—Saiful Islam*—
“Jangan kebalik. Yang butuh
penguat, itu Hadis-Hadis, ijma’ ulama’, dan Qiyas. Bukan Qur’an…”
Seorang kawan share sebuah
tulisan berikut: “Al-Qur’an itu satu kata saja bisa multi tafsir maknanya.
Karena itu dibutuhkan dalil penguat seperti Hadis, Ijma’, Qiyas sesuai dengan
permasalahan yang difokuskan. Bahkan satu kalimah (kata) dalam Al-Qur’an
saja bisa dipakai untuk dalil ratusan permasalahan musykilat (sulit) di
dunia. Lha, kalau tanpa didampingi Hadis, Ijma’, Qiyas bisa sama semua
hukumnya. Padahal inti fokus masalahnya jauh berbeda.”
Baiklah. Menurut saya, kalimat:
“Al-Qur’an itu satu kata saja bisa multi tafsir maknanya. Karena itu dibutuhkan
dalil penguat seperti Hadis, Ijma’, Qiyas sesuai dengan permasalahan yang
difokuskan,” ini tidak nyambung. Tidak logis. Karena antara sebab (satu kata
Qur’an multi tafsir) dengan akibat (dibutuhkan dalil penguat Hadis, Ijma’,
Qiyas), itu tidak sinkron. Antara kata yang multi tafsir dengan dalil penguat,
itu tidak make sense. Yang logis itu, jika dibutuhkan dalil penguat,
maka ayat Qur’an lemah. Begitu mestinya.
Menurut saya, dalil Qur’an itu
sudah kuat. Sudah kokoh. Paling kokoh untuk menjadi dasar berislam umat.
Ayat-ayat Qur’an, adalah dalil pertama, paling utama, sekaligus penguji untuk
semua dalil doktrin Islam. Hanya Qur’an yang pasti (qath’iy). Pasti
keluar dari mulut Nabi SAW, pasti dan mutlak benarnya. Karenanya, tidak membutuhkan
dalil penguat. Bahkan Hadis-Hadis sekali pun, itu tidak bisa menjadi dalil
penguat Qur’an. Qur’an sudah kuat. Tidak perlu diperkuat-kuat lagi.
Justru, yang butuh dalil penguat
itu adalah Hadis-Hadis, Ijma’, Qiyas, dan seterusnya itu. Ya, Hadis-Hadis,
Ijma’, dan Qiyas, itu harus dan wajib diperkuat. Yaitu harus dan wajib
diperkuat dengan Al-Qur’an. Jangan terbalik. Kalau mengatasnamakan Islam
(akidah, fikih, tasawuf, dan lain-lain), semua dalil tersebut, itu harus dan
wajib diperkuat dengan Qur’an. Harus dan wajib itu!
Pesan saya bagi kawan-kawan saya
semua. Jangan terburu-buru mengatakan Al-Qur’an itu global, Al-Qur’an itu umum,
Al-Qur’an itu multi tafsir, dan semisalnya. Dan seterusnya. Cara beragama kita
(akidah, fikih, akhlak atau tasawuf, dan lain-lain), itu memang harus begini.
Pertama, carilah ayat-ayat Qur’annya. Kedua, bisa meninjau Hadis-Hadis. Ketiga,
meninjau pendapat-pendapat. Keempat, meninjau Qiyas, dan seterusnya. Zaman
sekarang tinggal search di Google atau aplikasi.
Setelah itu, barulah
dipertimbangkan. Alias dipikir-pikirkan. Direnung-renungkan. Kalau perlu
dikomunikasikan dan didiskusikan dengan guru kita, kiai kita, ustadz kita, gus
kita, bindere kita, habib kita, syeikh kita, dan seterusnya. Lantas
kemudian dibuat kesimpulannya. Kesimpulan itu pun, belum final. Sangat bisa
jadi ke depan bisa berubah. Karena ada pendapat dengan dalil yang lebih kuat. Begitu
seterusnya. Belajar sepanjang hayat.
Jadi, tidak terburu-buru mengatakan
Al-Qur’an itu global, Al-Qur’an itu umum, Al-Qur’an itu multi tafsir, dan
semisalnya. Tetapi ternyata kita belum menelusurinya. Dan ujug-ujug lari kepada
Hadis-Hadis. Kemudian berkesimpulan sudah final. Sudah pasti benarnya. Sudah
mutlak benarnya.
Yang tidak sependapat, langsung
dituduh ngawur, sesat, bid’ah, wahabi, antek syi’ah, dan tuduhan-tuduhan
yang tidak sehat dalam dunia spiritual dan intelektual, serta tidak bertanggung
jawab. Tidak perlu menuduh-nuduh. Tidak perlu menyerang orangnya. Cukup serang
dan bantah argumen dan dalil-dalinya saja! Ini yang sehat dalam dunia spiritual
dan intelektual!! Mencerdaskan dan mencerahkan!!!
Berkali-kali saya jelaskan. Bahwa semua
rujukan doktrin Islam selain Qur’an, itu zhanniy. Semuanya hanya berdasar
dugaan. Jadi, kalau didapati sebuah kesimpulan terkait akidah, fikih, dan
seterusnya, dan ternyata tidak mencantumkan ayat Qur’annya, sebaiknya kita tidak
mudah menyalahkan Muslim yang lain. Sebab sangat memungkinkan, itu hanya
berhakim kepada selain Allah (QS.6:114).
Memang ada kaidah tafsir, bahwa
proses mengambil kesimpulan, itu dari khususnya sebab. Yakni memahami ayat-ayat
Qur’an dengan meninjau asbabun nuzul-nya. Ini konteks mikro, namanya. Tetapi
ingat, tidak semua ayat-ayat Qur’an, itu ada asbabun nuzul-nya. Hanya sekitar
sepertiga Qur’an saja yang terdapat asbabun nuzul-nya. Perlu juga ditinjau
konteks makronya, yaitu tentang budaya Arab terutama di sekitar abad ke-7 M
itu.
Dan ingat pula. Bahwa ada juga
kaidah tafsir: proses mengambil kesimpulan, itu dari keumuman lafaz. Al-‘ibrah
bi ‘umuum al-lafzh. Memang dari lafaz yang umum itulah, justru kita bisa
mengambil kesimpulan untuk masalah kita saat ini. Justru karena umum itulah,
membuat Qur’an bisa sesuai dengan segala tempat dan zaman ke masa depan. Dari keumuman
lafaz itulah, kita lantas bisa melakukan proses analogi. Karena Qur’an, itu
bukan hanya untuk kasus spesifik. Tetapi prinsip-prinsip Qur’an, memang bisa
untuk bermacam-macam kasus.
QS. Al-Nahl[16]: 89
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ
الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ
لِلْمُسْلِمِينَ
Dan KAMI TURUNKAN KEPADAMU AL-KITAB
(AL-QUR’AN) UNTUK MENJELASKAN SEGALA SESUATU dan petunjuk serta rahmat dan
kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
QS. Al-An’am[6]: 114
أَفَغَيْرَ اللَّهِ
أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ إِلَيْكُمُ الْكِتَابَ مُفَصَّلًا ۚ وَالَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ
يَعْلَمُونَ أَنَّهُ مُنَزَّلٌ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
Maka patutkah aku mencari HAKIM
SELAIN ALLAH? PADAHAL DIA-LAH YANG TELAH MENURUNKAN KITAB (AL-QUR’AN) KEPADAMU
DENGAN TERPERINCI. Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka,
mereka mengetahui bahwa Al-Qur’an itu diturunkan dari Tuhanmu dengan
sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.
QS. Al-An’am[6]: 153
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي
مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Ini adalah JALAN-KU YANG LURUS,
MAKA IKUTILAH DIA. DAN JANGANLAH KAMU MENGIKUTI JALAN-JALAN (YANG LAIN), KARENA
JALAN-JALAN ITU MENCERAI BERAIKAN KAMU DARI JALAN-NYA. Yang demikian itu
diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.
QS. Al-Zukhruf[43]: 36 – 37
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ
الرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
BARANGSIAPA YANG BERPALING DARI
PENGAJARAN TUHAN YANG MAHA PEMURAH (AL-QUR’AN), KAMI ADAKAN BAGINYA SETAN (YANG
MENYESATKAN). Maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.
وَإِنَّهُمْ
لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ
Dan sesungguhnya setan-setan itu
benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka MENYANGKA BAHWA
MEREKA MENDAPAT HIDAYAH.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
*Penulis Ayat-Ayat Kemenangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar