—Saiful Islam—
“Bapak disebut wali anak perempuannya,
karena sebelum anaknya itu menikah, statusnya masih milik bapaknya…”
Disebutkan dalam Lisan al-Arab.
Ketika Al-Mundziriy mengomentari kata maalik pada QS.1:4. Bahwa setiap
orang yang memiliki disebut maalik.
Al-mulk berarti
kekuasaan. Mulk-nya Allah dan malakuut-Nya adalah kekuasaan dan
kebesaran-Nya. Dari Al-Lihyaniy bahwa jika dikatakan, “Li Fulaan malakuut
al-‘Irooq,” berarti kekuasaan dan kebesaran Iraq itu miliknya. Kata al-malakuut
itu dari kata al-mulk. Frase malakuut
al-‘Irooq bisa juga dengan redaksi malkuut al-‘Irooq.
Al-malk, al-malik, al-maliik, dan al-maalik,
semuanya berarti yang mempunyai kepemilikan. Muluuk adalah bentuk plural
(jamak) dari al-malk. Jamaknya al-malik adalah amlaak. Bentuk pluralnya
al-maliik adalah mulakaa’. Jamaknya al-maalik adalah mullak dan mulaak. Begitu juga
al-umluuk, itu adalah bentuk plural. Di sini juga disebut bahwa wilayah
kekuasaan itu disebut mamlakah.
Dia memilikinya, jika menggunakan
redaksi tamallakahu, maka artinya adalah dia memilikinya dengan paksa. Sedangkan
mallaka al-qowm fulaanan ‘ala anfusihim wa amlakuuh, ini berarti sebuah
kaum atau masyarakat yang mengangkat seseorang menjadi pemimpin mereka. Yakni mallaka
dan amlaka yang berarti menjadikannya pemimpin. Ini dari Al-Lihyaniy. Fulan
yang dijadikan pemimpin itu disebut mumallak, sebagaimana kata
Al-Farazdaq.
Ada sebagian pendapat menyebut
bahwa al-malik dan al-maliik, itu untuk Allah dan yang lain.
Sedangkan al-malk, itu hanya untuk selain Allah. Orang yang menguasai
sebuah wilayah atau negara misalnya, itu disebut al-malik. Ia memiliki malk.
Bentuk jamaknya adalah muluuk dan amlaak.
Selain itu, al-malk juga
bisa berarti harta yang dikuasai. Juga bisa berarti semacam kontrol kepada para
karyawan atau petani di bawah kuasanya.
Al-malakah berarti
kekuasaanmu. Sedangkan al-mamlakah adalah kekuasaan pemimpin (raja, presiden,
gubernur, dan semisalnya) di dalam kepemimpinannya itu. Dikatakan, lama masa
memerintahnya (thoolat mamlakatuh), pemerintahannya buruk (saa’at
mamlakatuh), dan baik pemerintahannya (hasunat mamlakatuh). Jika dikatakan
‘azhuma milkuh, itu berarti banyak kepemilikannya.
Menurut Ibnu Sidah, al-malk, al-mulk,
dan al-milk, itu berarti kandungan sesuatu dan kekuasaan untuk
sewenang-wenang. Mashdar dari kata malaka yamlik adalah malkan,
milkan, mulkan, dan tamallukan. Yang terakhir ini dari Al-Lihyaniy
saja. Selain dia tidak ada yang meriwayatkan. Begitu juga malakah, mamlakah,
mamlukah, dan mamlikah.
Redaksi maa lahu malk, milk,
mulk, dan muluk, yakni sesuatu yang dimiliki oleh seseorang. Ini semua
dari Al-Lihyaniy. Dan dikisahkan dari Al-Kisaa’iy kalimat: irhamuu haadza
al-syaykh alladziy laysa lahu mulk wa laa bashor (belas kasihilah orang tua
ini yang buta dan tidak punya apa-apa). Yakni orang tua itu tidak mempunyai
apa-apa. Ini menurut tafsir Al-Lihyaniy. Dan disalahkan oleh Ibnu Sidah.
Al-Azhariy juga mengisahkan bahwa maksudnya adalah orang tua itu tidak memiliki
apa pun.
Beberapa redaksi dari Ibnu al-A’robiy
dan Ibnu Buzurj terkait kata milk yang konteksnya sumur, itu berarti
kepemilikan terhadap sumur itu. Atau pihak yang berhak untuk mengurus sumur
tersebut.
Di sini mulai muncul redaksi milkul
yamiiin. Jika disebutkan haadza milk yamiiniy wa malkuhaa (malk
yamiiniy), wa mulkuhaa (mulk yamiiniy), maka artinya adalah
aku memilikinya. Menurut Al-Jauhariy yang dibaca fathah (yakni malk
yamiiniy) itu lebih tepat.
Disebut dalam Hadis: Kaana
aakhir kalaamih al-sholaata wa maa malakat aymaanukum. Yang dimaksud adalah
berbuat baik kepada budak dan tidak memberatkannya. Ada juga yang
mengartikannya dengan membayar zakat dari harta yang dimilikinya.
Dari Tsa’lab ada redaksi wa a’thooniy
min malkih wa mulkih. Yakni seseorang memberiku sesuatu yang dia berkuasa
atasnya.
Menurut Ibnu Al-Sikkiit, al-malk
itu adalah sesuatu yang dimiliki. Lantas dikatakan, haadzaa malk yadiy
dan milk yadiy (milik tanganku). Jadi menurutnya, sama saja antara malk
dan milk. Yakni kepemilikan. Biasanya disebut maa min malkih syay’
atau maa min milkih syay’. Namun ada juga dari Ibnu Al-A’robiy redaksi maa
min milkatih syay’. Tapi yang dimaksud sama: kepemilikan.
Waliyy, kalau kita
menyebutnya wali, itu berarti yang kasih, kawan, sahabat, yang menolong, dan yang
berbuat kebaikan. Nah, malk al-waliy, atau milk al-waliy, atau mulk
al-waliy kepada perempuan, ini berarti yang berhak melarang perempuan itu
atau yang memiliki perempuan tersebut. Bapak disebut wali anak perempuannya,
karena sebelum anaknya itu menikah, statusnya masih milik bapaknya.
Al-mamluuk adalah hamba.
Hamba disebut juga ‘abd al-mamlakah, ‘abd al-mamlukah, atau ‘abd
al-mamlikah. Yang terakhir ini dari Ibnu Al-A’robiy. Yaitu ketika dimiliki
dan tidak dimiliki oleh kedua orang tuanya. Di dalam Al-Tahdzib, yaitu
orang yang ditawan yang tidak dimiliki lagi oleh kedua orang tuanya. Ibnu Sidah
pernah berkata: Nahnu ‘abiid mamlakah laa qinn. Maksudnya kami telah
ditawan, sebelumnya kami tidak dimiliki siapa pun.
Jika dikatakan, hum ‘abiid
mamlakah, maka berarti seseorang telah mengalahkan mereka. Lantas mereka
diperbudak. Sebelum dikalahkan itu, mereka adalah orang-orang merdeka. Istilah al-‘abd
al-qinn itu berarti budak yang dimiliki oleh seorang anak dan bapaknya. Menurut
satu pendapat, al-qinn itu untuk menyebut budak yang dijual.
Ibnu Manzhur panjang lebar
mendeskripsikan kata malaka, ini. Jadi ini saya ceritakan sebagian dulu.
Semoga bermanfaat. Bersambung,
insya Allah…
Waloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar