—Saiful Islam—
“Perempuan disebut tercipta dari
tulang rusuk Adam, itu ternyata terpengaruh oleh Bible…”
Zawj dengan
berbagai derivasinya makna dasarnya adalah individu yang berpasangan. Jadi
untuk menyebut individu. Personal. Perseorangan. Pribadi. Hanya saja seseorang
yang berpasangan. Statusnya berpasangan. Jika konteksnya laki-laki dan
perempuan, maka keduanya saling berpasangan. Bentuk berpasangannya itu bisa
suami istri—karenanya sudah harus berakad nikah. Bisa juga masih calon. ‘Bekal’
istilah orang Madura. Atau masih tunangan.
Jomblo dan single
itu juga dua kata yang sering digunakan untuk menunjuk orang yang sendirian.
Individu. Personal. Jadi sama dengan zawj? Keduanya memang sama-sama
berarti individu. Tapi ada bedanya. Yaitu jomblo atau single itu
individu yang tidak berpasangan dalam konteks hubungan cinta laki-laki dan
perempuan. Kalau zawj itu individu yang sudah memiliki kekasih. Dalam
konteks yang umum, zawj itu kata sifat untuk apa pun yang dianggap
berpasangan.
Di dalam Qur’an, baik laki-laki
yang berpasangan maupun perempuan yang berpasangan, masing-masingnya disebut zawj.
Yang laki-laki disebut zawj. Yang perempuannya juga disebut zawj.
Yakni kata zawj itu tetap dalam bentuk maskulin (muannats) baik
untuk laki-laki maupun perempuan. Tidak ada dalam Qur’an bentuk femininnya (zawjah).
Begitu juga tidak ditemukan kata tazawwaja yang sering diterjemahkan
kawin. Dan kawin sendiri itu memang bukan kata Arab.
Sekali lagi. Nikah itu sudah pasti
berpasangan. Tapi kalau berpasangan, belum tentu nikah. Sebab ingat. Nikah itu
titik tekannya adalah akad. Alias persetujuan. Perjanjian. Kontrak atau
kesepakatan yang amat sangat kokoh antara kedua belah pihak. Khususnya kedua
mempelai—calon pengantin laki-laki dan perempuan. Sedangkan zawj ini,
hanya sekadar status bahwa seseorang telah memiliki pasangan. Orang bisa
menyebutnya tunangan, kekasih, pacar, berteman, berkawan, dan semisalnya.
Zawj itu netral.
Ia bisa untuk menyifati laki-laki. Juga bisa untuk perempuan. Makanya, saya
sempat tercekat ketika menelusuri kata zawj ini dalam Qur’an. Ingatan
saya langsung tertuju pada pemahaman umum. Bahwa manusia pertama yang
diciptakan Allah adalah laki-laki. Yakni Adam. Kemudian dari tulang rusuk Adam,
Allah ciptakan perempuan yang menjadi pasangan Adam. Yakni Hawa.
Pemahaman asal kejadian perempuan
adalah dari tulang rusuk laki-laki, ini agaknya berdampak pada pemahaman
lanjutannya. Yakni perempuan dianggap makhluk nomer dua setelah laki-laki.
Dengan kata lain, laki-laki selalu lebih hebat dan lebih unggul dari perempuan.
Perempuan hanya dianggap sebagai alat pemuas nafsu laki-laki. Laki-laki bebas
menikahi beberapa perempuan walau karena syahwat. Urusan perempuan hanya kasur,
dapur, sumur.
Perempuan dianggap layaknya barang.
Yang dengan seenaknya bisa diperjual belikan. Human trafficking. Yang
setelah puas, bisa ditinggal begitu saja. Prostitusi. Atau dikontrak untuk
berhubungan seksual. Dengan bayaran tertentu. Yang setelah waktu kontraknya
habis, bisa ditinggal begitu saja. Bagaimana kalau hamil? Tidak mau tahu. Nggak
ngoros. Kalau perlu digugurkan saja. Alias bayi mungil tak berdosa itu
dibunuh. Dihabisi. Dibantai. Inilah perbudakan modern. Bahkan lebih parah,
lebih sadis, lebih kejam, dari perbinatangan.
Siapa pun. Baik laki-laki maupun
perempuan. Kalau alam bawah sadarnya terus-terusan ditekan, jebol juga
pertahanan dirinya. Cepat atau lambat, ia akan membenarkan, bahwa dirinya
makhluk nomor dua. Pasti kalah dalam bidang apa pun kalau dibanding laki-laki.
Lantas tidak ada upaya baginya untuk bersaing meraih prestasi spiritual,
sosial, ekonomi, akademik, budaya, dan lain seterusnya.
“Oiya. Perempuan memang kelas dua.
Perempuan memang hanya untuk mengurus anak-anak. Di rumah. Urusan kami memang
hanya masak, macak, manak. Sumur, kasur, dapur. Tidak perlu sekolah,” katanya.
