Selasa, 22 Oktober 2019

MEMBINA KELUARGA KOKOH


—Saiful Islam—

“Ternyata. Nikah sirri itu, sekarang memang tidak sah…”

Jadi memang tidak boleh memahami Qur’an itu sepotong-sepotong. Memahami Qur’an itu harus komprehensif. Sebisa mungkin ditinjau ayat-ayat yang berkaitan dengan topik yang sedang dibahas.

Pengutipan yang sepotong-sepotong, sering menghasilkan kesalahan yang fatal. Contohnya soal perjodohan atau seks ini. Satu pihak melihatnya dari perpektif nikah saja. Atau direduksi lagi, soal ini ditinjau dari segi fikih saja. Akhirnya, mengesahkan akad nikah yang sudah terpenuhi syarat rukunnya: ijab kabul, mahar, wali, saksi, kedua mempelai. Meskipun syarat rukun yang disetting. Diakali. Dan nikahnya pun kontrak.

Buktinya, tidak sedikit di masyarakat sekarang yang mengesahkan nikah sirri. Gampangan menikahkan orang. Padahal menurut saya, di dalam nikah sirri itu tidak ada ihshoon. Yakni memperkokoh pihak perempuan. Sesuatu yang membuat pihak perempuan kuat. Terutama secara hukum. Dan waris bagi si perempuan, dan apalagi anak-anaknya kelak. Itulah kenapa sejak awal, saya tegaskan bahwa nikah sirri itu tidak sah.

Sedangkan kubu yang satunya lagi melihatnya dari perspektif ihshoon saja. Lantas memisahkan akad nikah dengan akad ihshoon. Dikiranya akad yang sah itu tidak hanya akad nikah. Tapi bisa juga dengan akad ihshoon. Kesimpulannya jadinya ngawur: membolehkan seks antara laki-laki dan perempuan tanpa akad nikah. Hanya berdasar suka sama suka. Atau yang penting bayar. Yang perempuan dapat bayaran.

Ihshoon itu adalah ruhnya nikah. Semacam niatan tulus untuk memperistri seorang perempuan. Atau sebaliknya bagi perempuan, mempersuami seorang laki-laki. Niatan tulus karena Allah untuk membangun rumah tangga. Dengan pernikahan yang ihshoon, ini membuat perempuan dan laki-laki yang berpasangan itu menjadi semakin kokoh. Semakin terhormat. Semakin terjaga dan terpelihara dari pelampiasan nafsu seksual secara liar seperti kucing dan ayam.

Pihak yang membolehkan seks di luar nikah jelas mengutip Qur’an itu hanya sepotong. Yaitu potongan QS.4:24. “Dihalalkan bagi kalian selain yang demikian itu. Yaitu mencari perempuan dengan harta kalian secara ihshoon. Setelah kalian menikmatinya (mencampurinya—seks dengannya), berilah maharnya.” Kemudian dibayangkan seperti beli PSK di lokalisasi. Setelah seks beberapa menit, lalu pergi. Atau kawin kontrak. Setelah seks sebulan misalnya, lantas otomatis cerai. Kabur.

Tentu tidak begitu. Itu salah total. Fatal. Kalau kita cermati ayat tersebut secara komprehensif, sebenarnya berbicara tentang pernikahan. Bahwa ihshoon itu adalah ruh dari pernikahan itu sendiri. Jelas-jelas kata ihshoon itu muncul setelah kata nikah. Yaitu nikah yang secara ihshoon. Jadi nikah dan ihshoon, itu memang dua hal yang berbeda. Tetapi tidak bisa dipisahkan. Nikah dan ihshoon itu seperti jasad dan ruh. Beda, tak sama, tetapi tidak bisa dipisahkan. Marilah kita cermati ayat-ayatnya.

*QS. Al-Nisa’[4]: 22 – 25*
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۚ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا
22. Dan janganlah kalian MENIKAHI para perempuan yang telah dinikahi oleh ayah kalian. Kecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
23. Diharamkan atas kalian (MENIKAHI) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri—tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۖ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَٰلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ ۚ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
24. Dan (diharamkan juga kalian MENIKAHI) perempuan yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki. (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian, (YAITU) MENCARI ISTERI-ISTERI DENGAN HARTAMU SECARA IHSHOON, BUKAN UNTUK BERZINA. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban. Dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلًا أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ۚ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِكُمْ ۚ بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ ۚ فَانْكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ وَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ مُحْصَنَاتٍ غَيْرَ مُسَافِحَاتٍ وَلَا مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ ۚ فَإِذَا أُحْصِنَّ فَإِنْ أَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى الْمُحْصَنَاتِ مِنَ الْعَذَابِ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ ۚ وَأَنْ تَصْبِرُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
25. Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk MENIKAHI perempuan merdeka lagi beriman, ia boleh menikahi perempuan yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain. Karena itu NIKAHILAH mereka dengan seizin tuan mereka. Dan berilah maskawin mereka menurut yang patut. PERLAKUKAN MEREKA SECARA IHSHOON. Bukan zina dan bukan (pula) MENJADIKANMU SEBAGAI GUNDIK. Dan apabila mereka TELAH DI-IHSHOON-KAN, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separuh hukuman dari hukuman perempuan merdeka yang bersuami. (Kebolehan menikahi budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kesulitan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu. Dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

“Setelah kamu campuri, maka berilah bayaran.” Kata ujurohunn, sebenarnya itu artinya bukan sekadar mahar yang diberikan sekali. Menurut saya yang lebih pas maknanya adalah nafkah yang berkelanjutan. Ya, salah satu cara meng-ihshoon-kan istri itu memang dengan memberinya nafkah yang berkelanjutan.

Karenanya, jika istri rela, misalnya punya penghasilan sendiri, ia bisa menggugurkan kewajiban suaminya memberi nafkah itu. Dengan kata lain, karena kompetensinya, istri bisa membantu perekonomian keluarga. Misalnya sebagai bekal pendidikan anak-anaknya. Sekali lagi, yang penting di sini adalah saling relanya. Suami dan istri bekerja sama untuk kebaikan keluarga. Bahu membahu menyiapkan generasi yang kuat. Dua-duanya beramal saleh demi keluarga.

Kenapa ihshoon dilawankan dengan zina? Atau ihshoon dilawankan dengan pergundikan, atau nikah kontrak, alias kumpul kebo (gebow)? Karena dalam zina itu tidak ada saling memelihara, saling menjaga, saling menghormati, saling melindungi, saling mengayomi, sebagaimana arti asal kata ihshoon itu. Yang ada dalam zina, itu hanya beli kelamin perempuan. Baik pada prostitusi, maupun nikah kontrak.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...