—Saiful Islam—
“Maka saya lebih memilih nalar kosa
kata serta ayat-ayat Qur’annya saja. Tafsir Qur’an bil Qur’an secara tematik…”
Sekarang kita mulai masuk ke topik
utama: milkul yamin. Selain membaca Disertasi Abdul, supaya mantap kita
mesti melihat sendiri dari rujukan primernya langsung. Apa dan bagaimana sejatinya
milkul yamin itu.
Saya memang sengaja tidak terlalu mengutip
pendapat para ahli tafsir. Meskipun sebenarnya ingin. Seperti Tafsir
al-Thabari, Tafsir Ibnu Abbas, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir al-Kasysyaf, dan lain
semisalnya. Karena kalau menonton wawancara Syahrur (penggagas halal seks di
luar nikah) di sebuah TV Arab (lihat di YouTube), dia mengatakan, “Ah. Itu kan
pendapat ulama’.” Maka saya lebih memilih nalar kosa kata serta ayat-ayat Qur’annya
saja. Tafsir Qur’an bil Qur’an secara tematik.
Milkul yamiin. Itu terdiri atau
tersusun dari dua kata. Milk dan al-yamiiin. Istilahnya phrase
dalam Bahasa Inggris. Frase dalam Bahasa Indonesia. Mudhof ilayh, kalau
dalam Bahasa Arab.
Dari ma, la, ka, malaka. Dalam
Al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, disebutkan bahwa al-milk itu
bermakna dua. Pertama, berarti pemerintah atau mengurus pemerintahan. Kedua,
berarti kekuatan. Baik kekuatan itu digunakan untuk mengurus pemerintahan atau
tidak.
Arti yang pertama sebagaimana
disebutkan QS.27:34. Arti yang kedua disebutkan oleh QS.5:20. Di ayat terakhir
ini, Allah menjadikan kenabian (nubuwwah) bersifat khusus. Sedangkan al-milk
bersifat umum. Al-milk di sini berarti kekuatan yang layak untuk politik
atau pemerintahan. Bukan menjadikan mereka semua sebagai politikus atau
pemerintah.
Sedangkan al-mulk berarti
kebenaran yang kekal milik Allah. Sebagaimana disebut dalam QS.64:1. Adapun al-mulk
yang disebut dalam QS.3:26, itu berarti menguatkan sesuatu dengan cara
diberlakukan hukum. Al-milk itu semacam satu jenis dari al-mulk. Setiap
mulk pasti milk. Tapi tidak semua milk itu pasti mulk.
Jadi mulk lebih umum dari milk.
Adapun al-mamlakah artinya
adalah kekuasaan raja dan wilayah yang dikuasainya. Wilayah kerajaan. Atau negara
yang diperintah raja. Sedangkan al-mamluuk, ini khusus artinya berkaitan
dengan kepemilkan budak (QS.16.75). Kadang disebutkan, “Fulaan jawaad bi
mamluukih (Fulan dermawan kepada budaknya).” Yakni sesuatu yang
dimilikinya.
Al-milkah berarti khusus
untuk kepemilikan hamba. Dikatakan, “Fulaan hasan al-milkah.” Yakni dia
adalah orang yang baik kepada hamba-hamba yang dimilikinya. Kepemilikan hamba
ini di dalam Qur’an, khusus diistilahkan dengan al-yamiiin. Seperti malakat
aymaanukum (QS.24:85), maa malakat aymaanukum (QS.4:3), dan maa
malakat aymaanuhunna (QS.24:31). Kepemilikan hamba ini bisa juga disebut al-maluukah,
al-milkah, dan al-milk.
Milaak al-amr, adalah
sesuatu yang menyandar. Atau bagiannya. Misalnya kalimat, hati itu milaak-nya
tubuh. Karena hati itu bagian tubuh. Dan hati itu memang menempel atau bersandar
kepada tubuh.
Ini yang penting digarisbawahi. Al-milaak
adalah al-tazwiij. Yakni akad nikah. Kenapa al-tazwiij saya
artikan nikah? Sudah kita bahas panjang lebar. Cek lagi tentang zawj di
tulisan sebelumnya: DICIPTAKAN BERPASANGAN dan LAWAN KATA JOMBLO. Bahwa kata zawj
yang konteksnya perjodohan laki-laki dan perempuan itu, memang semua maknanya
adalah akad nikah.
Tentu ini menarik. Bukan hanya
secara nalar ayat-ayat Qur’an kita menemukan bahwa budak itu harus dinikahi
dulu sebelum halalnya seks dengannya. Baca lagi tulisan sebelumnya: NIKAH
SEBELUM SEKS BUDAK. Terutama kesimpulan dari QS.4:3, QS.2:221, dan QS.4:25.
Ternyata secara bahasa pun, kata al-milaak ada yang berarti
al-tazwiij. Yakni menikah. To marry. Kita menemukan clue-nya
di sini.
Bahwa melalui nalar ayat-ayat Qur’an
maupun nalas kota kata Arab-nya, kesimpulannya adalah akad nikah itu harus dan
wajib sebelum seks dengan budak yang sudah dimiliki. Bahkan sudah sejak abad 7
M itu. Juga bahkan, harus dengan ihshoon (QS.4:24). Dalam konteks
seperti inilah kita memahami QS.23:6, “Kecuali (halal seks) terhadap
istri-istri mereka atau budak yang telah mereka miliki…”
Jika dikatakan, amlakuuh, itu
berarti mereka menikahkannya. Zawwajuuh. Suami kepada istrinya, itu
disamakan dengan presiden kepada rakyatnya, di dalam kebijakan atau kebijaksanaannya.
Maka dikatakan, “Hampir saja pengantin (pria) itu menjadi penguasa.” Jadi paragraf
ini menunjukkan kepada kita alasan kenapa al-milaak itu bisa berarti
nikah. Yaitu dilihat dari pola interaksinya. Yang harus simbiosis mutualistik. Alias
saling menguntungkan. Saling memberi manfaat.
Adapun malik al-ibil
(penggembala unta), itu berarti yang mendahului. Sedangkan yang lain
mengikutinya dari belakang. Ini diserupakan dengan penguasa yang diikuti oleh
rakyatnya.
Dikatakan pula, “Tak seorang yang
berhak terhadap malk dan milk ini kecuali aku.” Kata malk
ini, disebut juga dalam QS.20:87. Jika dikatakan, malaktu al-‘ajiin
(meremas-remas atau mengepal-ngepal adonan). Berarti mengepal-ngepalnya sekuat
tenaga. Bila disebut, haaith laysa lahu milaak (dinding itu tidak ada
tahanannya), maksudnya dinding itu rapuh.
Begitu dulu. Semoga bermanfaat.
Bersambung, insya Allah…
Waloohu a’lam bishshowaab. Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar