—Saiful Islam—
“Belum pernah ada seorang laki-laki
pun yang menyentuhku. Dan bukan pula aku seorang pelacur…”
Yang jelas, zina itu perbuatan
salah. Dan dosa. Bahkan zina itu disejajarkan dengan syirik dan pembunuhan
(QS.25:86).
Sekali lagi. Zina itu tubaaghiy.
Atau baghyan. Yang jelas, al-baghy, adalah sesuatu yang
terlarang. Bahkan digolongkan dengan kekejian dan kemungkaran. Dan dilawankan
dengan yang diperintah: keadilan, kebaikan, dan memberi kerabat (QS.16:90).
Memang kata baghoo yang bermakna
negatif itu bisa umum. Seperti zalim, aniaya, menyimpang, jahat dan seterusnya.
Diceritakan misalnya pada QS.2:90; 10: 90; 42:14; 45:17; 2:173; 3:19; 6:146; 10:23;
28:76; 38:22 dan 24; QS.42:27; dan QS.49: 9. Meski begitu, ada kata baghoo
ini yang khusus bermakna seks tidak sah. Atau seks menyimpang. Kita bisa tahu
dari konteks kalimatnya.
Kata baghoo yang terkait
dengan zina atau seks disebut dalam ayat berikut. Bahwa tubaaghiy itu
berarti melacur. Lebih pasnya para perempuan yang dijual oleh germo. Dieksploitasi
oleh mucikari. Human trafficking. Para perempuan ini dijual oleh si
germo kepada para lelaki hidung belang yang matanya selalu ke ranjang. Si germo
mendapatkan profit sharing darinya.
QS. Al-Nur[24]: 33
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ
لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَالَّذِينَ يَبْتَغُونَ الْكِتَابَ مِمَّا
مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْرًا ۖ وَآتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي آتَاكُمْ
ۚ وَلَا تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ
إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِتَبْتَغُوا عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَمَنْ يُكْرِهْهُنَّ فَإِنَّ اللَّهَ مِنْ
بَعْدِ إِكْرَاهِهِنَّ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan orang-orang yang tidak mampu
menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka
dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian,
hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan
pada mereka. Dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang
dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak perempuanmu
untuk melakukan PELACURAN, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, KARENA
KAMU HENDAK MENCARI KEUNTUNGAN DUNIAWI. Dan barangsiapa yang memaksa mereka,
maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada
mereka) sesudah mereka dipaksa itu.
Para pelacur itu memang diampuni
meskipun melacur. Sebab dipaksa. Jadi mereka terpaksa melacur. Maka mafhum
mukhalafah-nya adalah melacur tidak terpaksa. Sehingga melacur yang tidak
tidak ada paksaan, itu tidak diampuni
Allah. Allah tidak menyayanginya. Jadi asalnya pelacuran itu haram. Kecuali dipaksa,
maka menjadi halal. Sama, misalnya makan babi, itu haram. Tapi kalau terpaksa,
seperti tersesat di hutan yang tidak ada makanan lain kecuali babi, maka babi
menjadi halal di makan.
Jika di Surabaya, mungkin seperti
praktik pelacuran di Lokalisasi Dolly, Moroseneng, Bangunsari, dan semisalnya.
Tentang dunia pelacuran Surabaya ini, kalian bisa baca buku menarik Agama
Pelacur: Dramaturgi Transendental hasil penelitian Prof. Dr. Nur Syam,
M.Si. beserta timnya. Cukup detail dideskripsikan dunia kupu-kupu malam itu.
Baik penelitian pustaka maupun penelitian lapangannya.
Sedangkan pada ayat di bawah ini,
menggambarkan respon Maryam terhadap kabar Jibril. Bahwa dirinya akan
dianugerai anak laki-laki. Maryam menyangkal bahwa dirinya akan punya anak
laki-laki. Yakni Isa AS. Sebab dirinya memang belum pernah seks dengan seorang
laki-laki pun. Ia juga bukan perempuan yang menjual dirinya dalam prostitusi. Tidak
masuk akal kalau ia akan hamil lantas melahirkan anak laki-laki.
QS. Maryam[19]: 20
قَالَتْ أَنَّىٰ يَكُونُ
لِي غُلَامٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ بَغِيًّا
Maryam berkata: "Bagaimana
akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun
‘MENYENTUHKU’. Dan aku bukan (pula) seorang PEZINA!"
Untuk mengetahui konteks kisahnya
lebih lengkap, bisa dibaca QS. Maryam ini dari ayat 16.
Baghiyyan di ayat
tersebut jelas maknanya adalah pelacuran. Ini adalah ungkapan Maryam bahwa tidak
mungkin dia akan punya anak. Sebab ia tidak pernah seks dengan seorang pun. Tidak
mungkin akan punya anak tanpa seks dengan laki-laki. Ia pun bukan pezina yang
sembarangan seks dengan laki-laki mana pun yang bisa membayar. Seperti yang
terjadi di lokalisasi. Ia bukan pelacur. Karenanya, ia memastikan bahwa tidak
mungkin ia hamil seorang anak.
Setelah berselangnya waktu, Maryam
memang benar-benar hamil. Dan melahirkan putranya, Isa AS. Tampaknya kelahiran
anak itu tidak diketahui oleh para tetangga Maryam. Sehingga mereka kaget
ketika Maryam datang dengan membawa anak laki-laki itu. Mereka menuduh Maryam
telah melakukan seks dengan seorang laki-laki secara tidak sah. Bahkan terkesan,
mereka menuduh Maryam telah berzina. Yakni sebuah hubungan seks yang bahkan pada
saat di awal-awal tahun Masehi, itu sudah dianggap menyimpang.
QS. Maryam[19]: 28
يَا أُخْتَ هَارُونَ مَا
كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا
“Hai saudara perempuan Harun. Ayahmu
sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang PEZINA.”
Kisah mulai hamilnya Maryam,
melahirkan anak laki-lakinya itu, sampai datang berdua kepada kaumnya itu, bisa
dibaca pada ayat sebelumnya: QS. Maryam[19]: 22-27. Jadi dengan ayat-ayat di
atas, sebenarnya sudah jelas. Bahwa zina itu memang seks (laki-laki) dengan
perempuan tanpa akad syar’i. Atau jika dikatakan al-mar’ah tuzaaniy
(perempuan berzina), maka itu berarti perempuan melacur.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar