—Saiful Islam—
“Ternyata. Nikah sirri itu,
sekarang memang tidak sah…”
Jadi memang tidak boleh memahami
Qur’an itu sepotong-sepotong. Memahami Qur’an itu harus komprehensif. Sebisa
mungkin ditinjau ayat-ayat yang berkaitan dengan topik yang sedang dibahas.
Pengutipan yang sepotong-sepotong,
sering menghasilkan kesalahan yang fatal. Contohnya soal perjodohan atau seks
ini. Satu pihak melihatnya dari perpektif nikah saja. Atau direduksi lagi, soal
ini ditinjau dari segi fikih saja. Akhirnya, mengesahkan akad nikah yang sudah
terpenuhi syarat rukunnya: ijab kabul, mahar, wali, saksi, kedua mempelai.
Meskipun syarat rukun yang disetting. Diakali. Dan nikahnya pun kontrak.
Buktinya, tidak sedikit di
masyarakat sekarang yang mengesahkan nikah sirri. Gampangan menikahkan orang. Padahal
menurut saya, di dalam nikah sirri itu tidak ada ihshoon. Yakni
memperkokoh pihak perempuan. Sesuatu yang membuat pihak perempuan kuat.
Terutama secara hukum. Dan waris bagi si perempuan, dan apalagi anak-anaknya
kelak. Itulah kenapa sejak awal, saya tegaskan bahwa nikah sirri itu tidak sah.
Sedangkan kubu yang satunya lagi
melihatnya dari perspektif ihshoon saja. Lantas memisahkan akad nikah
dengan akad ihshoon. Dikiranya akad yang sah itu tidak hanya akad nikah.
Tapi bisa juga dengan akad ihshoon. Kesimpulannya jadinya ngawur:
membolehkan seks antara laki-laki dan perempuan tanpa akad nikah. Hanya
berdasar suka sama suka. Atau yang penting bayar. Yang perempuan dapat bayaran.
Ihshoon itu adalah
ruhnya nikah. Semacam niatan tulus untuk memperistri seorang perempuan. Atau
sebaliknya bagi perempuan, mempersuami seorang laki-laki. Niatan tulus karena
Allah untuk membangun rumah tangga. Dengan pernikahan yang ihshoon, ini
membuat perempuan dan laki-laki yang berpasangan itu menjadi semakin kokoh.
Semakin terhormat. Semakin terjaga dan terpelihara dari pelampiasan nafsu
seksual secara liar seperti kucing dan ayam.
Pihak yang membolehkan seks di luar
nikah jelas mengutip Qur’an itu hanya sepotong. Yaitu potongan QS.4:24. “Dihalalkan
bagi kalian selain yang demikian itu. Yaitu mencari perempuan dengan harta
kalian secara ihshoon. Setelah kalian menikmatinya (mencampurinya—seks
dengannya), berilah maharnya.” Kemudian dibayangkan seperti beli PSK di
lokalisasi. Setelah seks beberapa menit, lalu pergi. Atau kawin kontrak.
Setelah seks sebulan misalnya, lantas otomatis cerai. Kabur.
Tentu tidak begitu. Itu salah
total. Fatal. Kalau kita cermati ayat tersebut secara komprehensif, sebenarnya
berbicara tentang pernikahan. Bahwa ihshoon itu adalah ruh dari
pernikahan itu sendiri. Jelas-jelas kata ihshoon itu muncul setelah kata
nikah. Yaitu nikah yang secara ihshoon. Jadi nikah dan ihshoon,
itu memang dua hal yang berbeda. Tetapi tidak bisa dipisahkan. Nikah dan ihshoon
itu seperti jasad dan ruh. Beda, tak sama, tetapi tidak bisa dipisahkan.
Marilah kita cermati ayat-ayatnya.
*QS. Al-Nisa’[4]: 22 – 25*
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ
آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۚ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا
وَسَاءَ سَبِيلًا
22. Dan janganlah kalian MENIKAHI
para perempuan yang telah dinikahi oleh ayah kalian. Kecuali pada masa yang
telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan
seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ
أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ
وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ
وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ
اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ
لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ
أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ
الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
23. Diharamkan atas kalian
(MENIKAHI) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang
perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang
perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;
saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu
yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri—tetapi jika kamu
belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa
kamu menikahinya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu
(menantu); dan menghimpunkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara,
kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ
النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۖ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَٰلِكُمْ
أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ ۚ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ
فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ
الْفَرِيضَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
24. Dan (diharamkan juga kalian
MENIKAHI) perempuan yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki. (Allah
telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi
kamu selain yang demikian, (YAITU) MENCARI ISTERI-ISTERI DENGAN HARTAMU SECARA
IHSHOON, BUKAN UNTUK BERZINA. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati
(campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan
sempurna), sebagai suatu kewajiban. Dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap
sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
مِنْكُمْ طَوْلًا أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ مَا
مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ۚ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِكُمْ ۚ بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ ۚ فَانْكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ
وَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ مُحْصَنَاتٍ غَيْرَ مُسَافِحَاتٍ وَلَا
مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ ۚ فَإِذَا أُحْصِنَّ فَإِنْ أَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا
عَلَى الْمُحْصَنَاتِ مِنَ الْعَذَابِ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ ۚ وَأَنْ تَصْبِرُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
25. Dan barangsiapa diantara kamu
(orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk MENIKAHI perempuan
merdeka lagi beriman, ia boleh menikahi perempuan yang beriman, dari
budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu
adalah dari sebahagian yang lain. Karena itu NIKAHILAH mereka dengan seizin
tuan mereka. Dan berilah maskawin mereka menurut yang patut. PERLAKUKAN MEREKA
SECARA IHSHOON. Bukan zina dan bukan (pula) MENJADIKANMU SEBAGAI GUNDIK. Dan
apabila mereka TELAH DI-IHSHOON-KAN, kemudian mereka melakukan perbuatan yang
keji (zina), maka atas mereka separuh hukuman dari hukuman perempuan merdeka
yang bersuami. (Kebolehan menikahi budak) itu, adalah bagi orang-orang yang
takut kepada kesulitan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu. Dan
kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
“Setelah kamu campuri, maka berilah
bayaran.” Kata ujurohunn, sebenarnya itu artinya bukan sekadar mahar
yang diberikan sekali. Menurut saya yang lebih pas maknanya adalah nafkah yang
berkelanjutan. Ya, salah satu cara meng-ihshoon-kan istri itu memang
dengan memberinya nafkah yang berkelanjutan.
Karenanya, jika istri rela,
misalnya punya penghasilan sendiri, ia bisa menggugurkan kewajiban suaminya
memberi nafkah itu. Dengan kata lain, karena kompetensinya, istri bisa membantu
perekonomian keluarga. Misalnya sebagai bekal pendidikan anak-anaknya. Sekali lagi,
yang penting di sini adalah saling relanya. Suami dan istri bekerja sama untuk
kebaikan keluarga. Bahu membahu menyiapkan generasi yang kuat. Dua-duanya
beramal saleh demi keluarga.
Kenapa ihshoon dilawankan
dengan zina? Atau ihshoon dilawankan dengan pergundikan, atau nikah
kontrak, alias kumpul kebo (gebow)? Karena dalam zina itu tidak ada
saling memelihara, saling menjaga, saling menghormati, saling melindungi,
saling mengayomi, sebagaimana arti asal kata ihshoon itu. Yang ada dalam
zina, itu hanya beli kelamin perempuan. Baik pada prostitusi, maupun nikah
kontrak.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung,
insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar