bersabarlah hingga Allah memberi keputusan. Dan Dia adalah hakim
yang sebaik-baiknya.
QS. Al-An’am[6]: 155
وَهَٰذَا كِتَابٌ
أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang
Kami turunkan yang diberkati. MAKA IKUTILAH IA dan bertakwalah agar kamu diberi
rahmat.
Nabi tidak pernah dan tidak akan
pernah membuat syariat Islam sendiri. Nabi memang hanya mengikuti Qur’an (QS.6:106;
7:3; 6:50; 10:15; 46:9). Nabi hanya penyampai Qur’an (QS.24:54). Umatnya pun
diperintah supaya mengikuti Qur’an (QS.39:55). Serta dilarang mengikuti
jalan-jalan lain selain Qur’an yang bisa mencerai-beraikan umat Islam sendiri
(QS.6:151-153).
Ayat di bawah ini juga menjelaskan
bahwa hanya Allah lah pembuat syariat itu. Siapa pun yang selain Allah, itu
tidak bisa dan tidak boleh membuat syariat. Tidak boleh membuat syariat agama
sendiri. Tidak boleh membuat-buat akidah (keyakinan), tasawwuf, spiritual, dan
fikih sendiri. Begitu juga Nabi. Syariat agama beliau pasti, kalau tidak Qur’an
ya terinspirasi oleh Qur’an. Atau implementasi dari Qur’an yang berupa
Sunnah-Sunnah aktual beliau yang terkait dengan syariat. Seperti teknis-teknis
non-substansial salat, zakat, puasa, dan haji.
QS. Al-Syura[42]: 13 dan 21
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ
الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا
وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ ۖ أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا
فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ
إِلَيْهِ ۚ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ
وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ
13. Dia telah MENSYARIATKAN bagi
kamu tentang AGAMA apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah
Kami WAHYUKAN kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa
dan Isa. Yaitu: TEGAKKANLAH AGAMA DAN JANGANLAH KAMU BERPECAH BELAH TENTANGNYA.
Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk
kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ
شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ ۚ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ
ۗ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
21. Apakah mereka mempunyai
sembahan-sembahan SELAIN ALLAH YANG MENSYARIATKAN UNTUK MEREKA AGAMA YANG TIDAK
DIIZINKAN ALLAH? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah
mereka telah dibinasakan. Dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan
memperoleh azab yang Amat pedih.
Dengan kata lain, Sunnah-Sunnah Nabi
yang harus dan wajib kita ikuti, itu adalah Sunnah-Sunnah beliau yang terkait
dengan Qur’an saja. Kalau pun ada berita-berita yang disandarkan kepada beliau
SAW (Hadis-Hadis), kalau itu syariat (akidah, fikih, tasawuf, spiritual, dan
semisalnya), harus dan wajib ada cantolan Qur’annya. Mesti berdasar pada Qur’an.
Tidak boleh berdiri sendiri.
Maka siapa pun yang mengaku
mengikuti Sunnah Nabi, maka ia harus memutuskan (menghukumi) apa pun berdasar
spirit-spirit dan prinsip-prinsip Qur’an. Meskipun bentuk-bentuknya bisa
berbeda-beda sesuai dengan suku, adat, ras, situasi, kondisi, waktu, dan tempat
masing-masing. Sesuai dengan zaman yang berubah dinamis. Ke depan, Qur’an
selalu sesuai dengan zaman dan lokasi tertentu. Shoolih li kull zamaan wa
makaan.
QS. Al-Maidah[5]: 48
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ
الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ
وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ
مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً
وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ
بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Dan Kami telah turunkan kepadamu
Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu
Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab
yang lain itu. MAKA PUTUSKANLAH PERKARA MEREKA MENURUT APA YANG ALLAH TURUNKAN
(QUR’AN). Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan
kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami
berikan SYARIAT (ATURAN) DAN JALAN YANG TERANG. Sekiranya Allah menghendaki,
niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja). Tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap
pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada
Allah-lah kembali kamu semuanya. Lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah
kamu perselisihkan itu.
Kalau begitu, sejatinya darimana
sumber yang pertama dan utama dari agama Islam ini? Darimana sumber asal
syariat itu? Jelas dari Allah saja. Yakni Al-Qur’an. Sunnah-Sunnah Nabi, itu
selalu dan selalu berdasar Al-Qur’an.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar