—Saiful
Islam—
Surabaya
Selasa, 22 Oktober 2019, pukul 02.50
Rasanya sudah
pernah kuceritakan kepada kalian pertemuan dan diskusiku dengan dua pastur atau
calon pastur: Mickael dan Pram. Nah, kira-kira dua minggu ini, aku bertemu dan
diskusi lagi dengan dua pastur atau calon pastur baru. Namanya Klaus, 38 tahun.
Dan Ferry, 20 tahun. Kira-kira selama dua minggu kami saling sharing.
Sebagaimana
Mickael dan Pram, Klaus dan Ferry juga dari Serikat Jesus (SJ)—semacam ordo
dalam Kristen Katolik. Kalau dalam Islam, ordo itu semacam aliran tarekat
tasawuf. Seperti Qodiriyah, Sadziliyah, Naqsabandiyah, dan semisalnya.
Dua-duanya
dari Jawa Tengah. Maaf aku tidak bertanya detil kotanya. Apalagi desanya dan
seterusnya. Aku lebih asyik diskusi pemahaman Kristen-nya. Oleh organisasinya,
keduanya dikirim ke Liponsos keputih untuk menjalani semacam riyadhoh. Latihan
praktik pelayanan keagamaan secara langsung.
Kalau
kalian ingin tahu ciri-ciri fisiknya, Klaus itu berkulit kuning langsat. Rambutnya
lurus. Agak kemerah-merahan. Hidungnya mancung. Bibirnya tipis. Tidak berkumis
maupun berjenggot. Tingginya kira-kira 150-an meter. Tidak gemuk, tapi tidak
kurus. Gaya bicaranya tidak kalem. Tidak juga cepat. Suaranya cukup besar.
Sekilas,
wajah Klaus ini mirip orang Eropa. Tapi dia menjawab, “Tidak,” saat kutanya
apakah ada keturunan Belanda. Meski postur tubuhnya memang rata-rata seperti
orang Jawa. Setiap hari dia mengenakan kaos oblong. Bercelana pendek selutut. Dan
membawa tas kecil yang diselempangkan di pundaknya.
Sedangkan
Ferry, mirip dengan orang Jawa kebanyakan. Kulitnya sawo matang. Rambutnya hitam
ikal. Hidungnya tidak begitu mancung, jika dibanding Klaus. Bibirnya lebih
tebal. Tingginya juga sekitar 150-an meter. Badanya lebih berisi daripada
Klaus. Kumis dan jenggotnya belum tumbuh. Mungkin karena usianya yang masih
muda.
Ferry
ini lebih ceria daripada Klaus. Kalau Klaus lebih kalem dan pendiam. Ferry ini
orangnya energik. Murah senyum. Gampang menyapa. Lebih terbuka dan lebih vocal
daripada Klaus. Cara berpakaiannya dengan Klaus: praktis. Berkaos oblong,
celana pendek selutut, dan tas kecil yang diselempangkan di bahunya melintang
depan-belakang.
Klaus
dan Ferry, maupun Mickael dan Pram, setiap hari selalu menggunakan sandal
japit.
Riyadhah
yang dialami Klaus dan Ferry itu, memang mirip dengan apa yang dilakukan oleh
Mickael dan Pram. Karena mereka semua dari ordo Kristen yang sama, Serikat
Jesus (SJ). Bahkan ketika kusinggung dua nama terdahulu itu, Pram dan Klaus
langsung mengenalnya. Mereka semacam satu pondokan.
Maka
Ferry dan Klaus ini pun sudah berkomitmen hidup Selibat. Yakni tidak akan
menikah sepanjang hidupnya. Sebagaimana caraku berinteraksi dengan Mickael dan
Pram, begitu juga kulakukan dengan Klaus dan Ferry ini. Kami tidak berdebat. Tapi
hanya mencari persamaan antara Islam dan Kristen. Juga lebih pada cerita
masing-masing.
Dari
cerita Ferry, tentu saja setelah kulontarkan beberapa pertanyaan, aku menjadi
tahu. Bedanya Martin Luther dengan Martin Luther King. Gampangnya, Martin
Luther adalah tokoh yang melahirkan Kristen Protestan. Jika ditelusuri, ia
adalah profesor teologi, komponis, imam, dan rahib berkebangsaan Jerman.
Martin Luther
(w. 1546 M) adalah salah seorang tokoh berpengaruh dalam reformasi Protestan. Yaitu
suatu skisma (gerakan perpecahan) dari gereja Katolik yang memang diprakarsai
oleh Martin Luther ini. Kemudian dilanjutkan oleh Yohanes Calvin, Ulrich
Zwingli, beserta para reformis Protestan awal lainnya di Eropa pada abad ke-16
M.
Kesan sekilas
saya, Protestan itu seperti gerakan rasional. Dalam Islam, seperti Qodariyah
dan Muktazilah. Protes. Atau bahkan seperti Khawarij. Sedangkan Katolik, itu
seperti Sunni dan Jabbariyah. Yang sufistik: anti harta, tahta, dan wanita. Dan
cenderung berpenampilan miskin dan melarat. Kerahiban. Kependetaan.
Teman-teman
perlu mencatat dulu di sini. Bahwa kalau aku menulis Islam, itu belum tentu
agama Islam. Tapi bisa jadi hanya tradisi Islam. Sampai saat ini, aku masih
membedakan antara agama Islam dengan tradisi Islam. Tradisi Islam, belum tentu
ia adalah agama.
Adapun Martin
Luther King, ini adalah tokoh abad 19 M yang wafat tahun 1968 M. Seorang
pendeta serta aktivis berkebangsaan Amerika yang menjadi juru bicara dan
pemimpin gerakan hak sipil tahun 1954 sampai 1968. Lebih jauh, bisa kalian googling
sendiri.
Sebagaimana
judul tulisan ini, pastur atau pastor itu beda dengan pendeta. Mickael, Pram,
Klaus, dan Ferry itu adalah pastur. Yaitu pemimpin agama Kristen Katolik. Sebenarnya
aku punya dua teman lagi: perempuan dan laki-laki. Keduanya juga pastur. Meskipun
yang terakhir ini akhirnya menikah dan menjadi guru. Sedangkan pendeta, itu
adalah pemimpin agama Kristen Protestan.
Menurut
Ferry, pastur atau calon pastur seperti dirinya, itu memiliki semacam janji
kepada dirinya. Dia menyebutnya, Tiga Kaul. Kaul, mungkin dari Bahasa Arab qoul
(ucapan atau perkataan). Yaitu Kaul Kemiskinan (semacam anti harta dan tahta),
Kaul Kemurnian (tidak akan menikah), dan Kaul Ketaatan (taat pada pemimpin atau
organisasinya, yakni kalau mereka Serika Jesus, SJ).
Ringkas
cerita, diskusiku dengan Ferry ini lebih banyak seputar penyaliban Yesus,
pemimpin Romawi Herodes, Maria-Yusuf, dan sejarah munculnya ordo-odro atau
sekte-sekte dalam Kristen. Yesus setelah disalib dan mangkat ke Bapa, itu
meninggalkan roh kudus dan jamaah.
Sedangkan
dengan Klaus, aku banyak menggali tentang bagaimana sikap orang Kristen
terhadap kitab sucinya. Gospel atau Injil. Baik Old Testament, Perjanjian Lama.
Maupun New Testament, Perjanjian Baru.
Betapa
kagetnya aku mendengar tanggapan Klaus ketika aku mengutip Kitab Kejadian. “Dalam
Kitab Kejadian sendiri, itu juga banyak kisah-kisah yang bersumber dari
non-Yahudi,” katanya. Waktu itu, aku mengutip seputar Hawa yang menurut Kitab
Kejadian memang diciptakan dari tulang rusuk Adam. Artinya, Klaus juga tidak
menyetujui kisah itu.
Ternyata.
Sekali lagi, ini terkait sikap orang Kristen kepada kitab sucinya. Orang
Kristen itu ternyata memang tidak mengklaim bahwa Bible itu firman Tuhan. Bible
memang karya manusia yang diinspirasi oleh roh kudus, begitu kurang lebih
pernyataan Klaus.
Jadi
secara vertikal, pertama ada Bapa, kemudian roh kudus, dan Yesus. Menurut
Kristen, Yesus itu tidak lain adalah firman Tuhan itu sendiri yang sudah
menjelma menjadi manusia. Maka, Bible yang berupa teks, itu memang bukan firman
Tuhan. Sekali lagi, ia adalah karya manusia (murid-murid Yesus yang disebut
para nabi) yang diyakini diinspirasi oleh roh kudus. Bukan oleh Tuhan.
Bible
itu adalah cerita segala sesuatu yang disandarkan kepada Yesus. Ini mirip
pengertian Hadis, dalam Islam. Yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi. Baik ucapan, perbuatan, maupun ketetapan Nabi. Jadi, Bible itu hanya
kisah tentang Yesus. Tentu saja tidak ditulis sendiri oleh Yesus. Sama dengan
Hadis, yang tidak ditulis sendiri oleh Nabi Muhammad.
Bahkan
sikap orang Kristen, dalam hal ini diwakili oleh Klaus, kepada Injil, itu sama
dengan sikap orang Islam kepada Hadis. Yaitu, tidak membenarkan semuanya, juga
tidak menolak semuanya. Makanya dalam Hadis itu ada yang sahih, hasan, dhaif,
sampai maudhu’ (palsu).
Dan ini
khusus bagi saya pribadi. Sikap saya kepada Bible, itu seperti sikap saya
kepada Hadis. Jika dalam Bible itu ada kesesuaian dalam Qur’an, maka saya
menduga itu masih asli dari Nabi Isa.
Menurut
Klaus lagi. Ketika saya tanyakan tolok ukur apa yang ia gunakan untuk memilih
bahwa informasi dalam Bible itu benar. Meskipun Klaus ini lulusan S-1 Teknik
Kimia UBAYA Surabaya, menurut dia Bible dan Sains itu memiliki kebenaran
sendiri-sendiri. Punya kebenarannya masing-masing.
Tentu saja
sikap Klaus pada Bible-nya itu berbeda denganku. Kalau aku, Qur’an dan Sains
itu pasti sesuai. Tidak mungkin kebenaran Sains bertentangan dengan kebenaran
Qur’an. Sebab Qur’an adalah ayat qouliyah Allah. Sedangkan Sains, adalah
ayat kauniyah-Nya. Jadi baik Qur’an maupun Sains sama-sama ayat Allah.
Perbedaan
keyakinan antara kami, sama sekali tidak mengurangi pertemanan dan rasa hormat
kami masing-masing sebagai manusia. Sama sekali tidak menghalangi kami untuk
saling berbuat baik. Ramah. Murah senyum. Dan bersahabat. Keempat orang itu
memang orang baik. Paling tidak, mereka bukan manusia seperti dedefinisikan
oleh Thomas Hobbes: homo homoni lupus.
Sebenarnya
ada beberapa hal lagi yang menjadi perbincangan kami.
Hingga
Jum’at 18 Oktober kemarin, adalah terakhir kalinya keduanya datang kepadaku
lagi. Sambil mengucapkan terimakasih, mereka berpamitan pulang. Selamat jalan,
Kawan…
QS.
Al-Maidah[5]: 82
وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا
الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ
Sesungguhnya
kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman
ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.” Yang
demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani)
terdapat pastur-pastur dan rahib-rahib. (Juga) karena sesungguhnya mereka tidak
menymbongkan diri.
Begitu. Ini
selingan. Kajian Milkul Yamin-nya, insya Allah nanti malam. Semoga bermanfaat.
Salam…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar