Selasa, 15 Oktober 2019

PARA PEREMPUAN SUCI


—Saiful Islam—

“Katanya, seks tanpa akad nikah, itu sah. Yaitu dengan akad ihshoon…”
           
Kata sangat penting berikutnya yang mesti kita lihat dalam kamus-kamus Arab kredibel adalah muhshon. Atau ihshon. Atau muhshin. Sebab pembela konsep halal seks di luar nikah ini, berdalih dengan ‘akad ihshon’. Ini seperti dalil pamungkas mereka. Kita mesti memahami betul kata ini. Dengan kehati-hatian ekstra. Kita mesti tenang dan sabar di sini. Sampai paham betul. Tidak perlu terburu-buru untuk pindah ke bahasan berikutnya.

Ikut wazan ahshona. Kita akan cari dari kata dasarnya, yaitu hashona.

Al-Ashfahaniy tidak terlalu panjang lebar menguraikan kata ini. Bahwa hushuun itu bentuk jamak (plural) dari al-hishn. Kata hushuunuhum (QS.59:2) dan kata muhashshonah  (QS.59:14) itu berarti negeri yang dibuat kokoh seperti benteng-benteng. Kamus online almaany.com lebih indah lagi mengartikan kata al-hishn ini. Yaitu benteng, kubu pertahanan, baluarti, kastil, dan menara.

Kata kerja bentuk tahashshona, lanjut Al-Ashfahaniy, itu berarti orang yang menjadikan benteng sebagai tempat tinggal. Dari sini arti kata al-hishn ini berkembang. Yaitu setiap sesuatu yang terjaga atau terpelihara. Dari sini muncul kata dir’ hashiinah, yakni baju besi yang memelihara atau menjaga. Sebab baju besi memang menjaga atau memelihara tubuh dari serangan senjata musuh dalam peperangan.

Dari situ, lantas juga muncul kata faras hishoon. Yakni kuda penjaga. Karena kuda itu menjaga atau melindungi orang yang menungganginya. Pemahaman seperti ini, digambarkan oleh penyair: sesungguhnya benteng-benteng itu adalah kuda-kuda. Bukan peradaban kota.

Adapun kata tuhshinuun dalam QS.12:48 itu berarti yang kalian simpan di tempat-tempat yang terjaga atau terpelihara (protected). Yang kokoh layaknya penjagaan benteng kerajaan.

Dijumpai juga kata imro’ah hashoon dan haashin. Bentuk plural al-hashoon adalah hushun. Sedangkan jamaknya al-haashin adalah hawaashin. Dan dikatakan bahwa hashoon itu berarti yang menjaga kesucian dirinya (al-‘afiifah) dan memiliki kehormatan. Sehingga jika dikatakan imro’ah hashoon, maka artinya adalah perempuan yang menjaga kesucian dirinya dan terhormat.

Kalimat ahshonat farjaha, disebutkan dalam QS.66:12, “Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya…”

Kata ahshonat dan hashonat seperti dalam QS.4:25, itu berarti perempuan yang sudah berpasangan (tazawwajna). Alias sudah bersuami. Sedangkan uhshinna di situ, berarti perempuan yang sudah dipasangkan (zuwwijna). Yakni sudah bersuami.

Al-hashoon secara umum, itu berarti perempuan yang terpelihara atau terjaga. Baik dengan memelihara kesucian dan kehormatan dirinya sendiri, dengan pernikahannya, dan dengan kemuliaan dan kemerdekaannya.

Perempuan yang terhormat itu, redaksinya bisa imro’ah muhshon dan bisa juga imro’ah muhshin. Kalau muhshin (menggunakan isim faa’il), maka itu berarti gambaran keterpeliharaan perempuan ini, berasal dari dirinya sendiri. Sedangkan redaksi yang muhshon (bentuk isim maf’uul), maka berarti keterpeliharaan perempuan tersebut berasal dari selain dirinya.

Disebutkan dalam QS.4:25. Al-muhshonaat di sini perempuan yang sudah berpasangan. Alias yang sudah dinikahi. Atau yang sudah bersuami. Menggambarkan bahwa suaminya lah yang memeliharanya. Atau membuatnya terpelihara dan terhormat.

Kata al-muhshonaat setelah kata hurrimat (diharamkan) itu hanya dibaca fathah nun-nya. Yakni bentuk ism maf’uul dari wazan af’ala. Past participle, istilahnya dalam Bahasa Inggris. Dan di beberapa tempat, bisa dibaca fathah dan juga kasroh (al-muhshinaat). Present participle, jika dalam Bahasa Inggris.

Alasannya, seperti ditulis di Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, itu karena para perempuan yang haram dinikahi tersebut, adalah para perempuan terhormat yang sudah bersuami. Bukan para perempuan terhormat (menjaga kesucian dirinya) yang belum bersuami. Dan di tempat lain, bisa dua-duanya. Mungkin seperti budak laki-laki yang akan menikahi perempuan merdeka.

Jadi kesimpulannya begini. Al-muhshonaat itu adalah perempuan yang terhormat, terpelihara, menjaga kesuciannya, dan perempuan merdeka. Alias perempuan yang tidak gampangan seks dengan sembarang laki-laki. Yaitu perempuan yang menjaga kesucian, kehormatan, dan harga dirinya. Ini kalau perempuan yang masih single. Kalau perempuan yang sudah menikah, alias bersuami, itu juga disebut al-muhshonaat.  Yang kedua ini, menjadi perempuan al-muhshonaat karena suaminya.

Untuk memperjelas keterangan di atas, perlu kita cantumkan di sini ayat-ayatnya. Yakni QS.4:25. Namun untuk mengetahui konteksnya lebih luas, kita akan kutip dari ayat sebelumnya. Dari ayat 22. Berikut ini.

QS. Al-Nisa’[4]: 22 – 25
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۚ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا
22. Dan JANGANLAH kalian MENIKAHI para perempuan yang telah dinikahi oleh ayah kalian. Kecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
23. DIHARAMKAN atas kalian (MENIKAHI) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri—tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۖ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَٰلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ ۚ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
24. Dan (DIHARAMKAN juga kalian MENIKAHI) PEREMPUAN YANG BERSUAMI, kecuali budak-budak yang kamu miliki. (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan DIHALALKAN bagi kamu selain yang demikian, (YAITU) MENCARI ISTERI-ISTERI DENGAN HARTAMU UNTUK DINIKAHI, BUKAN UNTUK BERZINA. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban. Dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلًا أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ۚ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِكُمْ ۚ بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ ۚ فَانْكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ وَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ مُحْصَنَاتٍ غَيْرَ مُسَافِحَاتٍ وَلَا مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ ۚ فَإِذَا أُحْصِنَّ فَإِنْ أَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى الْمُحْصَنَاتِ مِنَ الْعَذَابِ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ ۚ وَأَنْ تَصْبِرُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
25. Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk MENIKAHI PEREMPUAN MERDEKA lagi beriman, ia boleh menikahi perempuan yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain. Karena itu NIKAHILAH mereka dengan seizin tuan mereka. Dan berilah maskawin mereka menurut yang patut. Sedang mereka pun PARA PEREMPUAN YANG MEMELIHARA DIRI. Bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya. Dan apabila mereka TELAH MENJAGA DIRI DENGAN NIKAH, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separuh hukuman dari hukuman perempuan merdeka yang bersuami. (Kebolehan menikahi budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kesulitan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu. Dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Walloohu a’lam bishshowaab. Salam



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...