Rabu, 09 Oktober 2019

MENCARI SEKS BEBAS


—Saiful Islam—

“Tidak sedikit laki-laki saleh yang punya prinsip dalam hidupnya. Yang bisa mengendalikan nafsu kebinatangannya dengan Qur’an dan akal sehat...”

Kali ini saya akan bercerita tentang dampak logis seks di luar nikah.

Tidak ada jaminan akan menikah. Beberapa perempuan mengira bahwa seks sebelum menikah agar membuat hubungannya dengan pasangannya itu semakin komitmen. Berlanjut ke jenjang pernikahan. Mereka menduga seks adalah cara untuk mengikat pasangannya supaya tidak mencari perempuan lain. Supaya si laki-laki lebih dan semakin fokus pada dirinya.

Sejatinya itu anggapan salah. Dugaan keliru. Tidak ada jaminan si laki-laki akan bertanggung jawab. Sudah saya ceritakan sebelumnya. Bahwa pada dasarnya, semua laki-laki itu menginginkan lebih dari partner seks. Alias banyak perempuan tak terbatas untuk melampiaskan hasrat seks yang dipengaruhi oleh hormon testoteron yang melimpah itu.

Kalau masih pacaran yang tanpa ikatan apa-apa saja, si laki-laki mudah dan berani melakukan seks dengan perempuan, maka sangat berpotensi dia juga akan gampangan seks dengan perempuan lain. Nah, di antara banyak parner seksnya itu, tentu saja ketika dia memutuskan menikah dengan satu di antara mereka, pastinya akan banyak perempuan mantan parner seksnya yang menjadi korban.

Kalaupun kemudian menikah, tentu saja sangat besar kemungkinannya dia akan melampiaskan hasrat seksualnya kepada perempuan lain. Mungkin yang secara fisik, lebih menggitar spanyol, lebih muda, lebih segar, lebih enerjik, dan lebih simbol-simbol lain yang membuat perempuan disebut cantik. Meski pun di rumah sudah punya istri. Alangkah rapuhnya hubungan yang demikian. Pastilah tidak ada itu yang namanya kesetiaan yang sakral.

Kalau laki-laki membangun hubungan hanya karena seks, saya kira itu banyak. Manusiawi hampir semua laki-laki seperti itu. Kalau saja tidak ada aturan agama dan negara, pokoknya laki-laki itu hanyalah pejantan. Tak ada bedanya dengan kucing. Namun, rasanya ini tidak bagi perempuan. Saya kira semua perempuan mendambakan memiliki suami yang satu-satunya untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Bersama anak-anak yang lucu-lucu yang penuh cinta, kasih, dan sayang.

Kalau pun ada perempuan yang mau seks dengan banyak laki-laki, biasanya itu adalah perempuan yang lemah. Baik secara ekonomi, dan terutama secara pendidikan dan moral. Lantas dia menyerah. Menjual dirinya. Dengan uang receh. Nilai-nilai kemanusiaannya menjadi sangat rendah. Murahan. Karena memang bisa dibeli dengan uang. Layaknya barang. Setiap laki-laki yang mau dan mampu membayar, bisa menikmatinya. Pastinya hidupnya akan banyak problem nantinya.

Menikah terlalu muda. Si perempuan hamil. Kemudian keluarga menuntut si laki-laki. Maka si laki-laki ini pasti merasa terpaksa menikahinya. Karena takut dipenjara. Jadi bukan berdasar cinta dan kesadaran. Terjadilah nikah terlalu dini. Padahal urusan rumah tangga itu, bukan hanya urusan seks.

Tujuan nikah memang bukan hanya seks. Bahkan seks itu bagian kecil dari sebuah rumah tangga. Yang lebih berat dari pernikahan itu adalah tanggung jawab. Baik laki-lakinya, maupun perempuannya. Misalnya tanggung jawab mencari nafkah bagi yang laki-laki. Tanggung jawab merawat dan mendidik anak-anak. Tanggung jawab merawat tempat tinggal. Dan lain seterusnya.

Bisa dibayangkan kalau baik laki-lakinya maupun perempuannya masih di bawah 18 tahun misalnya. Belum matang untuk semuanya. Terutama psikologisnya. Masih ABG labil (ababil). Rentan bercerai. Dan mengalami masalah-masalah sosial yang lain. Meskipun secara fisik mungkin kebetulan bongsor. Sudah besar. Namun yang lebih menentukan langgeng dan broken-nya pernikahan, itu saya rasa adalah faktor emosional, intelektual, dan spiritualnya.

Sangat beresiko tertular penyakit HIV/AIDS. Ini adalah virus mematikan yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Penularannya paling cepat melalui hubungan kelamin—yakni seks, jarum suntik yang tak steril, dan air susu ibu (ASI). Saya pernah mewawancari langsung suami istri yang dua-duanya positif HIV/AIDS ini. Saya selidiki dengan beberapa pertanyaan, ternyata si suami mengaku memang suka beli PSK. Padahal di rumah sudah ada istri yang cantik. Akhirnya istrinya pun tertimpa nasib sial—yaitu tertular HIV/AIDS juga dari suaminya itu.

Jadi, seks bebas itu akan menguatkan rantai penularan penyakit HIV/AIDS. Bentuknya bukan hanya berupa prostitusi. Tapi juga bisa perkosaan, suka sama suka seperti pacaran, perselingkuhan, sex party, dan lain semisalnya.

Melahirkan anak yang tak diinginkan. Sepasang laki-laki yang seks di luar nikah. Sangat bisa jadi, setelah seks itu si perempuan hamil. Tentu saja, kehamilan itu tidak dikehendaki oleh keduanya. Atau salah satunya. Karena takut seks di luar nikah itu diketahui oleh keluarga, saudara, tetangga, sampai teman-temannya. Panik. Akhirnya aborsi. Alias membunuh bayinya. Ini bukan hanya dikritik oleh Qur’an, bahkan naluri manusiawi saja, itu pasti sudah paham bahwa membunuh anak tanpa dosa itu adalah perbuatan yang jelas-jelas salah. Kriminal menurut kaca mata hukum. Keduanya bisa menghabiskan sebagian umurnya di dalam penjara.

Ketergantungan secara emosional. Seks memang akan membuat seseorang—terutama perempuan menjadi ketergantungan secara emosional kepada pasangannya. Bagi perempuan, pengalaman berhubungan intim dengan seorang laki-laki yang awalnya karena cinta, akan selalu menghantui pikirannya. Waktu pelajaran, ingat dia. Waktu bekerja, ingat dia. Apalagi waktu sendiri. Dengan kata lain, ini akan membuat perempuan itu tidak fokus pada apa yang sedang dikerjakannya. Konsentrasinya pecah. Pekerjaan dan hidupnya amburadul.

Belum lagi, hubungan seks di luar nikah itu akan membuat seseorang kecanduan. Setiap kali bertemu dengan pacarnya, yang diingat pasti seks. Tidak afdhol rasanya kalau tidak seks. Terutama si laki-lakinya. Karena memang sekali lagi. Manusia itu adalah binatang yang berakal. Jika akalnya tidak digunakan, maka terutama pejantan, akan dikendalikan oleh hormon testoteronnya itu. Id-nya istilah Freud. Dia bisa melampiaskan hasrat seksnya itu kapan saja. Sewaktu-waktu ada kesempatan, langsung beraksi.

Gampang curiga dan khawatir pada pasangan. Bukan hanya sebelum menikah. Bahkan kalau pasangan yang seks di luar nikah, itu pun lantas sampai menikah dengan alasan apa pun. Sebab, baik laki-lakinya, maupun perempuannya sudah sama-sama tahu. Bahwa pasangannya itu tidak punya prinsip apa pun sehingga bisa saja dan mau saja berhubungan seks tanpa ikatan pernikahan. Memang. Orang kalau sudah gampangan seks sebelum menikah, pasti dia juga akan gampangan seks dengan orang lain, meskipun di rumah sudah ada istri.

Pastinya ketika suami bekerja di luar rumah misalnya. Si suami curiga dan khawatir, “Jangan-jangan istriku digoda laki-laki lain di rumah.” Atau si istri membayangkan, “Jangan-jangan suamiku tertarik dengan teman kantornya.”

Bila putus, merasa bersalah dan takut. Terutama bagi perempuannya. Wajar kalau ternyata putus, perempuan ini merasa bersalah dan takut. Sebab memang. Tidak sedikit laki-laki saleh yang punya prinsip dalam hidupnya. Yang menjaga kesuciannya. Yang bisa mengendalikan nafsu kebinatangannya dengan Qur’an dan akal sehat. Yang hanya mau seks dengan pasangan halalnya setelah akad nikah.

Tentu saja, perempuan tadi akan merasa takut tidak laku menikah dengan laki-laki baik yang memang bertanggung jawab. Ia juga akan merasa bersalah kalau ternyata bersuami laki-laki yang baik, yang setelah menikah ternyata laki-laki ini tahu bahwa istrinya sudah second. Tentu saja, hubungannya dengan laki-laki yang saleh itu sangat rentan bercerai. Entah karena kecewa atau karena yang lain. Apalagi belum memiliki keturunan.

Jadi kesimpulannya, seks di luar nikah atau seks bebas, menurut sunnatullah, itu berdampak buruk dan merugikan. Baik secara personal. Yakni mudarat fisik dan pskisis. Maupun secara sosial. Yakni merusak rumah tangga orang lain. Serta istri/suami dan anak-anak yang menjadi korban. Jika dibiarkan, masyakarat luaslah yang pada akhirnya ikut menjadi korban. Maka sebaiknya kita jaga bersama. Kita peduli.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...