Senin, 21 Oktober 2019

PASTUR DI PONDOK SOSIAL


—Saiful Islam—

Surabaya Selasa, 22 Oktober 2019, pukul 02.50

Rasanya sudah pernah kuceritakan kepada kalian pertemuan dan diskusiku dengan dua pastur atau calon pastur: Mickael dan Pram. Nah, kira-kira dua minggu ini, aku bertemu dan diskusi lagi dengan dua pastur atau calon pastur baru. Namanya Klaus, 38 tahun. Dan Ferry, 20 tahun. Kira-kira selama dua minggu kami saling sharing.

Sebagaimana Mickael dan Pram, Klaus dan Ferry juga dari Serikat Jesus (SJ)—semacam ordo dalam Kristen Katolik. Kalau dalam Islam, ordo itu semacam aliran tarekat tasawuf. Seperti Qodiriyah, Sadziliyah, Naqsabandiyah, dan semisalnya.

Dua-duanya dari Jawa Tengah. Maaf aku tidak bertanya detil kotanya. Apalagi desanya dan seterusnya. Aku lebih asyik diskusi pemahaman Kristen-nya. Oleh organisasinya, keduanya dikirim ke Liponsos keputih untuk menjalani semacam riyadhoh. Latihan praktik pelayanan keagamaan secara langsung.

Kalau kalian ingin tahu ciri-ciri fisiknya, Klaus itu berkulit kuning langsat. Rambutnya lurus. Agak kemerah-merahan. Hidungnya mancung. Bibirnya tipis. Tidak berkumis maupun berjenggot. Tingginya kira-kira 150-an meter. Tidak gemuk, tapi tidak kurus. Gaya bicaranya tidak kalem. Tidak juga cepat. Suaranya cukup besar.

Sekilas, wajah Klaus ini mirip orang Eropa. Tapi dia menjawab, “Tidak,” saat kutanya apakah ada keturunan Belanda. Meski postur tubuhnya memang rata-rata seperti orang Jawa. Setiap hari dia mengenakan kaos oblong. Bercelana pendek selutut. Dan membawa tas kecil yang diselempangkan di pundaknya.

Sedangkan Ferry, mirip dengan orang Jawa kebanyakan. Kulitnya sawo matang. Rambutnya hitam ikal. Hidungnya tidak begitu mancung, jika dibanding Klaus. Bibirnya lebih tebal. Tingginya juga sekitar 150-an meter. Badanya lebih berisi daripada Klaus. Kumis dan jenggotnya belum tumbuh. Mungkin karena usianya yang masih muda.

Ferry ini lebih ceria daripada Klaus. Kalau Klaus lebih kalem dan pendiam. Ferry ini orangnya energik. Murah senyum. Gampang menyapa. Lebih terbuka dan lebih vocal daripada Klaus. Cara berpakaiannya dengan Klaus: praktis. Berkaos oblong, celana pendek selutut, dan tas kecil yang diselempangkan di bahunya melintang depan-belakang.

Klaus dan Ferry, maupun Mickael dan Pram, setiap hari selalu menggunakan sandal japit.

Riyadhah yang dialami Klaus dan Ferry itu, memang mirip dengan apa yang dilakukan oleh Mickael dan Pram. Karena mereka semua dari ordo Kristen yang sama, Serikat Jesus (SJ). Bahkan ketika kusinggung dua nama terdahulu itu, Pram dan Klaus langsung mengenalnya. Mereka semacam satu pondokan.

Maka Ferry dan Klaus ini pun sudah berkomitmen hidup Selibat. Yakni tidak akan menikah sepanjang hidupnya. Sebagaimana caraku berinteraksi dengan Mickael dan Pram, begitu juga kulakukan dengan Klaus dan Ferry ini. Kami tidak berdebat. Tapi hanya mencari persamaan antara Islam dan Kristen. Juga lebih pada cerita masing-masing.

Dari cerita Ferry, tentu saja setelah kulontarkan beberapa pertanyaan, aku menjadi tahu. Bedanya Martin Luther dengan Martin Luther King. Gampangnya, Martin Luther adalah tokoh yang melahirkan Kristen Protestan. Jika ditelusuri, ia adalah profesor teologi, komponis, imam, dan rahib berkebangsaan Jerman.

Martin Luther (w. 1546 M) adalah salah seorang tokoh berpengaruh dalam reformasi Protestan. Yaitu suatu skisma (gerakan perpecahan) dari gereja Katolik yang memang diprakarsai oleh Martin Luther ini. Kemudian dilanjutkan oleh Yohanes Calvin, Ulrich Zwingli, beserta para reformis Protestan awal lainnya di Eropa pada abad ke-16 M.

Kesan sekilas saya, Protestan itu seperti gerakan rasional. Dalam Islam, seperti Qodariyah dan Muktazilah. Protes. Atau bahkan seperti Khawarij. Sedangkan Katolik, itu seperti Sunni dan Jabbariyah. Yang sufistik: anti harta, tahta, dan wanita. Dan cenderung berpenampilan miskin dan melarat. Kerahiban. Kependetaan.

Teman-teman perlu mencatat dulu di sini. Bahwa kalau aku menulis Islam, itu belum tentu agama Islam. Tapi bisa jadi hanya tradisi Islam. Sampai saat ini, aku masih membedakan antara agama Islam dengan tradisi Islam. Tradisi Islam, belum tentu ia adalah agama.

Adapun Martin Luther King, ini adalah tokoh abad 19 M yang wafat tahun 1968 M. Seorang pendeta serta aktivis berkebangsaan Amerika yang menjadi juru bicara dan pemimpin gerakan hak sipil tahun 1954 sampai 1968. Lebih jauh, bisa kalian googling sendiri.

Sebagaimana judul tulisan ini, pastur atau pastor itu beda dengan pendeta. Mickael, Pram, Klaus, dan Ferry itu adalah pastur. Yaitu pemimpin agama Kristen Katolik. Sebenarnya aku punya dua teman lagi: perempuan dan laki-laki. Keduanya juga pastur. Meskipun yang terakhir ini akhirnya menikah dan menjadi guru. Sedangkan pendeta, itu adalah pemimpin agama Kristen Protestan.

Menurut Ferry, pastur atau calon pastur seperti dirinya, itu memiliki semacam janji kepada dirinya. Dia menyebutnya, Tiga Kaul. Kaul, mungkin dari Bahasa Arab qoul (ucapan atau perkataan). Yaitu Kaul Kemiskinan (semacam anti harta dan tahta), Kaul Kemurnian (tidak akan menikah), dan Kaul Ketaatan (taat pada pemimpin atau organisasinya, yakni kalau mereka Serika Jesus, SJ).

Ringkas cerita, diskusiku dengan Ferry ini lebih banyak seputar penyaliban Yesus, pemimpin Romawi Herodes, Maria-Yusuf, dan sejarah munculnya ordo-odro atau sekte-sekte dalam Kristen. Yesus setelah disalib dan mangkat ke Bapa, itu meninggalkan roh kudus dan jamaah.

Sedangkan dengan Klaus, aku banyak menggali tentang bagaimana sikap orang Kristen terhadap kitab sucinya. Gospel atau Injil. Baik Old Testament, Perjanjian Lama. Maupun New Testament, Perjanjian Baru.

Betapa kagetnya aku mendengar tanggapan Klaus ketika aku mengutip Kitab Kejadian. “Dalam Kitab Kejadian sendiri, itu juga banyak kisah-kisah yang bersumber dari non-Yahudi,” katanya. Waktu itu, aku mengutip seputar Hawa yang menurut Kitab Kejadian memang diciptakan dari tulang rusuk Adam. Artinya, Klaus juga tidak menyetujui kisah itu.

Ternyata. Sekali lagi, ini terkait sikap orang Kristen kepada kitab sucinya. Orang Kristen itu ternyata memang tidak mengklaim bahwa Bible itu firman Tuhan. Bible memang karya manusia yang diinspirasi oleh roh kudus, begitu kurang lebih pernyataan Klaus.

Jadi secara vertikal, pertama ada Bapa, kemudian roh kudus, dan Yesus. Menurut Kristen, Yesus itu tidak lain adalah firman Tuhan itu sendiri yang sudah menjelma menjadi manusia. Maka, Bible yang berupa teks, itu memang bukan firman Tuhan. Sekali lagi, ia adalah karya manusia (murid-murid Yesus yang disebut para nabi) yang diyakini diinspirasi oleh roh kudus. Bukan oleh Tuhan.

Bible itu adalah cerita segala sesuatu yang disandarkan kepada Yesus. Ini mirip pengertian Hadis, dalam Islam. Yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi. Baik ucapan, perbuatan, maupun ketetapan Nabi. Jadi, Bible itu hanya kisah tentang Yesus. Tentu saja tidak ditulis sendiri oleh Yesus. Sama dengan Hadis, yang tidak ditulis sendiri oleh Nabi Muhammad.

Bahkan sikap orang Kristen, dalam hal ini diwakili oleh Klaus, kepada Injil, itu sama dengan sikap orang Islam kepada Hadis. Yaitu, tidak membenarkan semuanya, juga tidak menolak semuanya. Makanya dalam Hadis itu ada yang sahih, hasan, dhaif, sampai maudhu’ (palsu).

Dan ini khusus bagi saya pribadi. Sikap saya kepada Bible, itu seperti sikap saya kepada Hadis. Jika dalam Bible itu ada kesesuaian dalam Qur’an, maka saya menduga itu masih asli dari Nabi Isa.

Menurut Klaus lagi. Ketika saya tanyakan tolok ukur apa yang ia gunakan untuk memilih bahwa informasi dalam Bible itu benar. Meskipun Klaus ini lulusan S-1 Teknik Kimia UBAYA Surabaya, menurut dia Bible dan Sains itu memiliki kebenaran sendiri-sendiri. Punya kebenarannya masing-masing.

Tentu saja sikap Klaus pada Bible-nya itu berbeda denganku. Kalau aku, Qur’an dan Sains itu pasti sesuai. Tidak mungkin kebenaran Sains bertentangan dengan kebenaran Qur’an. Sebab Qur’an adalah ayat qouliyah Allah. Sedangkan Sains, adalah ayat kauniyah-Nya. Jadi baik Qur’an maupun Sains sama-sama ayat Allah.

Perbedaan keyakinan antara kami, sama sekali tidak mengurangi pertemanan dan rasa hormat kami masing-masing sebagai manusia. Sama sekali tidak menghalangi kami untuk saling berbuat baik. Ramah. Murah senyum. Dan bersahabat. Keempat orang itu memang orang baik. Paling tidak, mereka bukan manusia seperti dedefinisikan oleh Thomas Hobbes: homo homoni lupus.

Sebenarnya ada beberapa hal lagi yang menjadi perbincangan kami.

Hingga Jum’at 18 Oktober kemarin, adalah terakhir kalinya keduanya datang kepadaku lagi. Sambil mengucapkan terimakasih, mereka berpamitan pulang. Selamat jalan, Kawan…

QS. Al-Maidah[5]: 82
وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ
Sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani.” Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pastur-pastur dan rahib-rahib. (Juga) karena sesungguhnya mereka tidak menymbongkan diri.

Begitu. Ini selingan. Kajian Milkul Yamin-nya, insya Allah nanti malam. Semoga bermanfaat. Salam…












Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AHMAD SAIFUL ISLAM

Ahmad Saiful Islam Sarjana Tafsir Hadis UINSA Surabaya Lahir di Banyuwangi,  3 Mei 1987 Islamic Journalism Community  (IJC) Surabaya (2010)...