Minggu, 27 Oktober 2019

MENYOROT MILKUL YAMIN (2)


—Saiful Islam—

“Orang yang memiliki sesuatu, sejatinya membuat yang dimilikinya itu semakin naik kualitasnya...”

Disebutkan di dalam Hadis. Al-Asy’ats bin Qoys berbantah-bantahan dengan penduduk (Kristen) Najran di depan Umar. Tentang status budak mereka. Di masa Jahiliyah, Al-Asy’ats telah memperbudak mereka. Setelah mereka masuk Islam, mereka menolak perbudakan itu. Lantas berkata kepada Umar, “Wahai amirul Mukminin. Kami memang pernah menjadi ‘abiid mamlakah. Tapi bukan ‘abiid qinn.”

Al-mamlakah atau al-mamlukah di situ berarti Al-Asy’ats telah memerangi dan mengalahkan penduduk Najran tersebut. Kemudian ia memperbudak mereka. Asalnya mereka adalah orang-orang merdeka. Mamlakatuhum atau mamlikatuhum al-naas, itu berarti kepemilikan seseorang kepada yang lain. Jika disebut thoola milkuh, mulkuh, malkuh, malakatuh (panjang milk-nya), maka maksudnya adalah panjang masa perbudakannya. Ini dari Al-Lihyaniy.

Juga dari Al-Lihyaniy, ditemukan redaksi hasan al-milkah, dan hasan al-milk. Ia juga menetapkan redaksi al-malakah dan al-muluukah untuk al-milk ini. Disebutkan dalam Hadis: sayyi’ al-malakah tidak akan masuk surga. Sayyi’ al-malakah di sini berarti orang yang komunikasi dan interaksinya buruk kepada budaknya. Semacam jahat kepada budaknya. Maksudnya, orang yang jahat kepada budaknya, tidak akan masuk surga. Sebaliknya adalah hasan al-malakah. Hadis menyebut hasan al-malakah dengan namaa’. Yakni orang yang melakukan peningkatan.

Tamaalak ‘an syay’ itu artinya adalah menguasai atau mengontrol dirinya. Hadis menyebut: Amlik ‘alaik lisaanak (kontrol lisanmu). Ia tidak punya milaak, berarti ia tidak bisa mengontrol dirinya. Adam itu disebut makhluk yang tidak yatamaalak. Pada saat itu dia tidak bisa mengontrol atau mengendalikan dirinya. Orang yang sembrono, tergesa-gesa, gegabah, dan ceroboh disebut orang yang tidak yatamaalak.

Milaak atau malaak al-amr adalah intinya urusan dan kemanfaatannya. Disebutkan dalam Al-Tahdzib bahwa milaak-nya urusan, itu adalah sesuatu yang disandarkan kepadanya. Catat ini: malaak al-amr atau milaak al-amr (malaak atau milaak-nya urusan), itu berarti sesuatu yang membuat urusan menjadi kokoh! Maa yaquum bih.

Maksud saya begini. Milkul yamiin. Dari kata malaka atau memiliki, saya terkesan bahwa di dalam kata ‘memiliki’, itu mengandung arti sesuatu yang semakin berkualitas. Dengan kata lain, ketika seseorang memiliki sesuatu, maka sesuatu yang dimilikinya itu kualitasnya naik. Semakin bagus. Semakin baik. Semakin meningkat. Orang yang memiliki sesuatu, sejatinya membuat sesuatu tersebut terawat, terpelihara, terjaga, dan terlindungi. Bukan malah menjadi turun kualitasnya, semakin buruk, atau semakin hancur.

Jadi dari pemahaman kosa kata saja, kita mendapatkan gambaran itu dari kata malaka itu sendiri. Rasanya begitu juga prinsipnya ketika seseorang memiliki budak. Dari kata malaka itu, mestinya budak yang dimilikinya semakin baik di semua bidangnya. Ekonomi, sosial, politik, pendidikan, dan seterusnya. Bukan malah semakin rusak. Seakan-akan ketika Qur’an menyebut maa makalat aymaanuhum misalnya dalam QS.23.6. Itu berarti budak yang dijaga, dipelihara, dan dilindungi.

Selanjutnya. Disebutkan dalam Hadis bahwa milaak agama Islam adalah wara’ (alim, takwa, saleh). Al-milaak atau al-malaak merupakan pondasi sesuatu, aturan-aturan atau hukumnya, serta sesuatu yang disandarkan kepadanya. Lagi-lagi di sini, kita menemukan kesan kata malaka itu artinya hal yang positif. Untuk maksud yang baik.

Ini catat juga. Disebutkan bahwa al-imlaak itu adalah al-tazwiij. Yakni nikah. Seorang laki-laki yang telah menikah disebut begini: qod malaka Fulaan yamlik malkan, mulkan, milkan. Juga maksudnya sama dengan redaksi berikut: Syahidnaa imlaak Fulaan, wa milaakah, wa malaakah (Kami telah menyaksikan imlaak-nya Fulan). Dua yang terakhir ini dari Al-Lihyaniy. Yakni akad nikahnya Fulan dengan perempuannya (istrinya).

Ketika disebutkan, amlakahu iyaahaa hattaa malakahaa yamlikuhaa mulkan, wa malkan, wa milkan. Yang dimaksud adalah menikahkan seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Ini dari Al-Lihyaniy. Begitu juga dengan bentuk kalimat pasifnya. Umlika Fulaan. Yakni Fulan dinikahkan dengan seorang perempuan. Ini juga dari Al-Lihyaniy. Redaksi berikut juga sama maksudnya: Wa qod amlaknaa Fulaanan Fulaanah idzaa zawaajnaahu iyaahaa. Redaksi yang tepat adalah imlaakih. Bukan milaakih.

Disebutkan dalam Hadis: “Siapa yang menyaksikan milaak-nya seorang Muslim,” sebagaimana dikutip oleh Ibnu al-Atsir. Menurutnya, al-milaak dan al-imlaak itu adalah al-tazwiij (perjodohan) dan akad nikah. Menurut Al-Jauhariy, dalam konteks perjodohan ini, tidak boleh menggunakan redaksi milaak, malak bihaa, dan umlik bihaa. Redaksi malaktu al-mar’ah, berarti aku telah menikahi perempuan itu.

Nah. Tiga paragraf terakhir di atas, jelas-jelas menunjukkan kepada kita. Bahwa dalam konteks perjodohan atau seks, konotasi kata malaka adalah menikah. Ingat. Bahkan ini baru analisis kosa katanya. Al-Raghib al-Asfahaniy dalam Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, sebagaimana yang sudah saya ceritakan, pun mencantumkan makna ini. Analisis ayat-ayat Qur’annya, juga saya ceritakan. Bahwa dalam konteks milkul yamin, harus dan wajib menikah dulu sebelum seks dengan budak.

Ketika induk unta diikuti oleh anaknya, maka induk unta itu disebut milaak-nya. Anak unta itu sudah mempunyai kekuatan untuk mengikutinya. Ini dari Ibnu al-A’robiy. Malk, milk, atau mulk-nya jalan, maka itu berarti tengah-tengahnya jalan dan bagian jalan yang paling lebar. Dan menurut satu pendapat, itu berarti batasnya (tepinya) jalan. Ini dari Al-Lihyaniy. Begitu juga pengertian malk, milk, atau mulk-nya lembah. Ini pun dari Al-Lihyaniy.

Muluk al-daabbah (muluk-nya binatang yang bergerak) adalah sesuatu yang membuatnya tegak dan membuatnya dapat petunjuk (tahu). Ibnu Sidah berkata, “Aku mempertimbangkan apa yang diceritakan oleh Al-Lihyaniy dari Al-Kisa’iy dari ucapan Al-A’robiy: Kasihilah orang tua ini yang tidak punya muluk dan penglihatan. Yakni tidak punya dua tangan, dua kaki, dan penglihatan. Muluk di sini aslinya untuk binatang yang bergerak. Kemudian dipakai untuk orang tua sebagai majas (isti’arah).

Selanjutnya Ibnu Manzhur dari kata malaka ini bercerita tentang nama suatu komunitas masyarakat, malaikat, nama-nama orang, julukan, dan seterusnya.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Waloohu a’lam bishshowaab. Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...