Selasa, 28 Januari 2020

QUR’AN UNIVERSAL


—Saiful Islam*—

“Jangan kebalik. Yang butuh penguat, itu Hadis-Hadis, ijma’ ulama’, dan Qiyas. Bukan Qur’an…”

Seorang kawan share sebuah tulisan berikut: “Al-Qur’an itu satu kata saja bisa multi tafsir maknanya. Karena itu dibutuhkan dalil penguat seperti Hadis, Ijma’, Qiyas sesuai dengan permasalahan yang difokuskan. Bahkan satu kalimah (kata) dalam Al-Qur’an saja bisa dipakai untuk dalil ratusan permasalahan musykilat (sulit) di dunia. Lha, kalau tanpa didampingi Hadis, Ijma’, Qiyas bisa sama semua hukumnya. Padahal inti fokus masalahnya jauh berbeda.”

Baiklah. Menurut saya, kalimat: “Al-Qur’an itu satu kata saja bisa multi tafsir maknanya. Karena itu dibutuhkan dalil penguat seperti Hadis, Ijma’, Qiyas sesuai dengan permasalahan yang difokuskan,” ini tidak nyambung. Tidak logis. Karena antara sebab (satu kata Qur’an multi tafsir) dengan akibat (dibutuhkan dalil penguat Hadis, Ijma’, Qiyas), itu tidak sinkron. Antara kata yang multi tafsir dengan dalil penguat, itu tidak make sense. Yang logis itu, jika dibutuhkan dalil penguat, maka ayat Qur’an lemah. Begitu mestinya.

Menurut saya, dalil Qur’an itu sudah kuat. Sudah kokoh. Paling kokoh untuk menjadi dasar berislam umat. Ayat-ayat Qur’an, adalah dalil pertama, paling utama, sekaligus penguji untuk semua dalil doktrin Islam. Hanya Qur’an yang pasti (qath’iy). Pasti keluar dari mulut Nabi SAW, pasti dan mutlak benarnya. Karenanya, tidak membutuhkan dalil penguat. Bahkan Hadis-Hadis sekali pun, itu tidak bisa menjadi dalil penguat Qur’an. Qur’an sudah kuat. Tidak perlu diperkuat-kuat lagi.

Justru, yang butuh dalil penguat itu adalah Hadis-Hadis, Ijma’, Qiyas, dan seterusnya itu. Ya, Hadis-Hadis, Ijma’, dan Qiyas, itu harus dan wajib diperkuat. Yaitu harus dan wajib diperkuat dengan Al-Qur’an. Jangan terbalik. Kalau mengatasnamakan Islam (akidah, fikih, tasawuf, dan lain-lain), semua dalil tersebut, itu harus dan wajib diperkuat dengan Qur’an. Harus dan wajib itu!

Pesan saya bagi kawan-kawan saya semua. Jangan terburu-buru mengatakan Al-Qur’an itu global, Al-Qur’an itu umum, Al-Qur’an itu multi tafsir, dan semisalnya. Dan seterusnya. Cara beragama kita (akidah, fikih, akhlak atau tasawuf, dan lain-lain), itu memang harus begini. Pertama, carilah ayat-ayat Qur’annya. Kedua, bisa meninjau Hadis-Hadis. Ketiga, meninjau pendapat-pendapat. Keempat, meninjau Qiyas, dan seterusnya. Zaman sekarang tinggal search di Google atau aplikasi.

Setelah itu, barulah dipertimbangkan. Alias dipikir-pikirkan. Direnung-renungkan. Kalau perlu dikomunikasikan dan didiskusikan dengan guru kita, kiai kita, ustadz kita, gus kita, bindere kita, habib kita, syeikh kita, dan seterusnya. Lantas kemudian dibuat kesimpulannya. Kesimpulan itu pun, belum final. Sangat bisa jadi ke depan bisa berubah. Karena ada pendapat dengan dalil yang lebih kuat. Begitu seterusnya. Belajar sepanjang hayat.

Jadi, tidak terburu-buru mengatakan Al-Qur’an itu global, Al-Qur’an itu umum, Al-Qur’an itu multi tafsir, dan semisalnya. Tetapi ternyata kita belum menelusurinya. Dan ujug-ujug lari kepada Hadis-Hadis. Kemudian berkesimpulan sudah final. Sudah pasti benarnya. Sudah mutlak benarnya.

Yang tidak sependapat, langsung dituduh ngawur, sesat, bid’ah, wahabi, antek syi’ah, dan tuduhan-tuduhan yang tidak sehat dalam dunia spiritual dan intelektual, serta tidak bertanggung jawab. Tidak perlu menuduh-nuduh. Tidak perlu menyerang orangnya. Cukup serang dan bantah argumen dan dalil-dalinya saja! Ini yang sehat dalam dunia spiritual dan intelektual!! Mencerdaskan dan mencerahkan!!!

Berkali-kali saya jelaskan. Bahwa semua rujukan doktrin Islam selain Qur’an, itu zhanniy. Semuanya hanya berdasar dugaan. Jadi, kalau didapati sebuah kesimpulan terkait akidah, fikih, dan seterusnya, dan ternyata tidak mencantumkan ayat Qur’annya, sebaiknya kita tidak mudah menyalahkan Muslim yang lain. Sebab sangat memungkinkan, itu hanya berhakim kepada selain Allah (QS.6:114).

Memang ada kaidah tafsir, bahwa proses mengambil kesimpulan, itu dari khususnya sebab. Yakni memahami ayat-ayat Qur’an dengan meninjau asbabun nuzul-nya. Ini konteks mikro, namanya. Tetapi ingat, tidak semua ayat-ayat Qur’an, itu ada asbabun nuzul-nya. Hanya sekitar sepertiga Qur’an saja yang terdapat asbabun nuzul-nya. Perlu juga ditinjau konteks makronya, yaitu tentang budaya Arab terutama di sekitar abad ke-7 M itu.

Dan ingat pula. Bahwa ada juga kaidah tafsir: proses mengambil kesimpulan, itu dari keumuman lafaz. Al-‘ibrah bi ‘umuum al-lafzh. Memang dari lafaz yang umum itulah, justru kita bisa mengambil kesimpulan untuk masalah kita saat ini. Justru karena umum itulah, membuat Qur’an bisa sesuai dengan segala tempat dan zaman ke masa depan. Dari keumuman lafaz itulah, kita lantas bisa melakukan proses analogi. Karena Qur’an, itu bukan hanya untuk kasus spesifik. Tetapi prinsip-prinsip Qur’an, memang bisa untuk bermacam-macam kasus.

QS. Al-Nahl[16]: 89
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
Dan KAMI TURUNKAN KEPADAMU AL-KITAB (AL-QUR’AN) UNTUK MENJELASKAN SEGALA SESUATU dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.

QS. Al-An’am[6]: 114
أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ إِلَيْكُمُ الْكِتَابَ مُفَصَّلًا ۚ وَالَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْلَمُونَ أَنَّهُ مُنَزَّلٌ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
Maka patutkah aku mencari HAKIM SELAIN ALLAH? PADAHAL DIA-LAH YANG TELAH MENURUNKAN KITAB (AL-QUR’AN) KEPADAMU DENGAN TERPERINCI. Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al-Qur’an itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.

QS. Al-An’am[6]: 153
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Ini adalah JALAN-KU YANG LURUS, MAKA IKUTILAH DIA. DAN JANGANLAH KAMU MENGIKUTI JALAN-JALAN (YANG LAIN), KARENA JALAN-JALAN ITU MENCERAI BERAIKAN KAMU DARI JALAN-NYA. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.

QS. Al-Zukhruf[43]: 36 – 37
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
BARANGSIAPA YANG BERPALING DARI PENGAJARAN TUHAN YANG MAHA PEMURAH (AL-QUR’AN), KAMI ADAKAN BAGINYA SETAN (YANG MENYESATKAN). Maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.

وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ
Dan sesungguhnya setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka MENYANGKA BAHWA MEREKA MENDAPAT HIDAYAH.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam

*Penulis Ayat-Ayat Kemenangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...