Lihat juga para orang tuanya ketika ditanya kenapa anak-anak perempuan mereka
tidak disekolahkan. Lekas sekali mereka menjawab, “Percuma, Mas. Sekolah
tinggi-tinggi. Lulus hanya jadi ibu rumah tangga di rumah.”
Padahal anak-anak itu dekat sekali
dengan ibunya. Tentu saja anak-anak yang diasuh oleh ibu-ibu yang berilmu akan
melahirkan generasi yang lebih berkualitas dibanding anak-anak yang diasuh oleh
para ibu yang sebaliknya. Ibu-ibu yang cerdas spiritualnya, emosionalnya,
intelektualnya, serta indah akhlaknya, akan melahirkan anak-anak yang super
amazing. Qur’an menyuruh agar orang tua mengupayakan keturunan mereka
menjadi generasi ungggul (QS.4:9). “Tidak sama antara yang berilmu dan yang
tidak,” kata (QS. 39:9 dan QS.35:19-20).
Berikut inilah ayat-ayat yang
sering dibuat untuk menomerduakan kaum perempuan. Benarkah perempuan tercipta
dari tulang rusuk Adam? Sehingga banyak meme menggelikan tentang tulang rusuk
itu yang beredar?
QS. Al-Nisa’[4]:1
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا
زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ
بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا
Hai sekalian manusia. Bertakwalah
kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri. Dan dari padanya,
Allah menciptakan isterinya. Dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain. Dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Nafs waahidah yang berarti
diri yang satu ini juga bisa dilihat QS. Al-An’am[6]: 98, QS. Al-Zumar[39]: 6,
dan QS. Lukman[31]: 28. Rata-rata semuanya diartikan sebagai Adam. Padahal itu
belum final. Masih ada lagi kata nafs waahidah di ayat berikut ini. Yang
bisa membuat pemahaman kita 180 derajat berubah. Bahwa manusia pertama yang
diciptakan Allah, sangat bisa jadi ternyata adalah perempuan!
QS. Al-A’raf[7]: 189
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ
مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا ۖ فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلًا خَفِيفًا
فَمَرَّتْ بِهِ ۖ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا
اللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ
Dialah yang menciptakan kamu dari
diri yang satu. Dan dari padanya Dia menciptakan pasangannya. Agar ia merasa
tentram kepadanya. Maka setelah dicampurinya (seks), ia mengandung kandungan
yang ringan. Dan teruslah ia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala ia
merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya
berkata: “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami
termasuk orang-orang yang bersyukur.”
Padahal nafs waahidah pada
ayat-ayat tersebut, jelas sekali itu adalah perempuan. Waahidah (kata
sifat feminin atau muannats). Bukan waahid (mudzakkar). Tidak
matching kalau diterjemahkan Adam. Indikasi yang lain bahwa perempuan
dulu yang diciptakan adalah kata zawj, liyaskuna, dan ilaiha.
Dialah yang menciptakan kamu dari
diri yang satu (yakni perempuan). Dan dari padanya (sama
jenisnya) Dia menciptakan pasangannya (zawj-nya, yakni Adam).
Agar ia (Adam) merasa tentram kepadanya. Zawj saya artikan
Adam. Sebab jelas itu adalah dhomir (pronoun orang ketiga tunggal—huwa
atau he) kata liyaskuna (agar dia menjadi tentram). Sedangkan ilaiha
(kepadanya), jelas sekali ‘nya’ di situ merujuk kepada perempuan. Sebab
menggunakan dhomir ‘haa’.
Tidak pernah ada informasi dalam
Qur’an bahwa Adam adalah manusia pertama. Catat itu. Qur’an juga tidak pernah
menyebut bahwa Hawa tercipta dari tulang rusuk Adam. Tidak ada itu.
Tak kalah pentingnya untuk dicatat adalah
ini. Perempuan (istrinya Adam) diciptakan dari tulang rusuk Adam, jelas-jelas
ini adalah keyakinan Bible. Disebutkan dalam Kitab Kejadian, pasal 2 ayat 21-24.
Sebagai berikut.
(2:21) Lalu TUHAN
Allah membuat manusia itu tidur nyenyak. Ketika ia tidur, TUHAN Allah
mengambil salah satu rusuk dari padanya. Lalu menutup tempat itu dengan
daging. (2:22) DAN
DARI RUSUK YANG DIAMBIL TUHAN ALLAH DARI MANUSIA ITU, DIBANGUN-NYA LAH
SEORANG PEREMPUAN. Lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. (2:23) Lalu
berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari
dagingku. IA AKAN DINAMAI PEREMPUAN, SEBAB IA DIAMBIL DARI
LAKI-LAKI." (2:24) Sebab
itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar