—Saiful Islam—
“Katanya, seks tanpa akad nikah,
itu sah. Yaitu dengan akad ihshoon…”
Kata sangat penting berikutnya yang
mesti kita lihat dalam kamus-kamus Arab kredibel adalah muhshon. Atau ihshon.
Atau muhshin. Sebab pembela konsep halal seks di luar nikah ini,
berdalih dengan ‘akad ihshon’. Ini seperti dalil pamungkas mereka. Kita mesti
memahami betul kata ini. Dengan kehati-hatian ekstra. Kita mesti tenang dan
sabar di sini. Sampai paham betul. Tidak perlu terburu-buru untuk pindah ke
bahasan berikutnya.
Ikut wazan ahshona. Kita akan
cari dari kata dasarnya, yaitu hashona.
Al-Ashfahaniy tidak terlalu panjang
lebar menguraikan kata ini. Bahwa hushuun itu bentuk jamak (plural) dari
al-hishn. Kata hushuunuhum (QS.59:2) dan kata muhashshonah
(QS.59:14) itu berarti negeri yang dibuat
kokoh seperti benteng-benteng. Kamus online almaany.com lebih indah lagi
mengartikan kata al-hishn ini. Yaitu benteng, kubu pertahanan, baluarti,
kastil, dan menara.
Kata kerja bentuk tahashshona,
lanjut Al-Ashfahaniy, itu berarti orang yang menjadikan benteng sebagai tempat
tinggal. Dari sini arti kata al-hishn ini berkembang. Yaitu setiap sesuatu
yang terjaga atau terpelihara. Dari sini muncul kata dir’ hashiinah,
yakni baju besi yang memelihara atau menjaga. Sebab baju besi memang menjaga
atau memelihara tubuh dari serangan senjata musuh dalam peperangan.
Dari situ, lantas juga muncul kata faras
hishoon. Yakni kuda penjaga. Karena kuda itu menjaga atau melindungi orang
yang menungganginya. Pemahaman seperti ini, digambarkan oleh penyair:
sesungguhnya benteng-benteng itu adalah kuda-kuda. Bukan peradaban kota.
Adapun kata tuhshinuun dalam
QS.12:48 itu berarti yang kalian simpan di tempat-tempat yang terjaga atau
terpelihara (protected). Yang kokoh layaknya penjagaan benteng kerajaan.
Dijumpai juga kata imro’ah
hashoon dan haashin. Bentuk plural al-hashoon adalah hushun.
Sedangkan jamaknya al-haashin adalah hawaashin. Dan dikatakan
bahwa hashoon itu berarti yang menjaga kesucian dirinya (al-‘afiifah)
dan memiliki kehormatan. Sehingga jika dikatakan imro’ah hashoon, maka artinya
adalah perempuan yang menjaga kesucian dirinya dan terhormat.
Kalimat ahshonat farjaha, disebutkan
dalam QS.66:12, “Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya…”
Kata ahshonat dan hashonat
seperti dalam QS.4:25, itu berarti perempuan yang sudah berpasangan (tazawwajna).
Alias sudah bersuami. Sedangkan uhshinna di situ, berarti perempuan yang
sudah dipasangkan (zuwwijna). Yakni sudah bersuami.
Al-hashoon secara umum,
itu berarti perempuan yang terpelihara atau terjaga. Baik dengan memelihara kesucian
dan kehormatan dirinya sendiri, dengan pernikahannya, dan dengan kemuliaan dan
kemerdekaannya.
Perempuan yang terhormat itu, redaksinya
bisa imro’ah muhshon dan bisa juga imro’ah muhshin. Kalau muhshin
(menggunakan isim faa’il), maka itu berarti gambaran keterpeliharaan
perempuan ini, berasal dari dirinya sendiri. Sedangkan redaksi yang muhshon
(bentuk isim maf’uul), maka berarti keterpeliharaan perempuan tersebut
berasal dari selain dirinya.
Disebutkan dalam QS.4:25. Al-muhshonaat
di sini perempuan yang sudah berpasangan. Alias yang sudah dinikahi. Atau yang
sudah bersuami. Menggambarkan bahwa suaminya lah yang memeliharanya. Atau membuatnya
terpelihara dan terhormat.
Kata al-muhshonaat setelah
kata hurrimat (diharamkan) itu hanya dibaca fathah nun-nya. Yakni
bentuk ism maf’uul dari wazan af’ala. Past participle, istilahnya
dalam Bahasa Inggris. Dan di beberapa tempat, bisa dibaca fathah dan
juga kasroh (al-muhshinaat). Present participle, jika dalam
Bahasa Inggris.
Alasannya, seperti ditulis di Al-Mufradat
fi Gharib al-Qur’an, itu karena para perempuan yang haram dinikahi
tersebut, adalah para perempuan terhormat yang sudah bersuami. Bukan para
perempuan terhormat (menjaga kesucian dirinya) yang belum bersuami. Dan di
tempat lain, bisa dua-duanya. Mungkin seperti budak laki-laki yang akan
menikahi perempuan merdeka.
Jadi kesimpulannya begini. Al-muhshonaat
itu adalah perempuan yang terhormat, terpelihara, menjaga kesuciannya, dan
perempuan merdeka. Alias perempuan yang tidak gampangan seks dengan sembarang
laki-laki. Yaitu perempuan yang menjaga kesucian, kehormatan, dan harga
dirinya. Ini kalau perempuan yang masih single. Kalau perempuan yang
sudah menikah, alias bersuami, itu juga disebut al-muhshonaat. Yang kedua ini, menjadi perempuan al-muhshonaat
karena suaminya.
Untuk memperjelas keterangan di
atas, perlu kita cantumkan di sini ayat-ayatnya. Yakni QS.4:25. Namun untuk
mengetahui konteksnya lebih luas, kita akan kutip dari ayat sebelumnya. Dari
ayat 22. Berikut ini.
QS. Al-Nisa’[4]: 22 – 25
وَلَا تَنْكِحُوا مَا
نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۚ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ
سَبِيلًا
22. Dan JANGANLAH kalian MENIKAHI para
perempuan yang telah dinikahi oleh ayah kalian. Kecuali pada masa yang telah
lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan
seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ
أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ
وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ
وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي
فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ
تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ
الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا
قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
23. DIHARAMKAN atas kalian (MENIKAHI)
ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan,
saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri—tetapi jika kamu belum
campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
menikahinya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);
dan menghimpunkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali
yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ
النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۖ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَأُحِلَّ
لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَٰلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ
مُسَافِحِينَ ۚ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً
ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ ۚ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
24. Dan (DIHARAMKAN juga kalian MENIKAHI)
PEREMPUAN YANG BERSUAMI, kecuali budak-budak yang kamu miliki. (Allah telah
menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan DIHALALKAN bagi kamu
selain yang demikian, (YAITU) MENCARI ISTERI-ISTERI DENGAN HARTAMU UNTUK
DINIKAHI, BUKAN UNTUK BERZINA. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati
(campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna),
sebagai suatu kewajiban. Dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang
kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
مِنْكُمْ طَوْلًا أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ مَا
مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ۚ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِكُمْ
ۚ بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ ۚ فَانْكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ وَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ مُحْصَنَاتٍ غَيْرَ مُسَافِحَاتٍ وَلَا مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ ۚ فَإِذَا
أُحْصِنَّ فَإِنْ أَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى الْمُحْصَنَاتِ
مِنَ الْعَذَابِ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ ۚ وَأَنْ تَصْبِرُوا خَيْرٌ
لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
25. Dan barangsiapa diantara kamu
(orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk MENIKAHI PEREMPUAN
MERDEKA lagi beriman, ia boleh menikahi perempuan yang beriman, dari
budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu
adalah dari sebahagian yang lain. Karena itu NIKAHILAH mereka dengan seizin
tuan mereka. Dan berilah maskawin mereka menurut yang patut. Sedang mereka pun PARA
PEREMPUAN YANG MEMELIHARA DIRI. Bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang
mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya. Dan apabila mereka TELAH MENJAGA
DIRI DENGAN NIKAH, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka
atas mereka separuh hukuman dari hukuman perempuan merdeka yang bersuami.
(Kebolehan menikahi budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada
kesulitan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu. Dan kesabaran itu
lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Walloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar