Jumat, 25 Oktober 2019

MENALAR MILKUL YAMIN


—Saiful Islam—

“Maka saya lebih memilih nalar kosa kata serta ayat-ayat Qur’annya saja. Tafsir Qur’an bil Qur’an secara tematik…”

Sekarang kita mulai masuk ke topik utama: milkul yamin. Selain membaca Disertasi Abdul, supaya mantap kita mesti melihat sendiri dari rujukan primernya langsung. Apa dan bagaimana sejatinya milkul yamin itu.

Saya memang sengaja tidak terlalu mengutip pendapat para ahli tafsir. Meskipun sebenarnya ingin. Seperti Tafsir al-Thabari, Tafsir Ibnu Abbas, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir al-Kasysyaf, dan lain semisalnya. Karena kalau menonton wawancara Syahrur (penggagas halal seks di luar nikah) di sebuah TV Arab (lihat di YouTube), dia mengatakan, “Ah. Itu kan pendapat ulama’.” Maka saya lebih memilih nalar kosa kata serta ayat-ayat Qur’annya saja. Tafsir Qur’an bil Qur’an secara tematik.

Milkul yamiin. Itu terdiri atau tersusun dari dua kata. Milk dan al-yamiiin. Istilahnya phrase dalam Bahasa Inggris. Frase dalam Bahasa Indonesia. Mudhof ilayh, kalau dalam Bahasa Arab.

Dari ma, la, ka, malaka. Dalam Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, disebutkan bahwa al-milk itu bermakna dua. Pertama, berarti pemerintah atau mengurus pemerintahan. Kedua, berarti kekuatan. Baik kekuatan itu digunakan untuk mengurus pemerintahan atau tidak.

Arti yang pertama sebagaimana disebutkan QS.27:34. Arti yang kedua disebutkan oleh QS.5:20. Di ayat terakhir ini, Allah menjadikan kenabian (nubuwwah) bersifat khusus. Sedangkan al-milk bersifat umum. Al-milk di sini berarti kekuatan yang layak untuk politik atau pemerintahan. Bukan menjadikan mereka semua sebagai politikus atau pemerintah.

Sedangkan al-mulk berarti kebenaran yang kekal milik Allah. Sebagaimana disebut dalam QS.64:1. Adapun al-mulk yang disebut dalam QS.3:26, itu berarti menguatkan sesuatu dengan cara diberlakukan hukum. Al-milk itu semacam satu jenis dari al-mulk. Setiap mulk pasti milk. Tapi tidak semua milk itu pasti mulk. Jadi mulk lebih umum dari milk.

Adapun al-mamlakah artinya adalah kekuasaan raja dan wilayah yang dikuasainya. Wilayah kerajaan. Atau negara yang diperintah raja. Sedangkan al-mamluuk, ini khusus artinya berkaitan dengan kepemilkan budak (QS.16.75). Kadang disebutkan, “Fulaan jawaad bi mamluukih (Fulan dermawan kepada budaknya).” Yakni sesuatu yang dimilikinya.

Al-milkah berarti khusus untuk kepemilikan hamba. Dikatakan, “Fulaan hasan al-milkah.” Yakni dia adalah orang yang baik kepada hamba-hamba yang dimilikinya. Kepemilikan hamba ini di dalam Qur’an, khusus diistilahkan dengan al-yamiiin. Seperti malakat aymaanukum (QS.24:85), maa malakat aymaanukum (QS.4:3), dan maa malakat aymaanuhunna (QS.24:31). Kepemilikan hamba ini bisa juga disebut al-maluukah, al-milkah, dan al-milk.

Milaak al-amr, adalah sesuatu yang menyandar. Atau bagiannya. Misalnya kalimat, hati itu milaak-nya tubuh. Karena hati itu bagian tubuh. Dan hati itu memang menempel atau bersandar kepada tubuh.

Ini yang penting digarisbawahi. Al-milaak adalah al-tazwiij. Yakni akad nikah. Kenapa al-tazwiij saya artikan nikah? Sudah kita bahas panjang lebar. Cek lagi tentang zawj di tulisan sebelumnya: DICIPTAKAN BERPASANGAN dan LAWAN KATA JOMBLO. Bahwa kata zawj yang konteksnya perjodohan laki-laki dan perempuan itu, memang semua maknanya adalah akad nikah.

Tentu ini menarik. Bukan hanya secara nalar ayat-ayat Qur’an kita menemukan bahwa budak itu harus dinikahi dulu sebelum halalnya seks dengannya. Baca lagi tulisan sebelumnya: NIKAH SEBELUM SEKS BUDAK. Terutama kesimpulan dari QS.4:3, QS.2:221, dan QS.4:25. Ternyata secara bahasa pun, kata al-milaak ada yang berarti al-tazwiij. Yakni menikah. To marry. Kita menemukan clue-nya di sini.

Bahwa melalui nalar ayat-ayat Qur’an maupun nalas kota kata Arab-nya, kesimpulannya adalah akad nikah itu harus dan wajib sebelum seks dengan budak yang sudah dimiliki. Bahkan sudah sejak abad 7 M itu. Juga bahkan, harus dengan ihshoon (QS.4:24). Dalam konteks seperti inilah kita memahami QS.23:6, “Kecuali (halal seks) terhadap istri-istri mereka atau budak yang telah mereka miliki…”

Jika dikatakan, amlakuuh, itu berarti mereka menikahkannya. Zawwajuuh. Suami kepada istrinya, itu disamakan dengan presiden kepada rakyatnya, di dalam kebijakan atau kebijaksanaannya. Maka dikatakan, “Hampir saja pengantin (pria) itu menjadi penguasa.” Jadi paragraf ini menunjukkan kepada kita alasan kenapa al-milaak itu bisa berarti nikah. Yaitu dilihat dari pola interaksinya. Yang harus simbiosis mutualistik. Alias saling menguntungkan. Saling memberi manfaat.

Adapun malik al-ibil (penggembala unta), itu berarti yang mendahului. Sedangkan yang lain mengikutinya dari belakang. Ini diserupakan dengan penguasa yang diikuti oleh rakyatnya.

Dikatakan pula, “Tak seorang yang berhak terhadap malk dan milk ini kecuali aku.” Kata malk ini, disebut juga dalam QS.20:87. Jika dikatakan, malaktu al-‘ajiin (meremas-remas atau mengepal-ngepal adonan). Berarti mengepal-ngepalnya sekuat tenaga. Bila disebut, haaith laysa lahu milaak (dinding itu tidak ada tahanannya), maksudnya dinding itu rapuh.

Begitu dulu. Semoga bermanfaat. Bersambung, insya Allah…

Waloohu a’lam bishshowaab. Salam



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...